Epictetus, filsuf Stoik asal Yunani, lahir sebagai budak namun menjadi salah satu pemikir moral terbesar pada masanya. Ia mengajarkan bahwa kebahagiaan dan penderitaan manusia bergantung pada cara berpikir, bukan pada keadaan luar. Dalam The Enchiridion, ia membedakan dua hal penting:
1. Hal yang dapat dikendalikan : pikiran, penilaian, dan tindakan kita sendiri.
2. Hal yang tidak dapat dikendalikan : tubuh, reputasi, kekayaan, dan opini orang lain.
Kunci berpikir positif menurut Epictetus terletak pada fokus terhadap hal-hal yang berada dalam kendali diri. Ketika seseorang menerima kenyataan yang tidak dapat diubah dan mengarahkan energi pada tindakan yang bisa ia kontrol, maka ia mencapai kebebasan batin sejati.
Kutipannya yang terkenal: "It's not what happens to you, but how you react to it that matters."
Prinsip ini menunjukkan bahwa reaksi rasional jauh lebih menentukan kebahagiaan dibandingkan situasi eksternal. Dalam konteks modern, ajaran Epictetus melatih kemampuan emotional intelligence atau mengelola emosi agar tetap positif dan tidak reaktif terhadap tekanan hidup.
Bayangkan seseorang yang kehilangan pekerjaan secara mendadak.
Secara alami, ia mungkin merasa hancur, kecewa, atau marah.
Namun, dengan berpikir seperti Nietzsche, ia berkata dalam hatinya:
"Ini adalah bagian dari perjalanan hidupku. Aku akan mencintai pengalaman ini sebagaimana aku mencintai keberhasilanku. Dari sini aku akan belajar dan bangkit."
Sikap ini bukan penyerahan diri, tetapi penerimaan aktif dan afirmasi terhadap kehidupan.
Dengan mencintai takdir, ia tidak menjadi korban keadaan, melainkan pencipta makna dari pengalamannya sendiri.
Ia menegaskan kehidupan (affirmation of life) dan menjadikan penderitaan sebagai bahan untuk tumbuh lebih kuat.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!