Mohon tunggu...
Candra Permadi
Candra Permadi Mohon Tunggu... Penerjemah - r/n

r/n

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Dorama "Top Knife", Menariknya Saraf Otak Manusia

30 Maret 2020   14:47 Diperbarui: 5 April 2020   21:49 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kocaknya lebih kerasa kalok nonton sendiri | Tangkapan layar

Mendengar pengakuan tersebut, wajar jika dokter Miyama berpendapat bahwa gangguan yang dialami pasien disebabkan karena tumor yang mengganggu fungsi limbik sejak delapan tahun lalu, dan dokter Miyama menduga kalau kejadian tertentu yang dialami pasien di Vietnam bisa saja membuat "tumor" tersebut makin besar.

Kebetulan "tumor" tadi tidak sengaja ditemukan sewaktu anak sulung korban menjitak ayahnya pake bogem saat sedang beringas mengasari ibunya. Kebetulan karena kepala pasien terantuk, keluarga pasien berinisiatif membawa kepala keluarga mereka tersebut ke rumah sakit.

Dan kelanjutan ceritanya sudah bisa kita urutkan sendiri. Dari alasan tersebut, wajar jika keluarga pasien jadi punya dilema tersendiri yang tidak perlu kita jabarkan bulat-bulat sih mestinya.

Terlepas dari mana diagnosis yang benar atau salah, kalau mau jeli opini dokter Miyama yang kedua sebenarnya nggak benar-benar solid. Kalau memang "tumor" tersebut sudah mempengarungi pasien sejak delapan tahun lalu, kenapa sifat pasien berubah begitu ia mengetahui dirinya diduga menderita tumor.

Kalau benar "tumor" tadi membuat perilaku pasien berubah jadi lebih kasar, mestinya, sifat aslinya baru kembali setelah "tumor" tersebut diambil. Apa mungkin, makin membesarnya "tumor" tadi yang mengubah sifat beringas pasien menjadi baik. Itulah kenapa opini lain masih tetap terbuka. Toh masih ada faktor "Vietnam" yang masih bisa digali lebih dalam.

Terlepas dari logika berceritanya yang terkesan rada nggak konsisten, sampai di sini, saya sedikit paham alasan kenapa drama jepang kurang diminati masyarakat di luar jepang saat ini. Bahkan masyarakat Jepang sendiri belakangan lebih menggemari drama Korea yang kita tahu sendiri gayanya seperti apa.

Setidaknya buat masyarakat umum, meskipun memberi wawasan menarik, buat sebagian orang, jalan ceritanya terkesan kaku dan terlalu diatur rapi. Bahkan termasuk elemen pengecohnya. Boleh dibilang, kejutannya tidak benar-benar lepas karena terlalu ilmiah buat sebagian orang.

Saya sendiri nggak ingin membocorkan bagaimana kisah episode pertama ini dibungkus, karena anda bisa menontonnya sendiri.

Saya justru lebih tertarik untuk menyoroti fungsi otak manusia yang lain, yang jadi ide dasar episode berikutnya, yang mungkin bisa bikin penikmat drama, akan sangat masuk akal, kalau ujung-ujungnya kurang suka dengan cara penyampaian pengetahuan medis pada episode tersebut.

Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan tentang apabila bagian otak yang mengontrol emosi menjadi terlalu aktif, terkadang bagian otak yang bertanggung jawab mengenali wajah seseorang menjadi terganggu.

Gangguan tersebut disebut delusi Fregoli di mana wajah orang-orang yang sebenernya babar blas nggak ada mirip-miripnya, di benak kita, terutama orang asing, bisa dianggap orang yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun