Menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun ini, saya memutuskan untuk mudik ke kampung halaman, Gunung Buntung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang.Â
Perjalanan yang selalu dinanti ini menjadi momen berharga untuk berkumpul bersama keluarga besar dan merayakan lebaran dengan tradisi yang telah diwariskan turun-temurun.
Setibanya di rumah nenek Omar, suasana hangat langsung terasa. Ibu-ibu di dapur sibuk mempersiapkan hidangan khas lebaran seperti opor ayam, rendang, dan kue-kue tradisional.
Namun, di tengah kesibukan itu, terdengar keluhan dari salah satu bibi saya mengenai harga kelapa yang melonjak drastis hingga mencapai Rp15.000 per butir.Â
Bahkan, kabar di Kota Serang menyebutkan harga telah menembus Rp25.000 per butir. Kenaikan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat sebelumnya harga kelapa relatif stabil.
Beberapa faktor yang menyebabkan lonjakan harga kelapa secara tiba-tiba antara lain:
Pertama, peningkatan permintaan ekspor. Menteri Perdagangan Budi Santoso mengungkapkan bahwa tingginya permintaan ekspor kelapa bulat menyebabkan stok dalam negeri menipis, terutama menjelang lebaran. Negara-negara seperti Tiongkok, Vietnam, Thailand, dan Malaysia menjadi tujuan utama ekspor kelapa Indonesia.
Kedua, regulasi ekspor yang kurang ketat. Kurangnya pengawasan terhadap regulasi ekspor kelapa mengakibatkan lonjakan harga dan kesulitan stok di pasar domestik. Para pedagang di Pasar Rawu, Kota Serang, misalnya, mengeluhkan pasokan yang tidak stabil dan harga yang terus meningkat sejak pertengahan 2024.
Ketiga, krisis bahan baku industri pengolahan. Sejak Oktober 2024, industri pengolahan kelapa mengalami kelangkaan bahan baku. Di Riau, dua perusahaan besar telah menghentikan operasi beberapa pabriknya, merumahkan sekitar 3.000 karyawan.
Krisis bahan baku ini juga berdampak pada industri pengolahan kelapa seperti Sunkara di Kepulauan Riau. Beberapa pabrik terpaksa mengurangi kapasitas produksi atau bahkan menutup operasionalnya karena kesulitan mendapatkan pasokan kelapa yang cukup.Â
Hal ini mengancam keberlangsungan industri dan berdampak pada ribuan tenaga kerja yang bergantung pada sektor ini.
Di kampung saya, kenaikan harga kelapa menimbulkan keresahan, terutama bagi para ibu rumah tangga. Santan, yang merupakan hasil olahan kelapa, menjadi bahan utama dalam banyak hidangan lebaran.Â
Dengan harga kelapa yang tinggi, banyak ibu-ibu khawatir masakan mereka akan kurang lezat atau bahkan tidak dapat memasak hidangan tertentu karena keterbatasan santan.
"Sebelumnya, kita bisa membeli kelapa dengan harga terjangkau. Sekarang, dengan harga yang menganga, kita harus berpikir dua kali untuk membeli dalam jumlah yang sama," keluh tetangga sebelah.
Masyarakat berharap pemerintah dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi masalah ini, seperti: pembatasan ekspor kelapa, pengawasan regulasi ekspor,
serta dukungan bagi petani lokal.
Masyarakat berharap agar pemerintah segera mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengatasi krisis ini, sehingga tradisi dan cita rasa hidangan lebaran tetap terjaga.Â
*Gunung Buntung, 1 Syawal 1446 H
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI