Mohon tunggu...
Candra Permadi
Candra Permadi Mohon Tunggu... Penerjemah - r/n

r/n

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Peralihan Antar Generasi Portland Trail Blazers

28 Januari 2023   12:10 Diperbarui: 28 Januari 2023   12:16 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bill Walton ngirim umpan (Duke Basketball Sport)

Portland Trail Blazer termasuk tim yang langka di NBA. Bersama Houston Rockets dan San Antonio Spurs, Blazers termasuk tim yang konsisten berada di jalur playoff, meski jumlah kemenangannya dari musim ke musim tidak selalu menggembirakan.

Kalaupun tidak lolos, tidak perlu waktu terlalu lama bagi Blazers, untuk setidaknya kembali mengarah ke jalur tersebut. Terakhir kali Blazers absen cukup lama di babak playoff adalah musim 2004 hingga 2008, di mana pada periode tersebut, para pemain muda yang mereka pilih lewat draft kelak membantu Blazers tampil lebih konsisten di kemudian hari, termasuk menjadi mentor bagi para pemain di era peralihan (2015) yang bahkan penampilannya mungkin tidak diduga fans atau manajemen Blazers.

Bermain tanpa para pemain kunci jangkung yang mulai bermain bersama setidaknya sejak tahun 2009, seperti shooting guard Wes Matthews (196 cm), small forward Nic Batum (203 cm), dan LeMarcus Aldridge (213 cm) yang praktis bermain untuk Blazers setidaknya di tahun kedua bermain di NBA, para pemain muda yang mengisi peran ketiganya malah tampil menjanjikan meski rata-rata hanya dikontrak satu musim, sebut saja small forward Al Forouq Aminu  dan Moe Harkless (206 cm), atau center Mason Plumlee (213 cm) yang lumayan punya visi bagus, meski akurasi lemparan bebasnya cenderung kurang konsisten.

Mayoritas pemain cadangan ini justru bisa bermain padu dengan para pemain muda Blazers, yang juga lebih sering menjadi cadangan di musim sebelumnya seperti shooter inkonsisten Allen Crabbe (196 cm), penembak jitu jangkung, Meyers Leonard (216 cm), dan guard mungil jago tembak CJ McCollum (191 cm) yang belakangan tampil konsisten bersama New Orleans Pelicans.

Channel: FreeDawkins

Praktis cuma Damian Lillard (188 cm) yang menjadi langganan starter sejak didraft tahun  2012. Lillard, buat saya pribadi, merupakan Steph Curry (2,0), lantaran punya konsistensi dan gaya permainan yang mirip, termasuk dari finishing bawah jaring yang makin matang dan tembakan tiga angka dari jarak yang nggak masuk akal.

Dari postur dan gaya bermain Blazers baru tersebut sepertinya sudah bisa ditebak kenapa mereka bisa tampil bagus meski baru bermain satu musim bersama.

Berbekal gaya bermain yang mirip dengan era Aldridge cs, di atas kertas, para pemain baru tidak terlalu kesulitan beradaptasi dengan gaya permainan NBA yang mulai getol memainkan skema permainan yang mengandalkan akurasi tembakan tiga angka, terlebih pemain seperti Aminu berkembang menjadi defender sekaligus penembak jitu di pojokan, meski musim-musim sebelumnya akurasi tembakan tiga angka Aminu terbilang biasa.

Belum lagi, para rookie binaan Blazers sejatinya merupakan pemain matang pohon lantaran pemain seperti McCollum, Leonard, bahkan Lillard memutuskan mondok lebih lama di kampus sebelum terjun ke NBA.

Sayang, begitu kontrak pemain-pemain muda ini diperpanjang, grafik penampilan mereka tidak terlalu bekembang sesuai harapan. Tercatat mulai tahun 2015, penampilan Blazers lebih sering mulai menanjak di bulan januari atau februari, kala tiap tim mulai menggeliat di bursa perpindahan pemain, yang turut meningkatkan penampilan Blazers di sepertiga bagian akhir babak reguler, seperti kehadiran Jusuf Nurkic dari Denver Nuggets pada pertengahan februari 2017 (-sampai sekarang), guard/forward produktif Rodney Hood, serta center Enes Kanter awal februari 2019.

Blazers juga mendatangkan mendatangkan Eric Bledsoe dan Justise Winslow pada periode yang sama tahun lalu, tapi  hasilnya tidak sebagus musim-musim sebelumnya yang minimal melaju ke putaran pertama babak playoff.

Penampilan Blazers senantiasa dianggap terlambat panas lantaran Blazers memiliki duet guard yang terlalu produktif namun mungil, termasuk juga pelapisnya  yang sejatinya nggak mungil-mungil amat seperti Shabbaz Nappier-Pat Connoughton (2018), Seth Curry-Roodney Hood (2019), Gary Trent-Norman Powell (2021).

Musim ini, tanpa kehadiran McCollum sejak musim lalu, Blazers mengawali musim dengan cukup meyakinkan meski tanpa diperkuat defender tangguh Gary Payton II yang masih menjalani masa pemulihan serta pemain kunci mereka Damian Lillard yang masih belum terlalu fit di awal musim.

Boleh dibilang pelatih baru Chauncey Billups membawa Blazers ke era lawas di mana Blazers secara konsisten dihuni starter yang mayoritas mendekati 201 cm (atau setidaknya terkesan jangkung dari posturnya yang tinggi kurus) dari posisi shooting guard hingga center, termasuk juga pelapisnya di bangku cadangan.

Pemain-pemain tersebut antara lain shooting guard jago duel satu lawan satu Anfernee Simons (191 cm) dan pelapisnya rookie jangkung yang juga lumayan jago tembak Shaedon Sharpe, forward mungil Josh Hart dan pelapisnya playmaker merangkap defender Justice Winslow (yang sayang akurasi tembakan tiga angkanya tidak terlalu konsisten bahkan sampai sekarang), serta shooter yang musim ini akurasinya makin paten Nassir Little.

Bersama pelapisnya forward petarung Trendon Watford, pemain baru Jerami Grant didatangkan untuk menjaga ketangguhan dari sisi pertahanan serta menambah ketajaman dari area tiga angka. Kebetulan akurasi tembakan tiga angka Grant sedang meningkat musim ini.

Pemain muda Greg Brown juga punya gaya bermain mirip Grant muda yang lebih meledak-ledak, dan punya pergerakan tanpa bola yang bagus.

Center mereka Jusuf Nurkic juga ternyata punya pelapis yang cukup solid (kirain ga bagus) karena Drew Eubanks dan rookie John Butler cukup lincah menutup ruang tembak sekaligus meredam penetrasi. 

Bedanya, meski keduanya sama-sama penembak jitu jangkung, sebagai pemain yang lebih senior, finishing di bawah jaring di Eubanks lebih terasah, sedang produktivitas Butler di area tiga angka lebih teruji setidaknya di kampus.

Belum lagi mereka masih punya rookie tangkas Jabari Parker, 3 and D yang juga jago rebound, meski finishingnya di bawah jaring belum matang-matang amat (yang di atas kertas nggak terlalu sulit dikembangin lantaran fisiknya cukup mendukung).

Jika masih kurang, mereka juga masih punya playmaker eksplosif Keon Johnson, yang meski kurang jago tembak, dikenal luwes menyelinap di antara kawalan pemain lawan.

Channel: NF

Melihat karakteristik pemain-pemain yang didatangkan Blazers, tidak sulit menerka gaya bermain dan peran mereka di lapangan.

Boleh dibilang, para pemain muda ini (yang muda) berperan   memaksimalkan potensi Lillard sebagai playmaker sekaligus penembak jitu yang kurang jago bertahan meski penempatan posisi dalam menutup ruang gerak pemain lawan sama bagusnya dengan guard lainnya, termasuk juga Ja Morant yang selama ini dianggap kurang jago defense.

Awal-awal musim, penampilan Blazers terbilang cukup padu lantaran Josh Hart bisa menyatukan tim lewat defense, umpan, tusukan, slam dunk (termasuk sekali dua kali menembak), serta permainan yang mengurangi risiko serangan balik tim lawan lainnya, meski doi beberapa kali dikerjain pemain yang lebih tinggi, entah di area tiga angka atau bawah jaring (istilah kerennya mismatch, dan Steve Nash termasuk ahlinya klo soal ini).

Gaya permainan Hart terbilang efektif lantaran Simmons, Grant, bahkan Nukic mendukung lewat defense dan tembakan tiga angkanya. Terlebih Winslow yang bisa bermain dari bangku cadangan atau bahkan kerap bermain bersama para starter kerap melakukan gerakan tanpa bola atau berpenetrasi yang memudahkan rookie seperti Sharpe beradaptasi dengan permainan NBA,.

Sayang, begitu Winslow cedera penampilan Blazers cenderung menurun. Pelatih Chauncey Billups belum berani mengambil risiko memainkan Keon Johnson lebih banyak mengingat kematangan dalam mengambil keputusan Keon cenderung belum sematang Winslow.

Belum lagi meski akurasi tembakan tiga angkanya terbilang bagus, hobi Simmons dalam melepaskan tembakan tiga angka di hadapan pemain lawan berisiko menghasilkan serangan balik. Andai tembakan Simmons luput dan finishing di bawah jaring teredam defense lawan.

Blazers lom terlalu maksimalin permainan tanpa bola para pemain muda yang bisa jadi  lebih dapet klo Lillard  lebih bebas, nggak selalu jadi playmaker
Blazers lom terlalu maksimalin permainan tanpa bola para pemain muda yang bisa jadi  lebih dapet klo Lillard  lebih bebas, nggak selalu jadi playmaker

Lillard dan Simmons bisa dibilang merupakan pemain Blazers yang penampilannya paling konsisten dalam beberapa musim terakhir. Menariknya nggak sedikit fans Blazers, termasuk fans Lillard, yang  justru menyarankan agar Blazers bermain tanpa keduanya agar tim ini kelak lebih berkembang.  

Menilik dari materi pemain yang dimiliki, termasuk gaya bermain para pemain muda yang didatangkan lewat draft, pendapat fans Blazers boleh dibilang masuk akal. Terlebih, Blazers dikenal sebagai tim dengan transisi antar generasi yang bagus, meski tidak selalu diperkuat pemain muda dengan urutan-urutan awal.

Alasan tersebut bisa dibilang masuk akal mengingat sebagai tim langganan playoff, Blazers lebih sering mendapat draft urutan tengah,  kurang lebih antara urutan 13 sampai 24, seperti mayoritas pemain-pemain Blazers yang bermain di tahun-tahun sebelumnya, meski sesekali mendapatkan pemain draft urutan tinggi seperti center Greg Oden (draft no.1 tahun 2007) yang sayangnya rentan cedera, Michal Thompson (draft no.1 tahun 1978) dan center rasa playmaker Bill Walton (draft urutan no.1 tahun 1974) yang membuat Blazers seolah bermain melampaui eranya, padahal gaya bermain mereka yang terlihat seperti Princeton offense sudah mulai dikenal sejak akhir tahun 1960-an oleh diperkenalkan tim basket dari Princeton University.

Alih-alih sekadar mengumpan pada shooter yang anteng di pojokan Walton yang piawai melihat celah sempit di antara pertahanan pemain lawan, sering mengoper bola pada para pemain yang bergerak tanpa bola pemain seperti point/shooting guard Lionel Hollins dan Johnny Davis serta forward yang sama sekali tidak egois Bob Gross. Bukan kebetulan juga klo ketiganya memulai debut bersama Blazers.

Jika masih kurang, mereka juga masih punya forward tangkas dengan jump shot akurat, Maurice Lucas, yang tembakannya tidak semulus Groos serta Lloyd Neal.

Menariknya, meski tembakan tiga angka baru diperkenalkan beberapa tahun berselang. Blazers diperkuat shooter cukup jangkung, Larry Steele, yang jago melepaskan tembakan jarak jauh di pojokan atau ketika menerima bola sambil bergerak.

Bukan hanya itu, Blazers juga diperkuat point guard lincah dari tim ABA Dave Twardzik yang berhak memperkuat Blazers karena pada draft tahun 1972 ia dipilih oleh Blazers.

Bukan hanya mengandalkan pergerakan tanpa bola, pemain seperti Davis dan Hollins juga kerap memeragakan skema (mirip) pin down screen di mana pemain yang berada di area tiga angka (kelak) bergerak mendekati bawah jaring dan sebaliknya agar shooter seperti Hollins atau Davis punya ruang tembak yang lapang selepas menerima umpan dari Gross.

Dipadu dengan kemampuan Walton meredam penetrasi dan menutup ruang tembak pemain lawan dii bawah jaring, Blazers tampil menarik di kesempatan perdananya di babak playoff tahun 1977.

Channel: Primedrexler

Meski memainkan permainan yang enak ditonton, termasuk oleh fans loyal Blazers Paul Allen, salah satu pendiri Microsoft, yang kelak menjadi pemilik tim ini sejak tahun 1988,  tanpa pemain dengan gaya bermain yang mirip dengan Walton, gaya permainan yang sama sulit diwujudkan pada musim-musim berikutnya lantaran tidak semua pemain punya visi serupa Walton.

Gaya permainan yang paling mirip dengan era tersebut terjadi ketika Blazers mendatangkan center gempal jago tembak Arvydas Sabonis (1995), yang kerap mengirimkan umpan pada point guard mungil jago tembak Damon Stoudemire, shooting guard jangkung Steve Smith, Scottie Pippen, atau power forward Rasheed Wallace.

Pemain jangkung seperti Wallace atau Smith yang bukan Cuma jago jump shot tapi juga jago post up di samping jaring bahkan bisa mengirimkan umpan pada Detlef Schrempf atau Sabonis yang memang bisa menembak tiga angka atau pemain tangkas Bonzi Wells atau Stacey Augmon yang pergerakan tanpa bolanya mirip Stoudmire.


All-around NBA

Bukan kebetulan, Blazers di era tersebut punya komposisi yang cukup dalam di mana gaya bermain pemain pelapis di bangku cadangan cenderung mirip dengan starter di posisi yang sama sebut saja power forward Bryan Grant dan rookie mereka Jermaine O'Neal yang punya gaya bermain mirip Wallace setidaknya dari permainan post up dan cara memasukan bola sembari memutar badan.

Jalur Dame Lillard menudju bawah jaring terbuka lebar
Jalur Dame Lillard menudju bawah jaring terbuka lebar

Belum lagi di posisi guard, Blazers masih punya Greg Anthony, shooter merangkap playmaker, yang jelas bisa menembak begitu mendapat ruang cukup lapang, baik ketika mendribel bola atau menerima umpan dari Sabonis dari bawah jaring misalnya.

Lewat permainan yang menghibur ini, mayoritas warga Portland yang dikenal sebagai keluarga kecil yang hangat dan ramah satu sama lain termasuk pada tetangga dan pengendara yang ngaso sejenak di depan rumah bisa mampir sejenak ke Moda Center, kandang Blazers.

Kebetulan selain doyan ngobrol bareng tetangga, konkow-konkow di taman  yang hangat dan lebar, masyarakat Portland yang mayoritas keluarga ini juga rajin datang ke markas Blazers yang tercermin Ramenya stadium (termasuk yang stabil di peringkat 5-10 besar dari musim ke musim) saat RIP City tampil.  

Garland bisa ngirim umpan ke Allen yang ga terkawal dan unggul tinggi badan dari Lillard, ... (semua foto di sini sepenuhnya milik nba (.com))
Garland bisa ngirim umpan ke Allen yang ga terkawal dan unggul tinggi badan dari Lillard, ... (semua foto di sini sepenuhnya milik nba (.com))

Menariknya, meski dikenal sebagai masyarakat yang hangat, beberapa pemain Blazers di era tersebut justru dikenal bandel/badung seperti O'Neal yang tetap menampilkan ketengilannya tersebut ketika pindah ke Indiana Pacers atau Zach Randolph ke Memphis Grizzlies.

Nggak bisa dipungkiri, ramenya RIP City nggak bisa dipisahkan dari kerelaan Allen membayar pajak jika nilai total anggaran gaji pemain di atas salary cap . Hanya saja tanpa kejelian tim manajemen dalam membangun tim berintikan draft dengan arah yang jelas, pemain bintang sebagus apa pun berpikir dua kali untuk bergabung.

Meski dikenal dengan tim dengan permainan tanpa bolanya, Blazers nggak selalu bisa memainkan skema yang mirip mengingat karakter para pemain yang memperkuat Blazers tidak selalu serupa, termasuk ketika tim ini diperkuat dua guard yang selalu aktif bergerak yaitu point guard Terry Porter (draft 24 tahun 1985, 191 cm), dan shooting guard Clyde Drexler (201 cm) untuk mengimbangi permainan small forward Jerome Kersey yang sesekali begerak ke area tiga angka, power forward Buck Williams yang dikenal dengan defensenya, serta center Kevin Duckworth yang rajin turun ke area tiga angka memainkan skema pick and roll bersama Porter atau Drexler.


Channel: Larry Legend
Lewat akurasi tembakan dan kecepatannya yang lumayan, Potter condong melakukan penetrasi dulu sebelum mengumpan pada Kersey atau Drexler yang diberi peran lebih bebas lantaran punya postur, ketangkasan, serta jump shot yang bagus, termasuk saat melepaskan tembakan samb bergerak selepas menerima umpan.

Ga gampang sebuah tim dapet pemain kunci kek Walton, Aldridge, Dame, Drexler, Sabonis, Potter, atau pemain muda kek Wallace, Duckwort, atau Matthews
Ga gampang sebuah tim dapet pemain kunci kek Walton, Aldridge, Dame, Drexler, Sabonis, Potter, atau pemain muda kek Wallace, Duckwort, atau Matthews

Sumber foto: Newsarena.com

Lewat permainan yang menghibur ini, fans Blazers kerap berharap agar Drexler bisa berduet dengan  Michael Jordan yang dipilih Bulls di urutan no.3 setahun setelah Drexler lantaran Blazers berhak atas draft no. 2 pada tahun tersebut yang akhirnya jatuh pada Sam Bowie.

Sebelum kehadiran Drexler, Mychal Thompson dan rookie Fat Lever (draft 11 tahun 1982) turut membawa Blazers melaju ke putaran kedua pada playoff 1983.

Para rookie Blazers boleh dibilang memang sejak awal cukup menjanjikan, setidaknya secara individu, termasuk dua nama yang hadir di era awal Sidney Wicks dan Geoff Petrie. Meski nggak sempat membawa Blazers melaju ke babak playoff, keduanya tercatat sebagai rookie of the year meski tidak dipilih pada draft urutan pertama (Petrie bahkan urutan ke-8 tahun 1970).

Balik lagi ke era Porter-Drexler,  akurasi tembakan Blazers era Porter-Drexler tetap terjaga mengingat Blazers memiliki rookie Cliff Robinson (yang kemudian memperkuat Phoenix Suns) dan Mark Bryant, pemain senior Houston Rockets yang hobi mencetak angka dengan bersender badan dengan defender lawan di sekitar area lemparan bebas, serta power forward senior Blazers yang punya jump shot akurat Wayne Cooper.

Channel: the asylum

Belum lagi Blazers juga sempat diperkuat shooter lincah dengan dribel bagus Drazen Petrovic dan guard senior Danny Ainge  yang bisa bermain di dua posisi guard sekaligus.

Gaya permainan yang kurang lebih sama juga diterapkan di era Aldridge (dan Brandon Roy) sebelum kehadiran Lillard di mana Roy berperan menjadi shooting guard "klasik" seperti Allan Houston (New York Knicks) atau Tracy McGrady (Toronto Raptors) yang bisa mencetak angka dari berbagai titik selepas menerima umpan dari umpan dari playmaker lincah merangkap penembak jitu Raymond Felton atau musim sebelumnya Andre Miller playmaker kreatif yang piawai membaca pergerakan pemain lawan serta hobi mengirim umpan dari belakang punggung.


Seturut kehadiran Lillard, gaya bermain Blazers tinggal menyesuaikan, mengingat pemain seperti Wes Matthews, shooter merangkap playmaker jangkung Nic Batum, LeMarcus Aldridge, atau center klasik gede Robin Lopez termasuk  bisa memasukkan bola dari posisi enaknya masing-masing selepas menerima umpan.

Ngomong-ngomong, Blazers sendiri dikenal dengan sebutan RIP City lantaran pada tahun 1971, announcer legendaris mereka almarhum Bill Schonely nyeletuk RIP City alright begitu Blazers berhasil memangkas ketinggalan 20 poin dari Lakers.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun