Ini jadi semakin menarik, sebab seingat saya antara kelompok hijau dan biru saja dulu tidak terlalu rukun. Sekalipun mereka sama-sama "bertanah air" Kasultanan Ngayogyakarta. Malah PSS dan PSIM sempat berbagi kkandang di Stadion Mandala Krida.
Diberitakan oleh Jawa Pos, selain aksi doa bersama juga ada pembicaraan mengenai kesepatakan damai antara supporter Solo, Yogyakarta, dan Sleman dalam kesempatan itu. Hal ini dikonfirmasi oleh dirigen Pasoepati, Agus Warsoep.
"Saatnya kita bersatu. Semoga juga menular ke kota lain," ujar Agus Warsoep kepada Radar Solo.
"Ini momen bagus, sudah saatnya kita menurunkan ego dan memberi warisan perdamaian untuk generasi berikutnya," tambah Presiden Brajamusti, Muslich Burhanuddin, kepada Jawa Pos.
Berita gembira dari Surabaya dan Yogyakarta ini musti kita sambut dengan penuh suka cita. Sudah cukup para suporter menjadikan stadion yang seharusnya tempat menyenangkan sebagai homo ludens, sebagai arena saling serang satu sama lain.
Sudah waktunya jargon "tidak ada pertandingan sepak bola seharga nyawa" benar-benar diimani dan dijadikan pedoman oleh setiap mereka yang mengaku sebagai pecinta sepak bola nasional.