Mohon tunggu...
Cak Miep
Cak Miep Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Roh Progresif Nasional Indonesia

23 Februari 2019   21:12 Diperbarui: 25 Februari 2019   01:59 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pancasila sejak tahun 1945  menjadi roh atau labeling nasionalisme. Pancasila sebagai dasar Negara kemudian menjadi rujukan berjalannya Negara besar Indonesia. Namun pasca reformasi, muncul beberapa suara yang mempertanyakan kembali eksitensi Pancasila pun juga sebagai ideologi bangsa.

Kristalisasi nilai yang ditanamkan paran founding father dalam tubuh Pancasila seolah memudar seiring dengan tindakan korup yang kerap dilakukan elit politik bangsa. Kekecewaan masyarakat banyak ditangkap oleh beberapa oknum dengan menafsirkan Pancasila tidak lagi relevan sebagai Idiologi Bangsa.

Terkait dengan sejarah perjalanan bangsa Indonesia, peran generasi muda dalam proses merintis pembentukan negara kebangsaan, proklamasi hingga mempertahankan proklamasi peran generasi muda cukup menonjol. 

Sebagai generasi muda di zamannya telah menjadi pelopor perubahan. Mereka berhasil menangkap semangat zaman dan mengaktualisasikan semangat tersebut dalam proses pembentukan keindonesiaan yang demokratis dan modern. Anak-anak muda yang kritis dan kreatif mampu mengolah dan mengembangkan tradisi yang ada tanpa sikap yang tradisional.

Pergulatan anak-anak muda dengan tradisi secara kreatif mampu menghasilkan suatu pembaharuan pemikiran tanpa harus tercerabut di akar budayanya. Untuk itu menempatkan generasi muda dalam menggelorakan sekaligus merealisasikan nasionalisme dan pancasila dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara menjadi suatu keniscayaan.

Memang setiap generasi sangat dipengaruhi oleh jiwa zamannya. Untuk itulah Pancasila sangat sebagai roh yang bersifat progresif revolusioner perlu dipahami dan diterapkan secara kontekstual. Para pemuda idealis yang berjiwa progresif revolusioner perlu menjabarkan prinsip kebangsaan melalui kerja keras dan cara yang cerdas. 

Tanpa kerja keras dan pemahaman yang cerdas Pancasila dan nasionalisme dapat terperosok pada pola konservatisme yang baku dan mandul. Pancasila dan nasionalisme gemuruh dalam wacana namun sepi dalam tindakan. Melalui kerja keras, komitmen serta pemikiran yang cerdas yang berbasis idealisme generasi muda peluang menempatkan Pancasila in action dalam berbagai aspek kehidupan dapat direalisasikan secara maksimal.


Dalam konteks itulah sosialisasi dan internasionalisasi Pancasila dan nasionalisme perlu dilakukan secara terus-menerus. Upaya membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik membutuhkan konsistensi semua elemen bangsa. 

Pemerintah, swasta dan rakyat dituntut konsisten dalam melaksanakan dasar negara dan konstitusi yang melandasinya. Tindakan yang abai terhadap terhadap dasar negara dan atau konstitusi negara hanya akan merongrong tatanan kehidupan bersama bangsa.


Eksistensi Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara sangat tergantung pada komitmen dan kecerdasan para pendukungnya. Upaya dalam menjabarkan dan merealisasikan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari menjadi suatu tuntutan. Hal ini dibutuhkan agar nasionalisme danPancasila tidak berhenti dalam tataran wacana namun juga berpengaruh dalam kehidupan nyata.


Upaya merealisasikan nilai-nilai Pancasila harus tercermin dalam kebijakan pemerintah. Para pejabat di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif perlu didominasi oleh orang-orang yang memiliki integritas dan kompetensi yang baik.

 Sosok pribadi yang tidak tegasdan permissive terhadap penyimpangan sosial (KKN) seyogiyanya tidak dibiarkan menempati posisi strategis dalam pemerintahan. Sejarah membuktikan bahwa mereka yang tidak berjiwa "ksatria" tanpa rish mudah mengorbankan kepentinagan nasional / publik.

Sebaliknya pejabat yang tidak memiliki kompetensi yang memadai akan kesulitan menjalankan tugasnya secara profesional. Hal ini perlu mendapat tekanan karena dalam konteks kehidupan dalam berbangsa dan bernegara, pemerintah tidak hanya berhubungan dengan rakyat.

Pemerintah dan atau negara juga wajib mengelola suatu birokrasi sebagai bagian untuk menggerakkan roda pemerintahan. Di samping itu pemerintah juga berhubungan dengan negara lain, pihak swasta asing (yang umumnya memiliki modal besar) dalam menyelenggarakan kehidupan politik dan ekonomi. 

Pemimpin pemerintah yang lemah akan membawa akibat pada kesulitan hidup bagi rakyat. Rejeki di negara indonesia lebih menguntungkan pihak asing dibanding bangsa sendiri akibat banyak pejabat pemerintah yang mengejar rente. Mentalitas komprador dari aparat negara jelas menghianati nilai-nilai fundamental yang ada pada pancasila dan nasionalisme yang dirumuskan para pendiri bangsa.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Yudi Latif "Demikianlah para pendiri bangsa mewariskan kepada kita semangat, alasan, dan tujuan perjuangan kebangsaan sedemikian terang dan luhurnya. Kehilangan terbesar dari bangsa kita ini bukanlah kemerosotan pertumbuhan ekonomi atau kehilangan pemimpin, melainkan kehilangan karakter dan harga diri karena diabaikannya semangat dasar kehidupan bernegara".

Berdasarkan uraian sebelumnya, jelas bahwa nasionalisme dan Pancasila merupakan suatu prinsip yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat indonesia. Kita sulit membayangkan eksitensi bangsa indonesia tanpa ada nasionalisme dan Pancasila. Sebagai suatu prinsip dadar, baik nasionalisme maupun Pancasila merupakan roh dan jiwa bangsa Indonesia. Uniknya sejak kelahirannya, nasionalisme dan Pancasila dipelopori dan dikonstruksi kaum muda.

Dalan konteks tersebut kiprah dan dinamika kaum muda Indonesia yang progresif dan revolusioner tidak dapat dipisahkan dari aktualisasi nasionalisme dan Pancasila. Baik perjuangan dalam bidang politik, khususnya sebagai kekuatan moral sekaligus agen perubahan kaum muda selalu tampil di depan. Kaum muda selalu berusaha merealisasi jiwa nasionalisme dalam berbagai dimensi kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, olahraga hingga intelektual. Konsekuensinya Pancasila sebagai roh nasionalisme Indonesia tidak dapat dipahami secara harfiah dan kaku. Nasionalisme sebagai produk zaman harus berkembang dan berdialektika sesuai dengan dinamika generasi zamannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun