Mohon tunggu...
Calista Anabela
Calista Anabela Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Menyukai konten yang menarik!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia-Malaysia dalam Memerangi Perdagangan dan Penyeludupan Manusia

10 Mei 2024   14:25 Diperbarui: 12 Mei 2024   18:47 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perdagangan Manusia

Kasus tentang perdagangan manusia serta penyeludupan manusia, seringkali terdengar ditelinga kita. Selain terjadi di daerah perbatasan, kasus ini juga telah menyebar luas ke lintas pulau dan baru baru ini terjadi, yaitu Perdagangan manusia berkedok magang di Jerman.

Dalam kasus seperti ini, mahasiswa, yang merupakan seorang yang berpendidikan saja dapat tertipu dan tidak mengetahui bahwa dirinya merupakan korban perdagangan manusia. Lalu bagaimana dengan masyarakat biasa yang hanya berpendidikan rendah, atau bahkan masyarakat di daerah perbatasan yang bahkan tidak berpendidikan?

Sebagai Warga Negara Indonesia, kita mengetahui bahwa Indonesia memiliki beberapa pulau yang berbatasan darat langsung dengan negara lain, sebagai contoh yaitu Pulau Kalimantan yang berbatasan langsung dengan negara Malaysia. Kasus perdagangan manusia dan penyeludupan manusia, mayoritas terjadi di daerah perbatasan, karena akses yang cukup mudah yaitu melalui jalur darat dan sebelumnya didukung oleh pengawasan daerah perbatasan yang renggang. Selain itu, tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan terlibat dalam kasus penyeludupan manusia ini. Indonesia sebagai negara asal manusia yang di perdagangkan atau diseludupkan, dan Malaysia sebagai tujuan perdagangan dan penyelundupan manusia. 

Beberapa wilayah sekitar perbatasan yang kita ketahui kerap cukup tertinggal dalam pendidikan dan memiliki lapangan pekerjaan sempit, aksi penyeludupan manusia kerap terjadi. Aksi ini bertujuan untuk menjadikan warga negara Indonesia sebagai tenaga kerja asing dan supaya mendapatkan gaji yang lebih tinggi. Nyatanya, para pekerja ini merupakan korban perdagangan manusia di Malaysia. Mereka disuruh bekerja di sektor informal dan memiliki jam kerja panjang serta bayaran yang tidak sepadan. Lebih dari itu, beberapa kasus kekerasan fisik maupun kekerasan seksual telah terjadi terhadap pekerja asing ilegal di Malaysia yang merupakan WNI. Kejadian seperti ini tidak hanya berdampak bagi korban sendiri, melainkan juga berdampak kepada keluarga korban yang ditinggalkan. Bagi keluarga korban, sulit bertemu karena berbeda negara, sulit juga untuk menarik kembali anggota keluarga yang merupakan pekerja ilegal, sehingga kasus seperti ini di luar kendali. 

Presiden Indonesia, Joko Widodo dengan wakil presidennya Jusuf Kalla pada tahun 2015, telah menindaklanjuti kasus ini dengan membuat pos lintas batas, bertujuan untuk meningkatan pengawasan dan penjagaan wilayah perbatasan yang tertuang dalam poin ketiga program Nawacita (sembilan prioritas pembangunan lima tahun ke depan). Adanya program ini terbukti efektif dengan berkurangnya kasus penyeludupan manusia.

Negara Malaysia sendiri dalam mengatasi kasus ini, telah melakukan amandemen terhadap undang-undang mereka terkait perdagangan manusia dan penyelundupan manusia yaitu undang-undang anti perdagangan orang dan anti penyelundupan migran tahun 2007. Hal ini menambah peningkatan hukuman bagi pelaku perdagangan atau penyeludupan manusia, lalu adanya perlindungan yang lebih kuat terhadap korban, pencegahan yang lebih efektif berupa meningkatkan kesadaran masyarakat, serta pengawasan yang lebih ketat terhadap perbatasan. Adapun pemerintah Malaysia menetapkan Rencana Aksi Nasional TPPM (Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Penyelundupan Manusia) 2021-2025 serta membentuk Komite Koordinasi Nasional TPPM.

Memorandum of Understanding (MoU), tahun 2002, merupakan perjanjian awal kedua negara dalam mengatasi kasus ini. Perjanjian ini menjadi dasar kerjasama bilateral antar Indonesia-Malaysia dalam pencegahan, pemberantasan, serta penindakan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Kemudian sebagai tindakan lanjutan, Perjanjian Internasional yang diambil kedua negara adalah Protokol Palermo (atau protokol PBB), yang telah diratifikasi oleh kedua negara. Protokol ini berisi pencegahan, pemberantasan, dan penghukuman perdagangan orang, khususnya Perempuan dan Anak. Hal ini mengharuskan kedua negara untuk bertukar informasi, berkoordinasi dalam penegakan hukum, dan saling membantu dalam repatriasi korban antar kedua negara.

Adapun kedua negara baru-baru ini telah menyelesaikan Joint Border Patrols, yaitu patroli bersama antar kedua negara yang berlokasi di wilayah perbatasan. Joint Border Patrols ini menugaskan para personel TNI AD dari pihak Indonesia, dan TDM (Tentera Darat Malaysia) dari pihak Malaysia. Seri I telah diselesaikan pada bulan April tahun 2023 di wilayah perbatasan darat yaitu Kalimantan Barat, Indonesia dan Sarawak, Malaysia. Seri II juga telah diselesaikan, berlangsung pada tanggal 6 sampai 11 November tahun 2023, di wilayah perbatasan darat Malaysia, Sabah, dan Indonesia, Kalimantan Utara. Patroli ini ternyata tidak hanya mencegah perdagangan atau penyeludupan manusia, namun juga berhasil mencegah penyelundupan barang ilegal serta narkoba.

Keseriusan masyarakat internasional terhadap kasus ini menimbulkan tekanan dari organisasi internasional terhadap negara-negara yang terlibat. Demi menghindari sanksi internasional, negara-negara ASEAN berpartisipasi dalam membantu mengatasi kejadian tersebut, khususnya dengan membentuk badan antar pemerintah ASEAN pada tahun 2015, The ASEAN Task Force on Trafficking in Persons (ATFAT). Badan ini mendukung kerja sama antar negara ASEAN dalam pencegahan dan pemberantasan perdagangan manusia. Badan ini bertugas mendukung implementasi Protokol ASEAN tentang Pencegahan dan Penghapusan Perdagangan Manusia.
 

Kembali lagi, kesuksesan dalam pencegahan dan penanganan kasus ini bergantung besar pada komitmen kedua negara serta masyarakatnya. Kerjasama antar negara dan peningkatan kesadaran serta edukasi masyarakat sangat berpengaruh. Kerjasama negara Indonesia dengan Malaysia dalam memperketat pengawasan dan penjagaan perbatasan harus lebih ditingkatkan agar dapat meminimalisir kasus ini. Lalu, adanya pemerataan pembangunan seperti pembangunan fasilitas pendidikan, perumahan masyarakat dan pemerataan jalan di daerah perbatasan, dapat membuat masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan merasakan kehidupan yang kurang lebih atau sama dengan masyarakat yang tinggal di pusat kota atau tinggal di perkotaan.

Pembangunan fasilitas pendidikan seperti sekolah, lalu fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, dapat menciptakan adanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat di daerah perbatasan. Hal ini tentunya dapat memotivasi juga menyadarkan masyarakat supaya ingin mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang layak namun tetap di wilayah tersebut. Jadi, masyarakat di wilayah perbatasan tidak harus pergi ke perkotaan maupun ke negara tetangga untuk mendapatkan pendidikan atau fasilitas kesehatan, karena mereka sudah mempunyai hal serupa di daerah mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun