Mohon tunggu...
Buyung Okita
Buyung Okita Mohon Tunggu... Lainnya - Spesialis Nasi Goreng Babat

Mantan Pembalap Odong-odong

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memahami Shinto dan Hubungannya dengan Agama

18 Agustus 2020   21:58 Diperbarui: 19 Agustus 2020   21:32 2805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ukiyo-e gunung Fuji/artelino.com

Agama mengajarkan konsep ketuhanan yang Esa, memberikan serangkaian syariat atau aturan dalam menjalani kehidupan dan beribadah yang jelas. Kitab suci dan ajaran para nabi dan ulama/pendeta/rabbi dijadikan pedoman untuk berbagai hal mengenai kehidupan yang universal. Tetapi dalam Shinto terdapat dewa yang jumlahnya 8 Juta atau tak terhingga, sehingga jawaban untuk segala sesuatu tidaklah satu. Diri sendiri harus berjalan dan mencari jawaban atas apa yang ia ingin temukan. 

Secara umum ada festival dan upacara yang berasal dari tradisi yang terus dilestarikan dari suatu buku yang berjudul Kojiki yang berarti "catatan hal kuno" dan nihon shoki yang berarti "catatan mengenai sejarah Jepang" yang dipercaya ditulis pada abad 8 masehi. Yaitu bentuk transmisi tradisi dari keluarga kepada anak-anaknya. Yang kedua, karena Dewa bersemayam di sekitar manusia dalam bentuk material dan non material, maka melakukan interaksi dengan alam berarti dianggap melakukan interaksi dengan dewa. Yang ketiga, melakukan penyucian diri dengan cara membersihkan kaki tangan dan mencuci mulut ketika ingin memasuki Jinja atau kuil. Dan selanjutnya menyelenggarakan berbagai festival dan persembahan.

Dalam ajaran agama Islam, Yahudi dan Nasrani, orientasi kehidupan kita adalah untuk kehidupan di masa depan yaitu kehidupan akhirat yang kekal, yang diartikan sebagai kembali kepada Tuhan yang menciptakan. Meskipun untuk mencapainya diperlukan pengetahuan mengenai kejadian yang telah lampau sebagai pembelajaran. Jawaban yang ingin dicari dari hidup saat ini berada pada masa depan. Sedangkan dalam Shinto menghormati leluhur sangatlah penting, karena manusia dipercaya berasal dari keturunan dewa. Karena dewa merupakan leluhur asal usul manusia, maka ada jawaban yang dapat ditemukan di masa lalu dengan selalu mendekat kepada tradisi.

Itulah mengapa masyarakat Jepang menghargai tradisi dan bahkan sampai memperkuat sifat Xenophobhia dari  Shogun Tokugawa sehingga membuat Jepang mengisolasi dirinya selama beratus-ratus tahun dari dunia luar. Sedangkan masyarakat dunia di barat bersifat menyukai hal yang progresif dan berevolusi. 

Upacara hari kedewasaan yang diikuti setiap pemuda berusia 20 tahun yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat terlepas dari agama yang dipeluk.
Upacara hari kedewasaan yang diikuti setiap pemuda berusia 20 tahun yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat terlepas dari agama yang dipeluk.

Dewasa ini, setelah adanya restorasi Meiji dan masuknya berbagai ilmu dan pemikiran dari barat ke Jepang, konsep Shinto pun mengalami perubahan. Karena adanya konsep agama yang masuk ke Jepang dan para pemeluk agama Nasrani mulai berani menampakkan dirinya untuk beribadah (karena pada era Tokugawa praktisi ibadah Nasrani dilarang) dan berbagai orang asing mulai masuk ke Jepang, akhirnya muncul berbagai keanggotaan dari berbagai sekte Shinto diseluruh negeri. Sehingga dengan munculnya sekte tersebut menjadi sebuah organisasi, membuat Shinto pada praktiknya mirip seperti Shuukyou.

Terlepas bagi yang mempercayai Shinto atau tidak, masyrakat jepang ikut dalam merayakan berbagai festival yang ada. Karena kepercayaan shintou telah mengakar sebagai tradisi, pemikiran dan adat budaya di Jepang. Seperti festival Tanabata, Upacara hari kedewasaan, tradisi mengunjungi kuil di awal tahun yang disebut Hatsumode dll.

Jauh di masa lalu, Jepang tidak memiliki catatan mengenai kitab suci pedoman hidup, tidak memiliki kajian filosofi apapun. Karenanya Jepang mengirimkan orang yang terpilih untuk belajar dan menjadi cendekiawan di China. Sekembalinya dari China, berbagai ilmu dan ajaran juga mengalami sinkretisme. Karena dari awal tidak terdapat apa-apa, maka diri sendiri lah yang menuntun diri untuk mencari jawaban atas segala sesuatu.

Setelah restorasi meiji dan berbagai pemikiran masuk kedalam Jepang, Jepang mulai mengadopsi berbagai fleksibilitas dan semangat akan evolusi dari pemikiran barat dan juga menggabungkan budaya yang menghargai tradisi.

Hal menarik terakhir adalah hampir jarang dan tidak terjadi adanya friksi antar kelompok beragama atau sekte di Jepang. Karena bagi orang Jepang, Tuhan "Kami-Sama".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun