Namun tidak untuk Pairun, ia hanya tertawa mengelitik. Sebenarnya dia tak takut, hanya saja ingin menakuti Adi yang memang sudah sangat pucat. "Xi ... xi ... xi ... Lucu kamu Adi!" sambil memegang perutnya, "badan doang besar, sama suara cewek nangis aja takut!"
"Kuntilanak, setaan ...," bentak Adi keras. Napasnya masih kembang kempis, lalu ia duduk di gardu pos itu. "Uh, amit-amit jabang bayi dah di temuin setan. Jangan lagi-lagi dah!"
Tak lama dari arah kanan, pedagang nasi goreng datang.Â
"Nah, ada tukang nasi goreng!" berkata Pairun. "Perutku sedikit lapar, bagaimana kita pesan nasi goreng!"
Adi hanya mesem-mesem. Pairun tahu isyarat wajah Adi jika dia minta di traktir.
"Okey, aku bayarin loe."
Adi tersenyum kecil. "He ... he ... he ... kebetulan aku juga lapar, makasih sobat."
Sedangkan Bang Juki, pedagang nasi goreng, melihat Pairun dan Adi menatap gerobaknya, sudah terbesit di hati kedua orang itu akan memesan nasi gorengnya. "Alhamdulilah, masih ada pembeli," batinnya.Â
Tok
Tok
Tok