Gelombang demonstrasi besar melanda Jakarta selama empat hari terakhir, dipicu oleh kemarahan publik terhadap perilaku sejumlah pejabat publik, khususnya anggota DPR dari Fraksi Nasdem dan PAN. Aksi unjuk rasa yang awalnya damai berujung ricuh, setelah seorang pengemudi ojek online (ojol), Affan Kurniawan, tewas tertabrak kendaraan taktis (rantis) Barracuda milik Brimob pada Kamis (28/8). Puncaknya, pada Sabtu (30/8), massa melakukan penjarahan di 4 kediaman anggota DPR dan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati.
Kematian Affan Kurniawan, tulang punggung keluarga, semakin memicu amarah mahasiswa, buruh, dan komunitas ojol. Mereka menuding aparat kepolisian bertindak represif dan tidak profesional dalam mengamankan aksi demonstrasi.
"Kami sangat berduka atas meninggalnya Affan. Ini adalah bukti nyata bahwa suara rakyat tidak didengar dan aparat bertindak brutal," ujar perwakilan aliansi mahasiswa dalam orasinya di depan Gedung DPR RI, Jumat (29/8).
Aksi demonstrasi yang semakin memanas mencapai puncaknya pada Sabtu malam, ketika massa bergerak menuju kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Rumah dinas Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi sasaran amuk massa. Laporan dari lokasi kejadian menyebutkan, massa menjarah seluruh isi rumah, termasuk barang-barang mewah dan aset berharga lainnya.
"Kami sangat menyesalkan kejadian ini. Kekerasan bukanlah solusi. Kami mengimbau semua pihak untuk menahan diri dan menyelesaikan masalah melalui dialog," kata juru bicara kepolisian dalam konferensi pers, Minggu (31/8).
Iip Rifai, seorang pengajar di Kota Serang, yang juga aktif mengamati dinamika sosial politik, menilai bahwa kepongahan pejabat publik menjadi salah satu faktor utama pemicu kemarahan massa.
"Kepongahan adalah bentuk perilaku setan yang akan menghancurkan seseorang, dimulai dari meremehkan dan sombong terhadap orang lain. Pejabat publik sejatinya hati-hati dalam bertutur dan bertindak, terlebih terhadap rakyat," ujar Iip Rifai.
Rifai menambahkan, perilaku pejabat publik yang terkesan arogan dan tidak peduli terhadap aspirasi rakyat, semakin memperburuk citra pemerintah di mata masyarakat. Hal ini menciptakan jurang pemisah yang lebar antara penguasa dan rakyat yang dipimpinnya.
Dalam konteks ini, relevansi hadis Nabi Muhammad SAW tentang bahaya kesombongan menjadi sangat penting. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari kesombongan." Hadis ini mengingatkan bahwa kesombongan, termasuk kepongahan, adalah sifat tercela yang dapat menjauhkan seseorang dari rahmat Allah SWT.