Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Jadikan Tragedi Kanjuruhan sebagai Tonggak Perdamaian Antarsuporter

6 Oktober 2022   22:13 Diperbarui: 7 Oktober 2022   04:45 1074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Suporter Klub Sepak Bola Indonesia. (Foto: KOMPAS.com/Suci Rahayu) 

Dalam akun Twitter-nya di hari yang sama, pentolan Bonek Andie Peci menambahkan, "Kalau diperbolehkan oleh Aremania, saya akan datang ke Malang untuk mengucapkan duka dan bersama-sama dalam gerakan usut tuntas tragedi di Kanjuruhan. Matur suwun."

Awal Perdamaian

GAMBAR: Instagram/officialpersebaya
GAMBAR: Instagram/officialpersebaya

Ini tentu kabar baik bagi kita semua. Permusuhan di antara Bonek dan Aremania memang harus diakhiri. Kita tentu tidak ingin lagi terjadi razia kendaraan plat L di Malang oleh Aremania, maupun razia kendaraan plat N di Surabaya oleh Bonek.

Jauh sebelum ini, Bonek juga sudah menjalin ikrar damai  bersama Pasoepati. Mengingatkan saya pada aksi solidaritas yang digelar Pasoepati bersama-sama, menariknya, kelompok suporter klub-klub DI Yogyakarta.

Dalam foto yang beredar di media sosial beberapa hari lalu, saya sempat melihat satu konvoi yang di dalamnya ada bendera biru-putih PSIM Mataram, bendera Persis Solo, juga bendera hijau PSS Sleman sekaligus. Ini pemandangan yang membuat saya benar-benar tercengang.

Maklum saja, 10 tahun tinggal di Kota Pelajar dan menonton pertandingan PSS sejak berkandang di Stadion Tridadi (juga PSIM Mataram), saya tahu betul ada gesekan di antara kelompok-kelompok suporter ahli waris Kerajaan Mataram. Baik antara merah vs hijau, maupun merah vs biru.

Permusuhan itu berlangsung sejak lama, sekalipun klub yang bermarkas di Solo dan di-support barisan pendukung Pasoepati berganti-ganti. Dari Persis, Arseto, Pelita, lalu Persijatim Solo FC, setelah itu kembali lagi ke Persis ketika Persijatim dibeli pemerintah provinsi Sumatera Selatan dan pindah ke Palembang.

Di antara ketegangan yang terkenal adalah derby Mataram pada 4 Juni 2000. Di mana sebanyak 10.000 Pasoepati berkonvoi dalam 95 bus, beberapa truk, mobil pribadi dan sepeda motor, kemudian menggeruduk Mandala Krida (sumber).

Chaos di depan mata. Pasalnya, kapasitas stadion hanya 15.000 penonton. Pertandingan antara PSIM vs Pelita Solo itu memang tidak pernah selesai, sebab kelompok suporter kedua klub sudah saling lempar batu sejak menit-menit awal.

Saya pernah berada di tengah-tengah aksi saling lempar (batu, botol plastik berisi kencing, dll.) ketika PSS menjamu Persijatim Solo FC di Mandala Krida. Kalau tidak salah ingat itu terjadi di tahun 2003, masa di mana PSS nyaris juara Liga Indonesia.

Kembali ke doa bersama tadi. Yang tidak saya tahu, aksi solidaritas di pelataran Mandala Krida pada Selasa (4/10/2022) malam WIB itu ternyata diprakarsai oleh Brajamusti dan The Maident alias Mataram Independent. Keduanya merupakan kelompok suporter PSIM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun