Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menatap Kembali Kekelaman Dayah Tradisional dan Tantangan Santri Milenial Era 5.0

23 Oktober 2021   11:36 Diperbarui: 25 Oktober 2021   10:11 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hari Santri Nasional (Dokpri)

Dari amatan penulis di beberapa Dayah yang sebagian besar santrinya adalah milenial, pelarangan menggunakan handphone dilingkungan belajar masih berlangsung. Santri begitu juga guru tidak dibenarkan menggunakan alat tersebut dengan tujuan agar lebih fokus dalam belajar.

Namun di Aceh sistem pendidikan dayah sebetulnya sudah disetarakan dengan pendidikan umum. Artinya konsep belajarnya sudah pula menganut model pembelajaran modern dengan mengoptimalkan fungsi teknologi informasi.

Dayah dengan segenap pengalaman yang dimiliki dalam membangun peradaban ilmu agama, tentu saja tidak boleh berdiam diri untuk beradaptasi dengan lingkungan yang semakin berubah. Bukan pula ikut terbawa arus zaman, namun nilai-nilai kesalehan sosial sesuai kebutuhan zaman yang ditanamkan pada santri juga perlu diharmonisasikan.

Bagaimana pun, ketika masa studi santri telah selesai di Dayah, mereka akan kembali ke masyarakat. Mereka menjadi ujung tombak ditengah-tengah umat untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Disinilah kompetensi mereka diuji dengan sesungguhnya.

Sementara era 5.0 telah membawa berbagai persoalan baru dalam kehidupan sosial masyarakat. Teknologi digital menciptakan perilaku salah kaprah dan hantaman degredasi moral dikalangan umat.

Sebaliknya, santri yang dulunya belajar di Dayah namun buta terhadap teknologi informasi, maka sebagai agen perubahan mereka akan mengalami bermacam hambatan untuk menyelesaikan masalah keumatan yang kian individualis dan miskin nilai spiritual.

Mengapa? Karena mereka tidak mengalami secara langsung dan kurang memiliki literasi teknologi informasi yang mumpuni. Malah yang dikuatirkan mereka akan menjadi bulan-bulanan ditengah lautan dunia digital akibat kurang belajar.

Penulis tidak mengatakan teknologi itu sebagai tuhan. Akan tetapi kehidupan manusia hari ini hampir seluruh aspek tidak dapat dipisahkan dengan Internet. Perangkat digital menjadi senjata untuk mempertahankan diri (at least), jika tidak mau digunakan sebagai alat untuk menyerang musuh.

Saya kira Anda paham dengan apa yang saya maksudkan tersebut. Ilmu agama sangat penting untuk mengarahkan kehidupan ke jalan yang lurus, namun menguasai teknologi informasi juga penting sebagai alat bantu untuk meluruskan sesuatu yang bengkok.

Sebab itulah, revolusi Dayah pada aspek industri 5.0 mutlak dilakukan. Dayah harus terintegrasi dengan layanan internet, terbiasa dengan budaya digital, menguasai teknologi informasi, dan siap mengisi konten (content creator) untuk berdakwah dan menyeru umat pada jalan yang benar (jihad fisabilillah).

Semoga ada manfaatnya. Allahu'alam. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun