Mohon tunggu...
Cantika Ayu
Cantika Ayu Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dan Menulis adalah jendela dunia

Membaca dan Menulis adalah jendela dunia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Candu yang Menyiksa: Toxic Relationship, Lanjut atau Sudah?

19 Oktober 2021   21:13 Diperbarui: 20 Oktober 2021   21:48 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kekerasan seksual juga masuk ke dalam bentuk kekerasan yang dilakukananak muda dalam hubungan romantis, akan tetapi kekerasan seksual ini pada umumnya dianggap sebelah mata oleh berbagai pihak alasanya adalah anak muda yang berpacaran melakukan hal tersebut atas dasar suka sama suka. Tetapi jika ditelusuri lebih lanjut ketika dua orang muda mudi memiliki hubungan namun salah satunya tidak mengizinkan melakukan hal tersebut maka dapat dikatakan sebagai kekerasan seksual. Kekerasan seksual ini dapat berbagai macam seperti mencium, menyentuh area intim, hingga melakukan pemerkosaan dengan paksaan, ancaman, atau intimidasi.

Toxic relationship yang terjadi diawalai dengan kekerasan verbal yang penuh emosi, seperti hal yang kita ketahui bahwa karakter dari anak muda adalah egois. Permasalahan dalam hubungan merupakan hal yang biasa, namun ketika sifat egois ini muncul maka akan memperburuk keadaan. Ketika permasalahan yang seharusnya diselesaikan bersama tetapi jika salah satunya mementingkan dirinya sendiri atau menginginkan dirinya menang maka permasalahan tak terselesaikan. Jika permasalahan tidak dapat selesai maka akibatnya dapat memunculkan kekerasan verbal ini. bentuk kekerasan verbal ini dapat berupa berbicara kasar, umpatan, menuduh pasangan melakukan hal yang tidak pantas dengan tuduhan yang tidak berdasar, hingga menghina di depan umum. Kekerasan verbal biasanya terjadi ketika anak muda sedang marah, emosional yang memuncak.

Tingkat selanjutnya dalam toxic relationship adalah kekerasan seksual, yaitu segala sesuatu yang melibatkan fisik namun berbalut dengan bujukan, rayuan manis, janji. Situasi yang terjadi adalah ketika anak muda dapat mengontrol pasangannya dengan bujuk rayuan korban mau melakukan tindakan tersebut. Kekerasan seksual yang paling jelas terlihat adalah pemerkosaan. Kekerasan sesksual juga dapat berupa pemaksaan untuk melakukan ciuman, menyentuh area intim. Banyak anak muda yang tidak menyadari bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari kekerasan seksual. Mereka menganggap bahwa itu adalah perbuatan yang wajar dalam hubungan pacaran.

Pada tingkat selanjutnya adalah ketika dalam suatu hubungan pasangan melakukan kekerasan fisik. Kekerasan yang dilakukan berupa mencubit, memukul, menendang, hingga mencekik.

Umumnya kekerasan dilakukan kepada pihak yang dianggap lemah, kebanyakan kasus toxic relationship ini menyerang perempuan hal ini tercatat terdapat 1.309 kasus kekerasan dalam pacaran yang ditangani oleh lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sepanjang tahun 2021. Kekerasan bukan hanya bisa dirasakan oleh pihak perempuan, tetapi laki-laki pun juga mempunyai kemungkinan besar untuk menjadi korban.

Fenomena ini jika dilihat menggunakan perspektif teori, toxic relationship yang sedang marak terjadi di kalangan anak muda ini dapat dikaitkan dengan teori pertukaran sosial yang dicetuskan oleh George C. Homans.  Menurutnya dalam hubungan sosial antar individu atau kelompok saling melakukan pertukaran baik materi maupun non materi.  Pertukaran sosial ini berbeda dengan pertukaran ekonomi karena melibatkan "emosi" dari kedua belah pihak. Manusia pada dasarnya tidak mencari keuntungan maksimum, tetapi mereka senantiasa ingin mendapatkan keuntungan dari adanya interaksi yang mereka lakukan dengan manusia lain (Wardani, 2016).

Awalnya dalam hubungan pacaran kedua muda mudi akan saling membagi kebahagiaan, kesenangan, serta emosinya berupa rasa kasih sayang, dan cinta. Kedua belah pihak akan saling menginginkan untuk merasakan timbal balik dari apa yang telah dia berikan. Setiap aktivitas yang dijalani oleh anak muda akan berorientasi pada hal yang menguntungkan untuk dirinya.

Dengan melakukan pacaran maka anak muda akan merasakan perasaan yang menyenangkan, jatuh cinta, berbagi kasih sayang. Berbagai usaha dilakukan oleh anak muda untuk mendapatkan afeksi yang diberikan oleh pasangannya, misalnya seperti membelikan hadiah, mengajak jalan-jalan, dan menghabiskan waktu bersama.

Tetapi jika hubungan kedua belah pihak sudah menjadi racun, maka keuntungan sudah tidak ada lagi yang didapatkan. Toxic relationship hanya akan mendatangkan kerugian. Kekerasan yang diberikan akan membuat luka yang sulit untuk disembuhkan. Banyak faktor yang membuat anak muda dapat melakukan tindakan kekerasan dalam hubungan pacaran yaitu karena pengulangan kembali tindakan masa lalu yang terjadi padahal sudah mendapatkan hukuman namun hal ini sudah menjadi kebiasaan. Selain itu faktor lainnya berkaitan dengan teori pertukaran sosial yaitu  ketika anak muda ini sudah merasa memberikan semuanya namun pasangannya dianggap tidak memberikan hal serupa sehingga membuat perasaanya kecewa dan melampiaskannya. Alasan tersebut tentunya tidak menjadi sebuah pembenaran, karena kekerasan tetaplah kekerasan.

Jika dikaitkan dengan teori pertukaran sosial, manusia pada dasarnya mencari keuntungan dalam interaksi dengan manusia lain, namun ketika tidak lagi merasakan adanya keuntungan maka akan memutuskan interaksi. Hal ini masih sulit untuk diterapkan bagi yang sedang mengalami toxic relationship. Anak muda yang sedang terjebak di toxic relationship cenderung sulit untuk keluar, alasannya adalah karena rasa sayang kepada pasangannya. Rasa sayang itu begitu besar hingga dapat mengalihkan rasa sakit dalam hubungan toxic, memaafkan segala kesalahan yang telah dibuat.

Seseorang yang enggan keluar dari hubungan toxic relationship karena tidak mau keluar dari zona nyaman. Ketika sudah memutuskan hubungan maka ia harus beradaptasi suasana baru seperti tidak ada lagi pesan singkat dari dia, tidak lagi menerima kasih sayang dari dia, dan lainnya. Adaptasi dengan hal baru memang sulit dan memerlukan waktu yang cukup banyak. Sehingga banyak anak muda yang masih menetap di hubungan yang membuatnya sakit yang membuatnya ketagihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun