Mohon tunggu...
Celestine Patterson
Celestine Patterson Mohon Tunggu... Hoteliers - Hotelier: Hotel Management, Sales Leader, Management Hospitality

🍎Hotelier's Story : Pernak-Pernik Dunia Hospitality (Galuh Patria, 2021). Warna-Warni Berkarir Di Dunia Hospitality (Galuh Patria, 2022). Serba-Serbi Dunia Perhotelan by CL Patterson dkk (Galuh Patria, 2023). Admin of Hotelier Writers Community (9 June 2023 - present)

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kacamata Sales Marketing terhadap Hotel

29 September 2020   11:49 Diperbarui: 7 Oktober 2020   17:05 1072
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengundang Trainer dari luar hotel secara teratur. Again and again (dokumen pribadi)

4. Membutuhkan biaya perbaikan yang besar

Umumnya hotel yang menginjak usia 8 tahun telah diperlukan perbaikan baru dari seluruh kamar-kamar sebagai produk utama, Ballroom dan meeting room, restoran. Apalagi bila turn over yang tinggi, yaitu occupancy yang selalu tinggi.

Refurbishment, atau mengganti barang-barang yang telah usang, mengganti fasilitas yang out of date harus sudah dilakukan. Contoh di back office adalah computer yang sudah tak layak dan sudah berkali-kali diperbaiki sehingga menggangu kelancaran bekerja. Land telephone yang usang, kursi-kursi untuk staff yang tak layak, seragam front liner atau waiter/waitress worn out -- dekil dan kucel. Belum lagi fasilitas di Banquet operation. Lalu bagaimana dengan fasilitas untuk tamu di kamar, lobby, restoran?

Karena begitu banyaknya biaya yang diperlukan, sales marketing harusi mengejar revenue semaksimal mungkin guna menutupi pengeluaran yang penting dan biaya tak terduga. 

Point ini tak akan menjadi problema bila hotel atau pemilik hotel cukup membayar biaya tersebut. Tentu saja!

5. Reputasi hotel menurun

Pada screenshot nomor satu di atas, adalah salah satu contoh keluhan dari tamu yang diambil dari travel advisor . Ia tinggal di hotel yang sejenis itu dan itulah yang dikeluhkannya. Dalam paragraph terakhir membuktikan bagaimana pegawai hotel malas menindaklanjuti sebab mungkin sudah terlalu sering menerima keluhan serupa. Ini adalah reaksi dan gejala penyakit hotel yang tidak peka terhadap pelayanan yang buruk.

Seperti keluhan Kompasianer, Bapak Yulianto Satmoko dengan artikelnya berjudul 'Pengalaman menginap di Hotel dekat Bandara saat pandemi yang dipakai untuk karantina" Walaupun pembaca tak paham itu terjadi di hotel apa, namun itu satu contoh menurunnya kualitas pelayanan yang berakibat jatuhnya reputasi hotel. 

Keluhan tamu terhadap bellboy yang bermuka masam. Poor guest. (source Trip Advisor)
Keluhan tamu terhadap bellboy yang bermuka masam. Poor guest. (source Trip Advisor)

Keluhan sedemikian apalagi dengan mencantumkan photo berakibat rusaknya reputasi hotel. Brand, image hotel yang dibangun dengan baik akan bertumpu pada reputasi hotel di mata publik. Satu keluhan akan menimbulkan keluhan lain yang sama dan berulang-ulang.

Reputasi hotel harus dijaga sedemikian rupa sejak hari pertama hotel beroperasi sehingga brand dan image hotel terjaga elegant serta berkharisma. Telah banyak contoh hotel yang benar-benar menjaga reputasinya seperti hotel group Marriot, Hilton, Accor, Swiss-Belhotel, dll.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun