Mohon tunggu...
Cak Glentong
Cak Glentong Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati masalah budaya dan agama

Pemerhati masalah budaya dan agama

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Urgensi Pluralisme dalam Pendidikan Agama

31 Mei 2020   06:49 Diperbarui: 31 Mei 2020   10:01 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Disadari atau tidak, terkadang terjadi penyempitan pemahaman dalam pelajaran agama. Penyempitan bisa terjadi dalam pembuatan soal terutama pilihan ganda, di mana diberikan nilai tertentu untuk jawaban yang benar sesuai dengan kunci jawaban dan nilai nol untuk jawaban yang tidak sesuai, padahal jawaban yang tersedia adalah permasalahan yang termasuk masalah perbedaan di kalangan ulama. Misalnya, jumlah rokaat sholat tarawih, jarak boleh jamak dan qoshor, serta bacaan dalam sholat yang secara umum merupakan masalah ikhtilaf.

Kesadaran terhadap konsep pluralisme dimulai dari persoalan yang kecil dan sederhana di atas, jika untuk pemahaman yang sederhana kita tidak mampu menegakkan konsep pluralisme tentu kita akan kesulitan, bahkan akan gagap jika harus berhadapan dengan perbedaan dalam bidang yang luas. 

Karena masalah-masalah kecil seringkali menciptakan sekat-sekat antar kelompok, membuat hubungan menjadi kurang nyaman, berkembanglah konflik laten yang bisa menjadi bom waktu dalam kehidupan sosial, budaya dan politik. Dari perbedaan yang kelihatannya kecil, seorang pengajar bisa menyampaikan pesan pluralisme untuk skala yang lebih luas dan memberi contoh berlapang dada dengan perbedaan.

Dengan demikian konsep pluralisme  seharusnya dikembangkan guru dengan mengajarkan sikap dewasa terhadap perbedaan, seperti :
Sikap terbuka dan menjauhkan diri dari kecenderungan memberikan stigma terhadap kelompok yang ada di luar dirinya. Sehingga bisa menghindari sikap tertutup dan memandang kelompok lain salah, menciptakan kotak-kotak kelompok yang seolah-olah tidak bisa disatukan.

Kesadaran bahwa terjadinya perbedaan merupakan keharusan karena perbedaan akan selalu terjadi, sudah menjadi fitroh manusia untuk berbeda. Pemilihan terhadap keyakinan merupakan sikap hati, sehingga permasalahan karena perbedaan dalam keyakinan hanya bisa diselesaikan dengan dialog dari hati ke hati, bukan pemaksaan.

Kehendak yang kuat untuk senantiasa memperdalam agama (tafaquh fiddien) sehingga tumbuh kesadaran bahwa di kalangan ulama ada bergitu banyak perbedaan, bahkan perbedaan mengenai suatu hukum bisa terjadi antara guru dan murid.

Terbiasa melakukan dialog dan menilai kebenaran dari kebenaran, bukan menilai kebenaran dari kelompok atau golongan. Prinsip seperti ini harus ditumbuhkan secara praktis, tidak hanya lewat teori, tetapi lewat contoh amaliah sehari-hari. 

Mengembangkan prinsip pluralisme sesungguhnya tidak sulit karena hampir semua materi agama, terutama amaliah ibadah terjadi perbedaan, tentu dengan syarat seorang pengajar bersikap terbuka, jujur menyampaikan ilmu, mengatakan ada perbedaan jika ada perbedaan diantara kalangan ulama, bersikap lapang terhadap realitas perbedaan di masarakat, menghindari sikap fanatik dan menjauhkan dari perkataan yang provokatif untuk perbedaan sebesar apapun, tetapi mengedapkan kata-kata bersahabat dan dialogis.

Guru seringkali menolak menyampaikan ada perbedaan karena takut akan membingungkan siswa. Alasan ini sulit diterima karena guru bisa memilih pendapat yang paling kuat dan menunjukkan penghargaan terhadap perbedaan yang ada, misalnya dengan perkataan  

Saya memilih pendapat ini karena sejauh pengetahuan saya paling kuat dasar hukumnya, tetapi jika ada yang mengamalkan berbeda dengan apa saya pilih, bukan sesuatu yang salah, karena para ulama juga ada perbedaan pendapat. 

Kalian bisa mengamalkan apa yang biasa dikerjakan. Perbedaan adalah suatu yang wajar, kewajiban bagi kita untuk menghargai perbedaan yang ada. Justru akan menciptakan kebingungan jika siswa  kelak berhadapan dengan perbedaan tanpa adanya bekal pengetahuan sejak dini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun