Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menatap Kembali Kekelaman Dayah Tradisional dan Tantangan Santri Milenial Era 5.0

23 Oktober 2021   11:36 Diperbarui: 25 Oktober 2021   10:11 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hari Santri Nasional (Dokpri)

Umumnya materi ajar di Dayah seputar kitab kuning atau Arab gundul yang membahas secara mendalam tentang ilmu agama. Mulai dari masalah tauhid, fiqih, muamalah, dan tasawuf. Didalamnya juga dirincikan tentang kepemimpinan dan sejarah Islam.

Kitab-kitab pegangan utama merupakan karangan ulama-ulama besar Islam. Dayah di Aceh sendiri lebih dominan bermazhab Syafi'i atau ahlussunah waljamaah. Kurikulum tersebut telah digunakan sejak ratusan tahun dan tidak ada penyimpangan pada amalannya.

Dayah di Aceh adalah pelopor pendidikan agama Islam di Indonesia bahkan di Asia Tenggara, yang berfokus untuk mencetak ulama dan pendidikan umat. Dayah Cot Kala merupakan Dayah pertama di Aceh bahkan di Asia Tenggara. 

Prof. Ali Hasyimi seorang Sejarawan Aceh, berpendapat bahwa Dayah masuk ke Aceh sejak awal berdirinya Kerajaan Islam Pereulak pada Muharram 225 H/840 M. Hal ini ia tuangkan dalam jurnal penelitian yang dilakukannya.

Sejak berdirinya Dayah Islam diberbagai penjuru Aceh yang saat ini sudah mencapai usia 1.181 tahun kokoh mempertahankan sistem pembelajaran secara tradisional yakni membaca, mensyarah, dan mengamalkan. Hampir tidak ada pengembangan ilmu secara lebih mendalam dan luas diluar kitab-kitab yang diajarkan di tersebut.

Secara kelembagaan, Dayah juga mengalami pasang surut. Perkembangan Dayah pernah mengalami kemunduran terutama pada masa kolonial atau penjajahan, baik masa Belanda maupun Jepang. Mereka melakukan berbagai cara untuk menghambat kemajuan pendidikan umat terutama pendidikan Islam.

Belanda sangat kuatir terhadap semangat ulama membela agama dan melawan penjajahan. Ulama sangat berperan menggerakkan perang jihad fisabilillah untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda.

Oleh karena itu bermacam propaganda pun dilancarkan untuk melemahkan fungsi Dayah sebagai pusat pendidikan umat. Salah satu propaganda paling terkenal yang dilakukan pihak Belanda yaitu kehadiran Snouck Hurgronje yang berpura-pura menjadi ulama.

Masa kemunduran Dayah juga dialami pada masa paska kemerdekaan, tepatnya pada zaman orde baru. Ketika itu Aceh sedang dilanda konflik berdarah yang mengakibatkan Dayah menjadi lumpuh.

Saat konflik antara GAM dan TNI, Dayah menjadi sasaran untuk dilemahkan. Sama seperti kekuatiran Belanda, pihak pemerintah orde baru merasa takut jika kekuatan Dayah bangkit untuk melawan.

Selain banyak Dayah yang sengaja dibakar, dirusak, dan dimasukkan dalam daftar merah. Ulama, santri, dan guru pengajar juga mendapatkan perlakuan yang tidak senonoh. Ada yang dibunuh, dipukuli, dan diancam tembak ditempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun