Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Perlunya Melindungi Museum Trinil Sebagai Warisan Budaya Purbakala

30 Juli 2017   23:37 Diperbarui: 31 Juli 2017   00:02 2512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fosil kerang Tridagna (Sumber: dokumen pribadi)

Menurut sejarah menyatakan bahwa berdirinya Museum Trinil tidak terlepas dari jasa seorang Wirodiharjo (Wirobalung) sejak tahun 1967 yang mempunyai gagasan untuk mengumpulkan fosil yang sering dijumpai di tepian Sungai Bengawan Solo dan disimpan di rumahnya. Selanjutnya, pada tahun 1980/1981, Pemda memfasilitasi dengan membangun Museum Mini untuk menyimpan fosil-fosil yang disimpan oleh Wiradiharjo (almarhum) tersebut. Tahun 1981, Pemerintah Provinsi membangun museum Trinil yang bertepatan dengan 100 tahun penemuan Phitecanthropus Erectus dan diresmikannya oleh Gubernur Jatim Soelarso pada tanggal  20 November 1991.

Pamflet sejarah Museum Trinil (Sumber: dokumen pribadi)
Pamflet sejarah Museum Trinil (Sumber: dokumen pribadi)
Ketika saya mengeksplorasimuseum, saya terpesona dengan koleksi museum yang luar biasa dan selama ini saya lihat dalam berbagai iterature.  Saat, saya melihat-lihat koleksi sambil membayangkan betapa hebatnya gajah raksasa yang sebesar patung yang terdapat di depan museum hidup di sekitaran museum.

Patung gajah raksasa di depan pintu masuk museum (Sumber: dokumen pribadi)
Patung gajah raksasa di depan pintu masuk museum (Sumber: dokumen pribadi)
Namun, salah satu koleksi dari museum Trinil yang sudah mendunia adalah temuan dari Eugene Dubois berupa fosil dari Pithecanthropus Erectus atau Manusia Kera yang berjalan tegak. Yang menurut teori Darwin bahwa manusia kera tersebut akan berevolusi menjadi manusia modern yang kita alami sekarang ini. Dan, ini adalah penemuan yang membuka mata kita betapa kehidupan manusia purbakala menjadi ilmu yang harus dipahami.

Patung rekaan Pithecantropus Erectus (Sumber: dokumen pribadi)
Patung rekaan Pithecantropus Erectus (Sumber: dokumen pribadi)
Koleksi lain yang tidak bisa saya sebutkan secara komplit sungguh memberikan khasanah ilmu tentang sejarah purbakala. Anda bisa melihat koleksi dari kerang purbakala, rusa, kerbau dan gajah raksasa yang hidup di sekitar Sungai Bengawan Solo. Bahkan, salah satu karyawan Museum justru menjadi penyokong koleksi fosil yang ditemukannya. 

"Mas, kalo ada dana dan pemerintah daerah serius untuk mngadakan penggalian lagi di sungai bengawan Solo, bisa ditemukan lagi berbagai macam fosil" terangnya. 

Oh, ya? Saya benar-benar kaget. Sungguh, lokasi situs yang harus tetap terjaga.  Tentunya, membutuhkan kepedulian, pengawasan, perawatan dan dana yang berasal dari berbagai pihak. 

Fosil kerang Tridagna (Sumber: dokumen pribadi)
Fosil kerang Tridagna (Sumber: dokumen pribadi)
Fosil Kerbau Raksasa (Sumber: dokumen priadi)
Fosil Kerbau Raksasa (Sumber: dokumen priadi)
Fosil tulang kaki atas rusa (Sumber: dokumen pribadi)
Fosil tulang kaki atas rusa (Sumber: dokumen pribadi)
Koleksi lain yang menarik perhatian saya adalah bentangan fosil gading gajah raksasa yang panjangnya kurang lebih 2 meter. Kita memahami bahwa gading gajah hingga kini masih menjadi perburuan para mafia purbakala  di pasar gelap internasional. Oleh sebab itu, keberadaan fosil di Museum Trinil adalah nilai yang luar biasa. Kita perlu menjaganya dari tangan-tangan jahil. 

Fosil gading gajah raksasa (Sumber: dokumen pribadi)
Fosil gading gajah raksasa (Sumber: dokumen pribadi)
Kita semua berharap agar keberadaan Museum Trinil tetap ada sebagai bahan ilmu pengetahuan generasi sekarang dan yang akan datang. Perlu kepedulian dari berbagai pihak khususnya Pemerintah Daerah agar Museum Trinil bisa seperti Museum Sangiran yang telah mengantongi predikat dari UNESCO. Di mana, dengan diakuinya UNESCO maka perkembangan Museum Trinil akan mengikuti perkembangan di era digital.

Museum Trinil bukan hanya sebuah rumah yang berteman sepi yang makin lama mengalami kerusakan atau kemunduran. Tetapi, Museum Trinil hendaknya menjadi lading ilmu bagi generasi bangsa. Apalagi, perkembangan museum yang modern akan menjadi objek wisata yang menarik bagi siapapun. Siapapun bisa mengakses kondisi museum yang layak dikunjungi dari manapun melalui ranah digital.  Lebih asyik lagi jika menggunakan Teknologi 4,5G provider XL yang mempunyai kecepatan tinggi maka informasi Museum Trinil bisa menjadi objek wisata yang mengagumkan dari manapun. Save Museum Trinil!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun