Dalam akun Twitter-nya di hari yang sama, pentolan Bonek Andie Peci menambahkan, "Kalau diperbolehkan oleh Aremania, saya akan datang ke Malang untuk mengucapkan duka dan bersama-sama dalam gerakan usut tuntas tragedi di Kanjuruhan. Matur suwun."
Awal Perdamaian
Ini tentu kabar baik bagi kita semua. Permusuhan di antara Bonek dan Aremania memang harus diakhiri. Kita tentu tidak ingin lagi terjadi razia kendaraan plat L di Malang oleh Aremania, maupun razia kendaraan plat N di Surabaya oleh Bonek.
Jauh sebelum ini, Bonek juga sudah menjalin ikrar damai  bersama Pasoepati. Mengingatkan saya pada aksi solidaritas yang digelar Pasoepati bersama-sama, menariknya, kelompok suporter klub-klub DI Yogyakarta.
Dalam foto yang beredar di media sosial beberapa hari lalu, saya sempat melihat satu konvoi yang di dalamnya ada bendera biru-putih PSIM Mataram, bendera Persis Solo, juga bendera hijau PSS Sleman sekaligus. Ini pemandangan yang membuat saya benar-benar tercengang.
Maklum saja, 10 tahun tinggal di Kota Pelajar dan menonton pertandingan PSS sejak berkandang di Stadion Tridadi (juga PSIM Mataram), saya tahu betul ada gesekan di antara kelompok-kelompok suporter ahli waris Kerajaan Mataram. Baik antara merah vs hijau, maupun merah vs biru.
Permusuhan itu berlangsung sejak lama, sekalipun klub yang bermarkas di Solo dan di-support barisan pendukung Pasoepati berganti-ganti. Dari Persis, Arseto, Pelita, lalu Persijatim Solo FC, setelah itu kembali lagi ke Persis ketika Persijatim dibeli pemerintah provinsi Sumatera Selatan dan pindah ke Palembang.
Di antara ketegangan yang terkenal adalah derby Mataram pada 4 Juni 2000. Di mana sebanyak 10.000 Pasoepati berkonvoi dalam 95 bus, beberapa truk, mobil pribadi dan sepeda motor, kemudian menggeruduk Mandala Krida (sumber).
Chaos di depan mata. Pasalnya, kapasitas stadion hanya 15.000 penonton. Pertandingan antara PSIM vs Pelita Solo itu memang tidak pernah selesai, sebab kelompok suporter kedua klub sudah saling lempar batu sejak menit-menit awal.
Saya pernah berada di tengah-tengah aksi saling lempar (batu, botol plastik berisi kencing, dll.) ketika PSS menjamu Persijatim Solo FC di Mandala Krida. Kalau tidak salah ingat itu terjadi di tahun 2003, masa di mana PSS nyaris juara Liga Indonesia.
Kembali ke doa bersama tadi. Yang tidak saya tahu, aksi solidaritas di pelataran Mandala Krida pada Selasa (4/10/2022) malam WIB itu ternyata diprakarsai oleh Brajamusti dan The Maident alias Mataram Independent. Keduanya merupakan kelompok suporter PSIM.