Mohon tunggu...
Humaniora Artikel Utama

Persekusi Bukan Cara yang Demokratis

15 Oktober 2018   08:00 Diperbarui: 15 Oktober 2018   19:10 1395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: freepik.com

Banyak dari kita mungkin sudah pernah mendengar kata kata 'Persekusi', tetapi apa sih arti dari persekusi itu sendiri? Persekusi adalah perlakuan buruk atau  secara sistematik oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain, khususnya karena suku, agama, atau pandangan politik. 

Dalam arti lain, seseorang (atau kelompok) yang melakukan tindakan persekusi telah 'bermain' hakim sendiri tanpa melewati proses hukum yang benar. Tindakan persekusi ini juga tentunya melanggar hukum HAM (Hak Asasi Manusia) dan keadilan yang seharusnya dimiliki oleh semua orang termasuk korban dari tindakan persekusi.

Untuk dimengerti lebih lanjut, kita akan membahas dua contoh kasus persekusi yang terjadi di dunia nyata, khususnya di Indonesia. Kasus pertama, seorang ibu rumah tangga yang bernama Susi Ferawati,  mengalami persekusi saat mengikuti jalan santai di acara car free day bersama anaknya. Kejadian ini terjadi pada hari Minggu, 29 April 2018 di acara CFD (Car Free Day). 

Kronologi kejadian ini bermula pada saat rombongan pengunjung CFD yang menggunakan kaus dari organisasi yang bertuliskan #DiaSibukKerja sedang berjalan santai di acara tersebut namun, salah seorang anggota rombongan itu yang bernama Susi Ferawati, terpisah dari rombongan karena harus mengantar anak laki-laki nya yang berusia 5 tahun ke toilet. 

Karena terpisah dari rombongannya, Susi dan anaknya memutuskan untuk berjalan santai sendiri, namun dihadang oleh orang-orang yang berpakaian kaos #2019GantiPresiden di depan "Hotel Indonesia Kempinski Jakarta". 

Di saat itu, Susi melihat bahwa bukan dia saja yang dihadang oleh orang orang berkaos #2019GantiPresiden itu tetapi ada seorang wanita lagi -berhijab- yang juga sedang di olok-olok oleh orang orang yang sama. Menurut Tribun news begini ucapan mereka terhadap wanita berhijab itu, 'Bayar bu ya, nasi bungkus ya, nasi bungkus, nasi bungkus. 

Dasar nggak punya duit'. Kasus selanjutnya adalah aksi persekusi yang dilakukan oleh sekelompok warga desa terhadap dua orang remaja berumur 13 tahun dengan inisial AJ dan HL pada hari Minggu 8 April 2018.

Kronologi kejadian ini berawal saat AJ dan HL diajak berkeliling kampung oleh RZ yang berumur 14 tahun. Namun, ditengah tengah perjalanan mereka, mereka membagi tugas di dekat Masjid Al Abror Rawa Bambu untuk mencuri jaket milik Alim yang sedang di jemur di teras rumah. Pembagian tugasnya adalah AJ dan HL masuk kedalam rumah untuk mengambil jaket dan RZ menjaga di depan rumah karena dianggap senior. 

Aksi pencurian itu pun ketahuan dan mereka bertiga lari meninggalkan TKP (Tempat Kejadian Perkara), namun hanya RZ yang berhasil lolos. AJ dan HL tertangkap warga; mereka di telanjangi, dipukuli dan ditendang. Tak hanya itu AJ mengaku sempat diarak warga tanpa busana sampai ke rumahnya yang kira kira jaraknya 400 meter dari TKP, sedangkan HL hanya ditindas di tempat TKP.

Dari kedua kasus persekusi diatas, mungkin kita bertanya tanya "Mengapa tindakan persekusi terjadi di masyarakat?" Dan mungkin jawaban yang muncul paling pertama di benak kita adalah kurangnya rasa toleransi di masyarakat dan juga faktor pendidikan. Tanpa kita sadari, saat kita berpikir demikian kita juga sedang melakukan tindakan persekusi di dalam pikiran kita walaupun dalam beberapa kasus jawaban itu benar. 

Tindakan persekusi juga terjadi di masyarakat karena dorongan faktor pemerintah. Masyarakat seringkali merasa  proses hukum kepada pelaku pelecehan atau penghinaan  terlalu lama dan juga kurang dianggap serius. 

Proses hukum seperti di ulur ulur tanpa tahu kapan selesainya. Karena ini, korban menjadi gelisah karena ketidakpastian penegakan hukum. Karena terlalu lama waktu yang diambil dan rasa ketidakpastian korban, maka terjadilah demo berulang ulang kali. Alasan lainnya masyarakat melakukan tindakan persekusi bisa jadi karena ketidakadilan hasil hasil yang telah diputuskan sidang. 

Maksudnya adalah, jika pelaku kejahatan memiliki kekuasaan dan uang yang banyak, maka mereka dapat dijatuhkan dengan hukuman yang ringan dengan cara ilegal seperti menyogok hakim maupun dengan menyewa pengacara yang hebat. Karena ini, para korban tidak merasa puas karena pelaku kejahatan tidak menerima hukuman yang sepadan dengan kejahatan yang dilakukannya.

Kenapa tindakan persekusi harus dihentikan? Karena setiap orang (korban maupun pelaku kejahatan) memiliki HAM yang harus dihargai semua orang. 

Jika memang seseorang melakukan kesalahan terhadap orang yang lainnya, maka korban tidak boleh main hakim sendiri dengan cara apapun, tetapi bukan berarti korban tidak diperbolehkan mempermasalahkan tindakan pelaku karena pelaku kejahatan harus diberikan konsekuensi. Cara yang paling tepat adalah untuk menyerahkan kasus tersebut kepada penegak hukum.

Solusi yang tepat untuk tindakan persekusi adalah untuk memperketat cara penanganan kasus di persidangan supaya masyarakat bisa mempercayakan masalah mereka kepada penegak hukum. 

Kejujuran dan keadilan juga harus dijunjung tinggi oleh para penegak hukum supaya proses persidangan dapat berjalan dengan lancar tanpa harus mengulur ulur waktu. 

Kejahatan apapun tidak boleh ditoleransi oleh para penegak hukum walaupun ada sogokan dari pihak pelaku kejahatan tetapi bukan berarti tidak boleh memberikan belas kasihan kepada orang orang yang memiliki alasan alasan tertentu (walau begitu pun hukum tetap harus berjalan untuk semua orang, hanya memberi keringanan). 

Selanjutnya, solusi bagi masyarakat adalah untuk mencoba untuk memposisikan diri di tempat pelaku kejahatan. Bagaimana jika pelaku kejahatan memiliki alasan yang ‘benar’ atau ‘sah’ untuk melakukan kejahatan tersebut? Maka dari itu rasa toleransi pada setiap individu harus ditingkatkan. 

Bagaimana cara meningkatkan rasa toleran? Caranya adalah untuk bertanya kepada diri sendiri, ‘Apa yang saya inginkan jika saya ada di posisi dia?’ Dengan mempertanyakan diri sendiri pertanyaan seperti itu, kita dapat merasa lebih toleran terhadap pelaku kejahatan dan memilih jalan keluar yang lebih baik dibanding persekusi.

Jika solusi di atas dijalankan, maka jumlah tindakan persekusi akan berkurang dan tingkat kesejahterahan rakyat dapat meningkat. Jika tidak, akan jadi apa budaya negara kita yang dikenal demokratis ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun