Mohon tunggu...
BungRam
BungRam Mohon Tunggu... Konsultan - Pemerhati pendidikan, konsultan program pendidikan

Book lover, free traveller, school program consultant, love child and prefer to take care for others

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Asesmen Nasional, Perubahan Paradigma dan Penghapusan UN atau Penggantian "Jaket" UN?

13 Oktober 2020   04:52 Diperbarui: 13 Oktober 2020   05:40 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dari hasil Asesmen Nasional tersebut potret layanan dan kinerja setiap sekolah kemudian akan  menjadi cermin untuk adanya refleksi  dan mempercepat perbaikan mutu pendidikan Indonesia.  Asesmen Nasional 2021 adalah pemetaan mutu pendidikan pada seluruh sekolah, madrasah, dan program keseteraan jenjang sekolah dasar dan menengah. Asesmen Nasional terdiri dari tiga bagian, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.

Bagian pertama, Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)   dirancang untuk mengukur capaian peserta didik dari hasil belajar kognitif yaitu literasi dan numerasi. Kedua aspek kompetensi minimum ini, menjadi syarat bagi peserta didik untuk berkontribusi di dalam masyarakat, terlepas dari bidang kerja dan karier yang ingin mereka tekuni di masa depan. Meskipun demikian menurut Mendikbud "fokus pada kemampuan literasi dan numerasi tidak kemudian mengecilkan arti penting mata pelajaran karena justru membantu murid mempelajari bidang ilmu lain terutama untuk berpikir dan mencerna informasi dalam bentuk tertulis dan dalam bantuk angka atau secara kuantitatif,"

Bagian kedua dari Asesmen Nasional adalah 'survei karakter' yang dirancang untuk mengukur capaian peserta didik dari hasil belajar sosial-emosional berupa pilar karakter untuk mencetak Profil Pelajar Pancasila. "Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME serta berakhlak mulia, berkebhinekaan global, mandiri, bergotong royong, bernalar kritis, dan kreatif," kata Mendikbud.

Bagian ketiga dari Asesmen Nasional adalah 'survei lingkungan belajar' untuk mengevaluasi dan memetakan aspek pendukung kualitas pembelajaran di lingkungan sekolah.

Asesmen Nasional (AN) pada tahun 2021 dilakukan sebagai pemetaan dasar (baseline) dari kualitas pendidikan yang nyata di lapangan, sehingga tidak ada konsekuensi bagi sekolah dan murid.  Oleh karenanya jika hal itu terwujud, hasil Asesmen Nasional tidak berdampak pada konsekuensi tertentu untuk  sekolah atau murid, apalagi terkait kesempatan belajar mereka untuk melanjutkan  ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, akan menjadi "merdeka".  Asesmen bertujuan hanya untuk memetakan kondisi kualitas pendidikan nasional yang sebenarnya.

Disebutkan salah satu bentuk hasil dari Asesmen Nasional tersebut pemerintah akan membantu sekolah dan dinas pendidikan dengan cara menyediakan laporan hasil asesmen yang menjelaskan profil kekuatan dan area perbaikan tiap sekolah dan daerah.

"Sangat penting dipahami terutama oleh guru, kepala sekolah, murid, dan orang tua bahwa Asesmen Nasional untuk tahun 2021 tidak memerlukan persiapan-persiapan khusus maupun tambahan yang justru akan menjadi beban psikologis tersendiri. Tidak usah cemas, tidak perlu bimbel khusus demi Asesmen Nasional," kata Mendikbud. Sebagaimana Mendikbud, Badan Standar Nasional Pendididikan (BSNP) pun menyuarakan hal sama, yaitu bahwa Asesmen Nasional ini menjadi salah satu alternatif transformasi pendidikan di tingkat sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, pengajaran, dan lingkungan belajar di satuan pendidikan.

Penting untuk mencermati wacana AN tersebut, terutama berkaitan dengan pola administrasi pendidikan di tingkat satuan pendidikan (sekolah) dan kebijakan pelaksanan program pendidikan  oleh pemerintah daerah. Pada pemberlakukan Kurikulum 2013, yang sejatinya menurut saya adalah salah satu tahapan kongkret peniadaan UN, belum terlaksana kecuali ujung-ujungnya hanya mengubah "jaket" UN menjadi Ujian Sekolah (US). Karena paket ujian tidak jauh berbeda dengan praktek UN meskipun dalam penentuan kelulusan, sekolah punya wewenang mutlak daripada mengacu kepada hasil nilai US. Jadi substansi perubahan paradigma pendidikan tidak terwujud di pergantian istilah tersebut.

Pada konsep Asesmen Nasional ini, proses pembelajaran yang berlangsung di setiap satuan pendidikan, mulai dari SD hingga SMA, perlu ditetapkan mulai dari proses pengolahan hasil belajsr yang oleh Mendikbud secara akademik hanya akan fokus kepada kemampuan minimum,  literasi dan numerasi, lalu dari aspek afektif kepada survei karakter, dan dilengkapi dengan survei lingkungan pendidikan.

Pada faktanya, mengubah paradigma tidak semudah mengubah kurikulum, meskipun perubahan kurikulum pun selalu mengundang perdebatan dan "mengusik"  kepentingan para mafia pendidikan. Di sini pemerintah harus jeli, dan pastinya 'berani'. Berani mengubah pandangan para pelaksana program dan kebijakan pendidikan, terutama di tingkat pemerintah daerah, dengan disertai pengawasan yang seksama. Sehingga praktik-praktik yang menghambat perubahan paradigma itu secara akar rumput benar-benar hilang!

Secara singkat menurut saya "praktik-praktik" di akar rumput  tersebut di antaranya ialah mulai dari pelanggaran peraturan  penerimaan peserta didik baru, penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah, praktik pungutan liar di lingkungan sekolah dan para pemangku kebijakan di wilayahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun