Mohon tunggu...
Rudi Candra Simbolon
Rudi Candra Simbolon Mohon Tunggu... Guru - Teacher in the elementary school of Muhammadiyah 1 Aekkanopan, Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Guru dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Fenomena Rapor: Semua Anak Itu Hebat

21 Desember 2019   16:28 Diperbarui: 21 Desember 2019   19:01 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banyak variabel dalam menentukan kesuksesan seorang anak. Prof. Imam Robandi. (Sumber foto: tubeid.co)

Pada umumnya diseluruh penjuru Nusantara dipenghujung akhir bulan Desember seluruh sekolah, mulai dari tingkat usia dini, sekolah dasar, menengah, atas bahkan perguruan tinggi akan menerima laporan hasil belajar atau yang akrab ditelinga kita dengan sebutan Raport.

Bagi sebagian orang tua, menerima hasil belajar ini menjadi hal yang ditunggu-tunggu. Sebab, sebagian dari mereka menganggap angka/ nilai adalah menjadi tolak ukur kepintaran atau kesuksesan seorang anak. biasanya kalau nilai yang diperoleh anak itu tinggi, orang tua dengan bangganya memperlakukan anak dengan special. lain halnya kalau anak memperoleh nilai yang rendah, maka orang tua biasanya selalu membanding-bandingkan anaknya dengan teman-teman yang lain. 

Beberapa tahun belakangan ini, sering kita lihat di media elektronik, sebut (tv maupun hp) kita disuguhkan dengan ilmu Parenting (bagaimana mendidik anak yang benar). disana mereka menjelaskan bahwa semua anak itu hebat, semua anak itu bintang mungkin saja orang tua maupun guru yang belum dapat mengenali potensi yang ada pada diri anak, serta methode apa yang harus dilakukan orang tua atau guru untuk mewujudkan potensi anak tersebut.

Mungkin atas dasar inilah seluruh pakar parenting sepakat mengemukakan bahwa semua anak itu hebat, semua anak itu bintang, semua anak itu juara,tidak ada satupun ciptaan Tuhan yang Maha Esa produk gagal.

Orang tua menjadi garda terdepan dalam mendidik anak-anak, pendidikan karakter, sikap maupun adab secara keseuruhan harus berangkat dari rumah atau lingkungan sekitar anak. Sebagai orang tua kita harus peka dengan pendidikan anak di dalam rumah, jangan sampai peran ini dipindah alihkan kepada pembantu maupun lainnya.

Bagi kita yang berprofesi sebagai guru, harus paham betul bahwa memang semua anak itu hebat. hanya saja mungkin kita belum menemui cara yang tepat untuk transper knowledge kepada si anak. Bertahun-tahun mengajar memang saya merasakan betul bahwa harusnya sebagai fasilitator yang baik bagi peserta didik hendaknya kita harus banyak mengalah, sabar, serta tidak henti-hentinya untuk menemukan jurus-jurus jitu dalam menaklukkan anak di dalam kelas.

Beradaptasi, berteman serta bermain bersama mungkin beberapa jurus jitu yang harus di memiliki guru, sehingga kita tahu persis bagaimana kepribadian si anak. Lebih jauh lagi, kalau seorang guru sering melakukan visit home kepada peserta didiknya. Jurus inilah yang sering dilakukan seorang fasilitator handal.

Seorang anak hadir ke sekolah, dia ceria dan senang. Itu sudah memperoleh nilai yang sangat baik. Tinggal lagi seorang guru harus bisa menyesuaikan diri, bagaimana cara si anak untuk memperoleh ilmu dari sang guru. Maka dari itu sebagai coach harus bisa menyesuaikan dirinya kepada sang murid. Mengetahui kelebihan dan kelemahan murid itulah menjadi dasar kita berdiri tegak sebagai guru.

Frank namanya, siswa kelas IVB SD Muhsaka Labura, ia sangat rajin sekolah, menulis atau tidak itu urusan belakang. yang terpenting bagi saya tidak pernah lupa selalu melibatkannya dalam berbagai aktivitas pembelajaran. dengan melibatkannya, tanpa ia sadari bahwa saya sedang melatih dirinya mulai dari kedisiplinan, sikap, keterampilan dll.

Prof Imam Robandi (Sekretaris dewan profesor ITS) mengatakan: Bahwa banyak variabel dalam menentukan kesuksesan peserta didik. Mari sama-sama berfikir objektif bahwa kepintaran/ kesuksesan tidak hanya diukur dari nilai pengetahuan semata.

Espektasi yang terlalu tinggi juga selalu jadi hantu yang mengiringi langkah-langkah kita. Keinginan orang tua ini dan itu. Bahkan sering sekali membandingkan anak kita dengan anak orang lain. Begitu halnya dengan guru, ingin ini dan itu. Sehingga mustahil kita bertemu digaris finis yang sama. Kalaupun bertemu lagi-lagi anak yang akan menjadi korban. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun