Mohon tunggu...
Calon Pujangga
Calon Pujangga Mohon Tunggu... Lainnya - Masih amatiran. Terima kasih sudah membaca dan berkunjung. :)

Calon Pujangga hobi menulis, membaca karya sastra dan berteater. Suka sama seni dan berwisata. Isinya kisah-kisah dan ragam konten lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Selama Berteater

18 Desember 2020   15:00 Diperbarui: 18 Desember 2020   15:15 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kredit: pngwing.com

Tahun itu merupakan tahun di mana masih sangat baru untuk memulai kehidupan di SMA. Banyak ekstrakulikuler yang menarik. Aku ikut ekstrakulikuler kewirausahaan dan satu lagi TEATER. Ini serius... Aku mengikuti ekstrakulikuler TEATER!.  Tentunya, dengan tujuan agar aku bisa lebih percaya diri, mencoba membuat naskah, dan merasakan bagaimana rasanya berakting di atas panggung. Ternyata eh ternyata, seseorang yang aku sukai juga ikut ekstrakulikuler Teater! Banyak yang bilang ia merupakan orang yang ganteng. Ia si ekstrover dan sangat terkenal di semua kalangan satu sekolah.

Wah! Sangat senang. Bisa berjumpa dengannya. Aku memberanikan diri mengisi formulir pendaftaran ekstrakulikuler Teater. Setelah itu, dikumpulkan. Aku lupa dikumpulkan dimana. Hingga formulir sampai ditangan pemateri Teater. Beberapa hari setelah mengumpulkan formulir itu, diadakan temu perdana seluruh calon anggota Teater. Banyak juga yang daftar!. Ada sekitar 100 orang lebih. Luar biasa. Bahkan, dari kelasku sendiri, hampir separuhnya (yang perempuan) ikut ekstrakulikuler teater. Masing-masing memperkenalkan diri dan akan ada penjelasan lebih lanjut mengenai kumpul perdana dan latihan dasar teater.

Hari demi hari berlalu, seingatku ada sebuah pertemuan untuk latihan bersama teater di lapangan sekolah. Latihan dilaksanakan selepas pulang sekolah pada hari rabu. Calon anggota pada waktu itu berjumlah 100 lebih orang, tapi yang hadir sekitar 60 orang. Hal yang mengherankan terjadi. Kami disuruh lari bolak-balik dari lapangan sekolah macam setrikaan yang jaraknya bisa dibilang tidak begitu melelahkan juga. Kami juga disuruh guling-guling oleh pemateri. Sudah macam udang dibaluri tepun saja.. Seragam batik, rok putih, kaus kaki putih, dan sepatu hitam yang kami gunakan pun mejadi kotor dan lusuh. Kami kembali ke rumah dalam kondisi seperti itu.

Pada tanggal 2 Oktober 2016, ada sebuah pementasan teater berbahasa Inggris dari kakak - kakak kelas di aula sekolah. Untuk umum membayar lima ribu rupiah. Karena kami calon anggota teater dan ini termasuk bagian dari latihan dasar (latsar) teater, jadi masuk gratis. Tidak sesuai dengan ekspektasi. Penonton teater begitu membludak, tidak ada AC di aula sekolah, menjadikan ruangan tersebut gerah dan pengap. Kami menontonnya dengan berdesak-desakan, terdorong kesana kemari. Seperti yang kita tahu, bahwa ketika menonton teater, ruangan harus gelap. Lampu yang boleh menyala, hanya lighting panggung. Aku nonton bersama dua orang. Mereka teman sekelasku, sesama calon anggota teater. Setelah melalui durasi selama satu jam, akhirnya tiba saat-saat yang ditunggu. Keluar dari aula sekolah dan menghirup udara segar. Bahkan, di luar aula pun udaranya jauh lebih segar daripada di dalam aula. Baju kami basah, bergelimang keringat. Embus semilir angin, menghantamnya. Oh! Sungguh segar.

Latihan dasar (latsar) dilaksanakan selama tiga hari dua malam. Disitu, kita benar-benar diajarkan teater dari dasar. Beberapa bulan setelah latsar, akan diadakan pentas perdana dari angkatan kami. Angkatanku merupakan angkatan tahun 2015. Pentas perdana ini terdiri dari tiga kelompok. Kelompokku kebagian pentas pada hari pertama. Aku yang sama sekali belum mengerti teater, langsung ditunjuk sebagai tokoh utama dalam lakon. Wow! Luar biasa. Aku masih ingat betul, masa itu aku bermain lakon dengan naskah berjudul Kabayan di Negeri Romeo karya Rosyid E. Abby. Aku benar-benar gugup dan malu.

"Oh... Jadi begini ya, rasanya berada di atas panggung?"

Kami menjalankannya dengan lancar dan baik. Meskipun, aku sedikit melupakan beberapa dialog, tetapi lawan mainku bisa berimprovisasi. Aku sangat bersyukur. Latihan yang dilakukan selama kurang lebih dua bulan ini, pada akhirnya berakhir disini. Beberapa evaluasi dari sutradara, pemandu, dan saudara-saudara.

Hari berikutnya, lakon pentas yang mana orang yang aku sukai menjadi salah satu tokoh lakon. Kali ini, ia berkolaborasi dengan orang yang disukainya (bukan aku). Ada satu adegan yang membuatku sedikit iri. Namun, ya sudahlah apa boleh buat. Aku hanya orang biasa yang menyukainya dengan ada apanya. Bukan karena ada apanya. Aku sempat menyukainya selama tiga tahun. Aku sampai hapal betul dengan nama-nama mantan, gebetan, golongan darah, alamat rumah, dan tempat/tanggal lahirnya.

Aku berhenti teater ketika aku memasuki kelas XI-XII SMA. Hal ini, karena orang tuaku yang tak mengizinkanku pulang sore, selepas latihan teater. Nilai rapor kelas XI ku yang menurun drastis. Seolah, mereka menyalahkan karena aku terlalu sering ikut teater. Orang-orang yang paham dengan teater, begitu mereka benci ketika mendengar alasan-alasan klasik seperti itu. Bahkan, aku sekalipun jika ada yang menyalahkan atas dasar teater.

Sebetulnya, ini sangat disayangkan. Ketika latihan, meskipun aku merasa lelah, rasa lelah itu larut. Disela-sela selalu ada kejadian lucu, terutama ketika sudah memasuki tahap, seolah-olah berada di atas panggung dengan menganakan kostum sesuai peran masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun