Mohon tunggu...
Calya Maharani Putri Yuzerman
Calya Maharani Putri Yuzerman Mohon Tunggu... Universitas Darussalam Gontor

Hi! My name is Calya Maharani Putri Yuzerman, usually called Calya. I am a student at Darussalam Gontor University, Faculty of Humanities, International Relations Study Program.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

#STOPSEKSISME : Aksi Nyata Pemuda Dalam Menghapus Kekerasan Seksual Melalui Kampanye Dan Edukasi Siber

5 Juli 2025   23:33 Diperbarui: 5 Juli 2025   23:30 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

I. Pendahuluan 

" Itu cuma bercanda, santai aja."

"Dia juga yang unggah foto itu, kan?"

"Ya namanya juga cowok, wajar kok."

Tiga ungkapan yang sering dianggap sepele, namun sebenarnya mengandung bahaya besar yaitu "Seksisme di Dunia Digital". Bahaya ini menyebar luas di ranah maya, berakar kuat dalam budaya kita, dan muncul dalam bentuk kekerasan seksual yang meskipun tak terlihat sangat nyata. Media sosial, ruang obrolan, dan forum daring bukan lagi sekedar tempat bertukar cerita, melainkan sudah menjadi arena pertempuran tersembunyi bagi perempuan dan remaja yang menjadi sasaran kekerasan seksual secara terus menerus(Battisti, Kauppinen, and Rude 2024).

Menurut data Komnas Perempuan, kasus kekerasan seksual berbasis teknologi (KSBE) 2025, dijelaskan bahwa pada tahun 2024, komnas perempuan telah menerbitkan 573 surat rujukan khusus, 9 rujukan ulang, serta 235 surat penyikapan, surat penyikapan tersebut teridir atas 155 surat klarifikasi, 36 surat rekomendasi dan 29 surat pemantauan. hasilnya kasus perempuan berkonflik dengan hukum (PBH) menjadi kategori terbanyak dengan 29 kasus, sementara khasus kekerasan terhadap perempuan pembela hak asasi manusia (PPHAM) meningkat menjadi 9 kasus di bandingkan tahun sebelumnya.Mayoritasnya adalah perempuan muda. Ironisnya, pelaku kekerasan ini seringkali juga berasal dari kalangan anak muda, yang tanpa sadar atau bahkan sengaja memperkuat siklus kekerasan melalui meme seksual, body shaming, komentar yang melecehkan, hingga penyebaran konten pribadi tanpa persetujuan(Amadori and Brighi 2025).

Masalah ini bukan sekedar persoalan moral semata, melainkan juga kegagalan bersama dalam menciptakan ruang digital yang aman dan sehat. Permasalahan utamanya adalah rendahnya literasi digital , dan yang lebih dalam lagi, budaya seksisme yang diwariskan, dibiarkan berkembang, dan bahkan dijadikan bahan lelucon. Bagaimana mungkin perempuan dapat merasa terlindungi didunia maya jika tubug mereka terus menerus dijadikan objek dan kita terlalu mudah mengucapkan kata-kata kasar?, Bagaimana kita bisa percaya bahwa internet itu "netral" jika sejak awal desain dan interaksi sosial didalamnya sudah penuh dengan bias dan ketidak adilan?

Sudah waktunya berhenti menunggu perubahan datang dari pihak lain. pemuda memiliki posisi penting sebagai agen perubahan. mereka bukan hanya generasi yang lahir di era digital, tetapi juga yang mengalami dan turut membentuk sistem ini(Putri, Saradeba, and Rachman Ichsan Fauzi 2024). Melalui kampanye yang inspiratif dan edukasi yang menguatkan, pemuda dapat memutus rantai seksisme digital dan mewujudkan ruang darin yang lebih adil dan aman. Essai ini mengajak kita untuk memahami lebih dalam akar permasalahan ekkerasan seksual di dunia maya dan yang paling penting, mencari langkah konkret untuk mengakhirinya. karna setiap klik, komentar, dan konten yang kita bagikan hari ini bisa menjadi pelindung, atau justru menjadi senjata.

II. Isi 

1. Kampanye Digital sebagai Gerakan Sosial Kontra Seksisme

Di era digital, suara pemuda tidak lagi di batasi oleh ruang dan waktu. Media sosial menjadi medan baru dimana opini, edukasi, dan perjuangan sosial bisa menyebar dalam hitungan detik. Kampanye digital bukan hanya alat penyebar informasi, akan tetapi saat ini telah menjadi senjata kultural yang mampu membentuk opini publik hingga mendorong perubahan sosial. Seksisme, yang sering kali bersembunyi dalam candaan, konten visual, hingga kebijakan institusional, bisa dibongkar melalui narasi digital yang kreatif(R 2016). Sehingga saat kampanye digital digerakkan oleh anak muda, ia bukan hanya akan menjadi trend saja, tetapi gerakan inilah yang akan membawa makna dan perubahan nyata bagi dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun