Saat kalian sampai disana, pertama yang kalian temui bukanlah suara orang atau keramaian wisata, tapi desiran ombak yang menghantam karang, angin laut yang sejuk, dan langit biru yang terbentang luas.Â
Di bagian kanan pantai, ada jembatan kayu kecil yang menghubungkan tebing-tebing karang. Jalur ini tidak hanya menawarkan pemandangan laut lepas, tapi juga mengajak kita berjalan pelan, menikmati setiap hembusan angin dan percikan air asin yang terbawa ombak. Tempat ini bukan untuk mereka yang terburu-buru. Di sini, semuanya mengalir lambat, penuh kesadaran, dan penuh rasa syukur.
Di sisi kiri, seorang duduk sendirian di atas batu. Memandang laut. Mungkin sedang merenung, bersyukur, atau hanya bersantai entahlah. Yang jelas dia tambak damai dengan keadaan. Menikmati waktu yang menjadi lama dan menenangkan Mungkin itu lah yang kalian cari.
Pantai Watu Bolong tidak hanya menyuguhkan keindahan visual, tapi juga rasa. Rasa bahwa kita kecil di hadapan luasnya dunia. Rasa bahwa segala yang rumit bisa disederhanakan saat kita cukup berani menepi. Rasa bahwa alam punya caranya sendiri untuk membuat kita merasa utuh kembali.
Pantai Watu Bolong bukan hanya tentang pemandangan. Ia adalah ruang untuk diam, untuk mengingat kembali bahwa hidup tak selalu harus ribut. Ia adalah pengingat bahwa ketenangan tak perlu dicari jauh-jauh, cukup datang dengan hati yang siap untuk mendengar dan merasakan.
Nikmati setiap duburan ombak untuk menghilangkan penat di pikiranmu. Keluarkan semua penat mu di sini. Semua akan baik baik saja. Dan dirimu akan kembali ke setelan terbaik mu
Dan di antara pasir putih, batu karang, dan langit luas itu siapa pun bisa merasa pulang.
Sungguh luar biasa nya ciptaan TuhanÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI