Menyikapi hal ini tentu hanya tugas satu orang, seluruh komponen bangsa harus bersatu padu melawan penjajahan gaya baru. Terutama kalangan elit yang isinya adalah orang-orang hebat, berpendidikan tinggi, punya jabatan, terkenal, berpengaruh dan punya kekayaan. Capres dan cawapres masuk jajaran elit, sehingga perlu memberikan contoh kepada semua.
Pihak berwenang dalam hal ini pemerintah perlu mengeluarkan aturan secara jelas mengenai penggunaan istilah asing ini, jikapun tidak bisa dihilangkan, paling tidak dibatasi.Â
Buat undang-undang untuk mengatur ini semua, mulai dari tempat perbelanjaan, perumahan, apartemen, rumah makan, pendidikan, rumah sakit dan lain sebagainya.
Termasuk juga pada debat capres berikutnya, penyelenggara pemilu (KPU) perlu memberikan aturan yang jelas terkait penggunaan istilah asing bagi peserta debat. Bila perlu dilarang keras menggunakan frasa, peribahasa, nama, istilah asing selama debat berlangsung. Hal ini sebagai bentuk pendidikan kepada masyarakat juga komitmen nasionalisme kita.
Saya khawatir, bila penggunaan nama, frasa, terminologi, serta kalimat asing semakin banyak dan masif dilakukan, suatu saat kita akan menjadi bangsa yang punah, atau paling tidak jadi bangsa linglung karena bengong dan merasa terasing di negeri sendiri.
Butuh kesadaran sekaligus komitmen bersama untuk memelihara bahasa nasional, kearifan lokal sebagai sebuah identitas bangsa dan negara. Kita harus menjadi bangsa merdeka dan berdaulat dengan cara tidak meniru sekaligus menggunakan budaya atau istilah asing.