Mohon tunggu...
Cahyana Endra Purnama
Cahyana Endra Purnama Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mendapatkan pendidikan dasar sampai menengah di Yogyakarta, lulus sarjana ekonomi di UGM, melanjutkan program master di Wheaton MI, dan program doktor di Biola University California. Sekarang masih menjadi dosen di PTS di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sebab-sebab Ambruknya Beberapa Bank di Amerika dan Dampaknya bagi Indonesia

16 Maret 2023   10:42 Diperbarui: 16 Maret 2023   10:53 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apakah Ambruknya Beberapa Bank di Amerika pada Minggu Ini Akan Berpengaruh Besar bagi Kondisi Perekonomian di Indonesia? 

Tentu saja dari awal perlu ditekankan tentang pentingnya mempersiapkan pemikiran bahwa kejadian runtuhnya beberapa bank tersebut pada intinya hanya merupakan bagian permasalahan liku-liku bisnis yang relatif kecil bagi sistem perekonomian di Amerika Serikat. Jikalau gemanya sampai juga ke Indonesia, hal tersebut tidak perlu menjadi sumber kepanikan dan sekaligus juga tidak perlu dihadapi dengan tindakan yang tergesa-gesa. Permasalahan yang bersifat lokal, walau juga menjadi berita penting di dunia internasional, yang terkait dengan posisi Amerika Serikat (AS) itu tentu dapat menjadi bahan pembelajaran yang berguna bagi Indonesia, asalkan dipandang dengan sewajarnya dan selalu harus bersikap bijaksana.

Dilematika yang dihadapi oleh SVB sebagai bank pemberi pinjaman kepada para pelaku "start-up" di AS itu pada hakekatnya punya sebab-sebab yang sudah lama, tetapi kurang diperhatikan, bahkan pada dasarnya juga disebabkan karena kebijakan Bank Sentral AS sendiri yang  dapat disebut sebagai "terlalu cepat menaikkan suku bunga dan sekaligus dalam waktu yang cukup singkat."

Hal itu sudah tampak ketika kondisi ekonomi Amerika mulai terpengaruh oleh laju inflasi yang tinggi, sehingga Bank Sentral AS secara berturut-turut berusaha menaikkan suku bunga bank. Dengan naiknya tingkat bunga, yang dalam waktu cukup singkat setelah adanya perang di Ukraina, hal itu tentu menjadi acuan bagi warga masyarakat untuk memilih menabung atau membelanjakan uang yang dipegangnya. Dalam kondisi tersebut tentu saja dapat dipahami bahwa warga masyarakat memang berharap agar nilai uang yang ada di tangan mereka akan tetap baik-baik saja, walaupun pada kenyataan yang terus berkembang justru menjadi berbeda.

Bersamaan dengan peran AS di dalam skenario regional Eropa itu, kelesuan ekonomi sebagai akibat dari kecamuk perang di Ukraina, ternyata ada dampak lain yang membuat harga pangan dan energi melonjak tajam. Sudah barang tentu,  tekanan yang tidak hanya terbatas bagi warga masyarakat di Eropa juga merembet ke Amerika dan sekaligus juga mempengaruhi peredaran uang dolar US$ di pasar. 

Jika pada kondisi sebelum Covid-19 dan disusul oleh perang memang kondisi pasar dalam keadaan relatif stabil, ternyata kemudian menjadi berbeda, yaitu bahwa yang pada intinya telah timbul masalah yang terkait pada upaya masyarakat untuk menjaga tingkat konsumsinya. Kekurangan pasokan gandum dan suplai gas dari wilayah Ukraina dan Rusia ternyata tidak hanya dirasakan oleh warga Eropa. Amerika Serikat juga harus turut merasakan dampaknya. Belanja negara AS turut membengkak, tingkat inflasi terus berada pada kisaran angka yang tinggi, berbeda dengan pada hari-hari sebelumnya, sehingga tidak mengherankan juga apabila gejolak peredaran uang menjadi tidak menentu.

Jadi, wajar saja jika para investor di bank yang menjadi sumber pendanaan bagi pelaku bisnis "start-up" juga lebih suka memilih untuk segera menarik dana simpanan mereka, terutama yang disimpan di SVB. Begitu juga dengan sejumlah bank lokal yang dulunya juga gencar menawarkan suku bunga pinjaman yang menarik. 

Namun demikian, warga masyarakat di negeri Amerika sendiri ternyata telah merasakan tekanan ekonomi, yang membuat mereka merasa perlu untuk mengamankan uang simpanan mereka di bank. Peluang investasi di dalam negeri juga telah menjadi tidak menarik karena  pada kenyataannya justru ada kebijakan Bank Sentral yang mendorong pada pembelanjaan warga di pasar.

Walaupun pemerintah AS sudah berusaha untuk kembali melakukan  koreksi, baik dengan memberikan jaminan yang ditangani dalam skema IDFC maupun melalui pengendalian suku bunga, namun gema kekuatiran masyarakat untuk memilih tindakan untuk menarik simpanan tetap akan besar dan kepastian untuk aktif dalam kegiatan usaha juga dipandang tidak lagi akan mencukupkan jaminan memperoleh laba dalam jangka panjang. 

Industri pertahanan yang dapat dianggap sebagai motor penggerak roda perekonomian AS di tengah kebutuhan untuk melanjutkan keterlibatannya, ternyata juga tidak cukup kuat untuk menggeret sektor-sektor usaha lainnya. Bahkan, sikap warga yang sudah mulai jengah dengan kebijakan politik luar negeri yang dilakukan oleh AS ini juga berpengaruh bagi sikap parlemennya dan oleh karena itu perlu diperhatikan. 

Jika pemerintah AS tetap bersikukuh dalam melibatkan diri untuk selalu menjadi bagian dalam penyedia bantuan bagi negara-negara anggota NATO, langkah pengendalian ekonomi yang dilakukan di dalam negerinya tentu tidak akan berdampak pada pemulihan di dalam waktu yang cepat. Namun demikian, gema berita dari penutupan beberapa bank masih akan menyisakan rasa pesimis di tengah warga masyarakat Amerika, walaupun tidak juga tidak akan menjalar ke negara-negara lain di Asia yang mempunyai ketahanan ekonomi yang berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun