Mohon tunggu...
Rofatul Atfah
Rofatul Atfah Mohon Tunggu... Guru - Guru Tidak Tetap

Seorang guru biasa dan Ibu dari anak-anaknya yang istimewa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Andai Ada Aplikasi Edukasi Untuk Para Guru

2 Mei 2016   00:40 Diperbarui: 2 Mei 2016   01:04 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendahuluan

Berita dari Koran KOMPAS (23 April 2016, halaman 11 bagian bawah) tentang permasalahan Dana Tunjangan Profesi Guru (TPG) masih selalu berkisar pada keterlambatan pencairan. Sebelumnya mohon maaf saya kutip seutuhnya : "Semua pihak terkait punya alasan masing-masing mengenai alasan keterlambatan tersebut. Ada yang beralasan karena adanya berkas-berkas yang belum lengkap. Terutama berkas berupa Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Penerima Tunjangan Profesi bagi Guru PNS Daerah pada jenjang pendidikan dasar.  Ada lagi karena ruwetnya melengkapi berkas dan validasi data pada laman data pokok pendidikan (DAPODIK) yang memerlukan waktu berhari-hari".

Kutipan selanjutnya : "Sebaliknya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menjelaskan bahwa pengiriman TPG untuk pegawai negeri sipi (PNS) dan swasta memiliki mekanisme yang berbeda.Bagi guru PNS, TPG dikirim melalui Kementerian Keuangan ke pemerintah daerah. Kemudian pemerintah daerah mencairkannya kepada guru PNS. Sementara untuk guru swasta, TPG dikirim langsung dari pusat ke rekening guru".

Mengapa harus saya kutip seutuhnya ? Karena untuk menjelaskan sebuah permasalahan yang sama yang terjadi berulang-ulang setiap tahun tentunya memerlukan kejelasan dimana duduk permasalahan sebenarnya. Perdebatan atas dasar persepsi yang berbeda tentunya tidak akan menemukan hasil, apalagi solusi. Mengingat tidak ada orang yang mau disalahkan. Dan dalam tulisan di Koran Kompas itulah saya menemukan hal yang perlu dibeberkan secara terbuka. 

Pertama, bagi pihak instansi di daerah, keterlambatan pencairan dana TPG adalah karena adanya berkas-berkas yang belum lengkap, terutama yang menjadi dasar hukum pencairanya itu berupa Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Kedua, bagi para guru merasa betapa ruwetnya melengkapi berkas dan validasi data pada laman data pokok pendidikan (DAPODIK) yang memerlukan waktu berhari-hari.

Ketiga, bagi pihak pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sendiri sudah melaksanakan pencairan dana TPG sesuai mekanisme yang ada. 

Keempat, mekanisme pencairan TPG bagi guru PNS ternyata harus menempuh prosedur 3 tahapan, yang tentunya masing-masingnya memerlukan waktu yang tidak sebentar.

Berdasarkan pengalaman saya sendiri, berurusan dengan kantor pemerintah, salah-satu sumber keruwetanadalah berupa ketidak samaan persepsi antara penyelenggara administrasi dan para pemakai jasa administrasi negara. Dalam hal ini khususnya di bidang administrasi kependidikan. 

Para penyelenggara administrasi negara tentunya sudah mempunyai aturan baku tentang prosedur yang harus dilakukan untuk melaksanakan keputusan yang telah ditetapkan oleh para penyelenggara negara, yaitu Menteri dan para pimpinan di bawahnya. Sedangkan para guru tahunya adalah mereka membutuhkan bantuan untuk dibimbing melengkapi semua persyaratan yang dibutuhkan.

Agak aneh juga sebenarnya para guru yang sebenarnya rata-rata sarjana ketika berhadapan dengan sistem administrasi negara menjadi gagap dan nyaris tidak ubahnya dengan paramurid yang kebingungan ketika diberi tugas oleh mereka sendiri. Mungkin pertama karena para guru tidak terbiasa menyimpan arsip dengan baik, ada juga yang belum mengurus kelengkapan kepegawaian yang sudah seharusnya mereka lakukan sejak pertama diangkat jadi PNS. Tetapi bisa juga karena peraturan yang baru lebih detail daripada sebelumnya, atau bahkan peraturan yang baru masih samar dan sebatas issu sehingga mereka harus jumpalitan memahaminya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun