Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Cerpen I Lebaran Ini Saya Gak Pulang

1 Juni 2019   00:24 Diperbarui: 1 Juni 2019   00:32 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Meja besar bulat yang ada di ruang tengah tertata rapi. Berbagai kue lebaran telah disiapkan. 5 hari menjelang Hari Raya Idul Fitri menjadi hari-hari yang istimewa buat Ibu Kesih. Ibu yang berumur setengah baya itu sumringah menata berbagai bingkisan dan kue lebaran di meja tengah.
Sang suami, pak Hasan yang sedari tadi ikut membantu tampak senyum-senyum. Raut wajahnya dibalut kebahagiaan. Ibu Kesih yang ada di depannya membalas dengan senyuman pula.

"Bu, semoga lebaran tahun ini, anak-anak dan cucu kita bisa kumpul bersama untuk merayakan Lebaran" kata Pak Hasan kepada Bu Kesih yang masih sibuk merapikan meja bundar.
"Insya Allah pak, ibu bahagia jika Kemal dan Ratih bisa pulang Lebaran tahun ini" jawab Bu Kesih meyakinkan suaminya.
"Bapak sudah tak sabar lagi berkumpul bersama mereka bu. Kangen rasanya ingin ngobrol sama cucu-cucu bapak" wajahnya menatap dinding. Membayangkan bahagianya anak-anak dan cucu-cucunya kumpul bersama.
"Tapi pak. Kok perasaaan ibu gak enak ya. Sampai hari ini anak-anak kita belum ada yang kasih kabar, telepon kek. Kan, sekarang jaman canggih. Hape pemberian anak kita tak ada suara sama sekali" wajah bu Kesih sedikit mengernyitkan dahi.
"Ibu, gak usah khawatir. Kan, Anak-anak kita biasanya kalo mau pulang telepon dulu 2 hari menjelang hari Lebaran"
"Bapak kangen banget ya?"
"Ya jelas toh bu. Kalau ibu?"
"Ibu pengin banget ketemu Ratih. Hampir setahun ibu gak ketemu sejak pisah sama suaminya, Farhan. Kasihan dia, harus mengurusi 3 anaknya sendirian. Aku kangen banget pak. Kangenn ..." matanya berkaca-kaca.
"Bapak juga kangen Kemal, anak kita. Dia anak penurut yang gak neko-neko sejak kecil. Apalagi 2 cucunya" pak Hasan tampak sedih.
"Coba ibu telepon Kemal ya pak"
"Coba saja bu. Biar tahu kapan mudiknya" kata pak Hasan meyakinkan.

Ibu Kesih mencoba telepon nomornya Kemal. Tetapi, ibu Kesih menggeleng dan menatap tajam ke pak Hasan. Ia sedih karena tiada jawaban dari anaknya.

"Coba, ganti telepon Ratih bu" suruh  pak Hasan.
"Sama pak, telepon Ratih juga gak ada yang jawab" jawab ibu Kesih dengan sedikit lemas. Ditaruh hapenya pelan-pelan di atas meja.
"Mungkin, anak-anak sudah lupa sama kita pak. Gak mau ketemu orang tuanya" kata ibu Kesih.  
"Entahlah bu ..."jawab pak Hasan pelan dan merebahkan tubuhnya di kasur.

***
Langkah kaki Kemal menuju rumah Suparman.  

"Assalamualaikum ...." suara Kemal mengisi ruangan sang empunya rumah.
"Walaikum ssalam .... Ehhh mas Kemal. Monggo, monggo pinarak. Ada apa nih gerangan mas Kemal. Pagi-pagi sudah mampir" tanya Suparman penasaran.
"Begini mas. Mau tanya. Mas Parman pulang mudiknya kapan?" Tanya Kemal.
"Rencananya sih besok mas" jawab Suparman mantap.
"Kalo boleh tahu, bisa gak numpang mudik bareng mas. Mungkin ada tempat duduk kosong" katanya memohon.
"Maaf banget mas Kemal. Waduh, semalam kebetulan banget adik saya mbak Asih juga kebetulan ikut numpang, sudah janji menyanggupi. Kalau boleh tahu, tumben mas Kemal mau numpang. Emang mobil Kijangnya ke mana mas?" tanya Suparman penasaran mendekati tempat duduk Kemal.
"Nah itu mas. Saya lagi ketiban apes. Mobil Kijang saya dipinjam oleh saudaranya teman kantor saya, tapi sudah seminggu belum dikembalikan. Saya sudah lapor polisi sih atas kehilangan mobil saya. Kebetulan aku ada uang, tetapi buat uang pangkal sekolah anak mau masuk SMA. Saya bingung banget. Bapak dan ibu sering uring-uringan kalau kami gak mudik"
"Saya ikut prihatin mas Kemal. Saya pengin bantu, tapi kondisi saya juga pas-pasan. Gaji PNS saya dapat potongan setiap bulan buat cicilan mobil. Oh, iya. Semalam juga bapakmu telepon saya. Katanya mas Kemal dan mbak Ratih gak jawab panggilannya. Saya jawab, "mboten ngertos pak'e".
"Lah iku mas. Kulo nggih bingung tenan iki. Hapeku tak matiin karena gak enak ngasih tahu ibu dan bapak" jawab Kemal
"Coba saya telepon bapakmu ya" jawab Suparman sambil menekan nomor hape yang dituju, pak Hasan.
"Tapi jangan bilang saya di sini mas. Saya gak mau nyakitin hati bapak dan ibu" jawab Kemal tertunduk lesu.
"Nah, ini nyambung. Assalamualaikum pak Hasan, kulo Suparman. Pripun kabaripun. Nggih, nggih pak'e. Mas Kemal sampUn sanjang sareng kulo. Piyambakipun mboten saged mulih pak. Duko, masalahipun punapa, kulo mboten ngertos. Nggih, mangke kulo sampeakaen .. Waalaikum salam " Suparman mengangguk-angguk dan menutup pelan. Wajahnya ikut sedih.
"Pripun mas" Tanya Kemal penasaran.  
"Bapak bilang. Senang jika mas Kemal  dan mbak Ratih bisa mudik. Dan, mas Kemal ...ibumu sakit gak mau makan sejak 2 hari lalu. Kata Bapakmu, beliau sering mengigau manggil-manggil kamu"
"Subhanallah" jawab Kemal sedih. Wajahnya tertunduk lesu. Bayangan tak bisa mudik ada di depan mata. Serta, bayangan ibu yang disayangi tampak jelas di pelupuk mata.

***

Kringggg ...
Panggilan telepon diterima di seberang sana.
"Ratih, pulanglah nak kumpul sama bapak ibu saat lebaran" ajak pak Hasan memelas.
"Maafkan saya pak'e, lebaran ini saya gak bisa pulang. Ratih juga pengin mudik, tapi  Tito sama Lisa mau masuk SMP dan SMA pak.. Keluar biaya banyak" jawab Ratih sedih.
"Kamu gak sayang bapak nduk. Kamu gak sayang ibu. Kamu tahu gak, mbokne sekarang ssakit. Terbaring di tempat tidur suddah 3 hari. Dia kangen. Nduk ... halo halo " air mata pak Hassan mulai meleleh indah. Ia merasa bahwa anknya mulai gak peduli sama dirinya dan ibunya.
Sementara Ratih tidak kuat untuk melanjutkan hubungan teleponnya. Wajahnya mulai sedih. Tak terasa air matanya membasahi pipinya.
Tito dan Lisa yang sedari tadi duduk dekat dengannya ikut sedih melihat ibunya.
"Mama  kenapa kok nangis" Tanya Tito.
"Iya. Mama kenapa nangis" Tanya Lisa penasaran.
"Yangti nak, yangti sakit. Dia kangen pengin ketemu kita di malam Lebaran besok.
"Andaikata papa ada Tito, pasti kita bisa mudik ke rumah Yangkung dan Yangti" kata Lisa.
Ratih tidak bisa berkata apa-apa. Dia mencoba untuk memeluk kedua anaknya.
"Papa sudah tenang di Surga nak" sambil menyeka air matanya.

****

Malam lebaran tiba.
Bunyi petasan mengisi sunyinya malam Idul Fitri. Anak-anak kecil, berjalan menyusuri desa sambil membawa obor. Bunyi takbir di masjid tak henti-hentinya memuji kebesaran Allah SWT. Tanda kemenangan umat Islam setelah 1 bulan berpuasa di bulan ramadhan.
Berbeda dengan kondisi kamar pak Hasan. Rumah berpagar kayu itu justru sepi. Dua lampu obor yang dibuat pak Hasan 5 hari lalu tertancap di pintu masuk halaman rumah. Tampak 2 orang ibu tetangga pak Hasan.
Bu Kesih masih demam tinggi. Ia terbaring lemah di tempat tidur. Pak Hasan dan 2 orang tetangganya setia menemani.

"Perlu dikompres pak Hasan biar panas turun" kata bu Indri salah satu dari tetangga pak Hasan.
'Ya pak Hasan, biar cepat sembuh. Kasihan bu Kesih. Malam Lebaran ini, kok Kemal sama Ratih belum pulang juga ya" kata bu Rita tetangga satunya.
"Anak saya memang sudah gak ingat kami bu. Mereka gak ingat di mana mereka dibesarkan" jawab pak Hasan.
"Mungkin, mereka dalam perjalanan pak" kata bu Rita.
"Sampai sekarang hingga ibunya masih sakit gak ada info mau pulangnya kapan bu?" jawab pak Hasan kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun