Mohon tunggu...
Bustamin Wahid
Bustamin Wahid Mohon Tunggu... Administrasi - Nika

Bustamin Wahid ad/ Alumni Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Moi dan Kewaktuan Pemikiran (Catatan di Ruang Demokrasi)

13 April 2019   05:38 Diperbarui: 13 April 2019   06:06 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By. Bustamin Wahid                                 Lecturer Sosiologi Maritim

Kita kembali mendengar dan cermati cerita yang kuno dan tua. Cerita identitas dan pemikiran sama persis kita berada dalam wawasan filsafat sejarah. Jika klaim Eropa terutama Jerman dengan luaran nalar yang di bangun Hegel dan mungkin menjadi pembeda di timur dengan paradigma sejarah yang dirunut Murthada Mut'ahrri.

Orang MOI ribuan tahun dahulu sudah mengagumi yang namanya kecerdasan, rumah adat kambik tempat berdayu-dayu gagasan dan perdebatan keilmuan.

Mereka meyakini tradisi pendidikan sebagai mimbar kebebasan utk mengenali diri dan memelihara mental utk berubah dan menjadi. Tidak sekedar tahu tapi jauh dari itu bagamain mereka memulai dan mengakhiri dengan sasaran memuliakan manusia, nadanya adalah humanis.

Ada fakta baru tentang realitas demokrasi, manusia diperhadapkan dengan dunia pilkada dan mereka pun sedikit tersisih dari alam yang mereka hidup dan jaga. Kerelaan yang berat, peradaban itu harus cepat dikembalikan tampan merusak struktur dan norma yang mereka genggami. Kadang logika kesuksesan adalah mereka yang mengendalikan kekuasan yang diperjuangkan oleh demokrasi.

Kekuasaan tidak beda seperti orang yg penakut harus dikawal dengan senapan lengkap, petugas bergentayangan di mana karena alasan kuasa. 

Hei... Penguasa bukan sekedar urusan berapa banyak kehadiran untuk menyapa tetapi kehadiran yang bisa membangkitkan mentalitas rakyat utk bergegas berubah. Jangan berlaku taravelling dan kenikmatan dirindukan sedangkan mental rakyat terjepit.

Kini demokrasi tidak lagi menyampaikan subtansi tetapi keseringan baliho, spanduk dan  sejenisnya sehingga keseringan demokrasi terlihat seperti dekorasi saya ingat pesan-pesan Basri Amin dalam satu cacatan.

Kita serius dan membutuhkan kesabaran untuk mengembalikan "PERADABAN MOI YANG TUA", walau ide-ide peradaban itu dicurigai dan dituduh sesaat.  Kita meyakini dengan mempersiapkan diri dan bicara kepada halayak tentang jalan pencerahan yang kita miliki. 

Akan lahir satu pertanyaan, mungkinkah sejarah akan berulang? Sejarah mungkin saja kembali terjadi jika tetapi berbeda episode dan waktu. Kebangkitan peradaban barat adalah satu kerinduan atas Kepergian imperius Yunani yang ratusan abad runtuh, dan mereka katakan bahwa mereka menemukan anak mereka yang hilang.

Rutinitas untuk menjaga daya nalar adalah tugas orang-orang MOI yang mentradisi. Meta daya itu tercermin dalam kesertan orang MOI dalam pendidika Kambik, penulis menyebutkan pendidika. Adat Kambik adalah mimbar dan kebebasan intelektual orang MOI dalam tiap-tiap episode.

#bersambung

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun