Mohon tunggu...
Buyung Okita
Buyung Okita Mohon Tunggu... Lainnya - Spesialis Nasi Goreng Babat

Mantan Pembalap Odong-odong

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pertempuran Lima Hari Semarang : Letnan Kenpeitai Jepang

3 September 2020   13:06 Diperbarui: 14 September 2020   12:42 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monumen Tugu Muda Semarang dan Museum Mandala Bhakti bekas Markas KODAM IV DIPONEGORO. Sumber: https://foodonmydog.com/museum-mandala-bhakti/

Pertempuran lima hari di Semarang merupakan pertempuran yang mengawali mulainya perjuangan perang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia pasca Kemerdekaan. Pada tahun 1953, Presiden Soekarno meresmikan monumen Tugu Muda sebagai bentuk untuk memperingati perjuangan Masyarakat di Semarang dengan bantuan dari berbagai daerah di Jawa Tengah dalam pertempuran tersebut.

Dalam buku sejarah kisah pertempuran lima hari diceritakan dalam sudut pandang perjuangan masyarakat Semarang dan sekitarnya sebagai bentuk perjuangan untuk mempertahankan dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Artikel mengenai cerita pertempuran lima hari di Semarang dan penyebabnya sudah banyak ditemukan di buku Sejarah, maupun artikel di internet. Tetapi dalam artikel ini saya mencoba untuk menuliskan kisah testimoni dari ketua Kenpeitai atau Polisi Militer Jepang yang bernama Letnan Satu AOKI Masafumi mengenai pandanganya  tentang pertempuran lima hari di Semarang. 

  • Mengenai Pembantaian Penjara Bulu Semarang

"Pesan mengenai keadaan orang Jepang yang menjadi tawanan di penjara Bulu di tengah kota dalam keadaan yang membahayakan sampai kepada saya pada tanggal 16 bulan Oktober 1945. Sementara friksi situasi akan meletusnya pertempuran dengan para pemuda di tengah kota sepertinya akan menjadi konflik yang berskala besar. Dengan segera,  kami beserta 40 pasukan polisi menuju ke penjara bulu di tengah kota. Kami hanya bersenjatakan pistol tangan dan pedang tentara saja. Karena tujuan kami bukanlah untuk menyerang warga indonesia yang berjaga, tetapi untuk menggertak dan juga untuk melindungi diri sewaktu-waktu di tengah situasi yang sulit."

Ketika Letnan Aoki sampai di sekitar penjara Bulu, terdenga suara tembakan dari dalam gedung. Ia berteriak "Apakah ada orang Jepang di dalam ?", yang didapati adalah kaburnya sekitar 30 geriliyawan dari gedung tersebut. Seketika mereka masuk ke dalam gedung dan mendapati bahwa sesuatu yang tragis baru saja terjadi. Satu sel penuh telah menjadi lautan darah, banyak orang Jepang yang ditembak menggunakan senjata api, beberapa tahanan ada yang diseret hingga ke luar dan ditusuk dengan bambu. Tetapi banyak yang masih selamat, tahanan pada sel nomor 3 mengalami nasib yang malang. Terdapat sekitar 130 orang Jepang yang tewas dari total tahanan yang berjumlah sekitar 400 orang. Tahanan pada sel nomor tiga mengalami nasib yang malang dan sel dipenuhi dengan darah. Seketika Letnan Aoki menengok ke tembok dan dan memperhatikan dengan seksama bahwa terdapat tulisan tangan atau pesan yang tertulis dengan darah pada dinding sel tahanan.

Tulisan tersebut berbunyi Kami berdoa untuk kemerdekaan Indonesia        BANZAI (Panjang Umur).

Menurutnya pada tulisan BAN-ZAI, terlihat jeda spasi tulisan yang jelas. Seeprti menandakan bahwa orang yang menuliskannya hampir kehilangan tenaga ketika menulisnya. Sepetni menandakan bahwa seseorang tersebut memikirkan masa depan negara yang menjadi tempatnya menghembuskan nafas terakhirnya.  Letnan Aoki segera memanggil atasannya dan menginformasikan kondisi di tempat tersebut. Dengan suara yang penuh penyesalan Letnan Aoki mengatakan "Sudah terlambat. Jika kita bisa datang lebih cepat di hari kemarin. Hal ini harus segera dilaporkan kepada pemimpin tinggi Indonesia". 

  • Menjelang Gencatan Senjata Pertempuran Lima Hari

Menjelang berakhirnya pertempuran yang berlangsung hampir lima hari di Semarang, Gubernur Jawa Tengah Wongsonegoro dan kepala RS Purusara yang baru dibawa untuk menyaksikan kondisi penjara Bulu tersebut. Letnan Aoki sebagai penerjemah mengatakan "Ini artinya mati  sebagai pendamping sekaligus mendoakan kemerdekaan Indonesia. Apakah musuh anda Orang Jepang ? Bukankah yang baru saja mendarat (Pasukan Sekutu) adalah musuh kita bersama yang sesungguhnya ?". Menurut Letnan Aoki, saat itu Gubernur Wongsonegoro hanya terdiam dengan sedih.

Setelah pulang dari Penjara Bulu, Gubernur Wongsonegoro mengumumkan kepada warga di Semarang untuk menghentikan serangan. "Jangan bertempur lagi dengan tentara Jepang". Dengan seruan itu, menjadi satu titik awal berakhirnya kejadian malang di Semarang.

Selanjutnya dalam testimoninya Letnan Aoki mengatakan.

"Kejadian malang ini bukan hanya bentrokan antara massa warga Indonesia dan tentara Jepang, tetapi di belakangnya ada konspirasi Belanda untuk menduduki kembali Indonesia setelah Jepang kalah perang. Ketika Indonesia dan Jepang kelelahan bertempur satu sama lain, Belanda akan lebih mudah menduduki Indonesia kembali dan penggunaan kekuatan komunis. Tapi saya tidak merasa dendam terhadap rakyat Indonesia, karena saya mengerti betul keadaan mereka, Kesepakatan bersama di kalangan tentara Jepang saat itu adalah mereka akan membantu kemerdekaan Indonesia."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun