Mohon tunggu...
Maya Siswadi
Maya Siswadi Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer, Mom

Ibu 3 anak, lecturer; blogger

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Aku & KAI Commuter Kesayangan: Kenapa Secinta Itu?

4 September 2023   11:44 Diperbarui: 4 September 2023   12:04 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya bersama anak-anak sedang menunggu di peron Stasiun Kebayoran, begini kondisi stasiun sebelum direvitalisasi (dokumen pribadi)

Anker sejati? Ya, kalau mau dibilang anker, ya saya salah satu rombongan anker, anak kereta. Sebutan kaum urban di era 90-2000an awal yang hobi dan cinta mati sama kereta sebagai sarana transportasi harian menuju tempat kerja, berdagang, sekolah, kuliah, belanja, dsb. Rutin naik tiap pagi dan sore, bahkan saat weekend bersama keluarga. 

Pada era itu, commuter line Jabodetabek belum lah senyaman 10 tahun terakhir yang bersih, sejuk, dan terkadang wangi. 

Cerita Commuter di Era 90an

Kereta commuter jabodetabek di era 90an, masih KRD dengan lokomotif di bagian kepala depannya. Pintunya sering tidak dapat ditutup dengan benar, jendelanya terbuka lebar dan banyak yang retak, penyejuk ruangan sering tak berfungsi. 

Banyak pedagang kaki lima mondar mandir dalam gerbong yang padat penumpang, menjajakan dagangan, buah, sayur, nasi, kue-kue, gorengan, hingga aneka asesoris. Kadang penumpang berbaur dengan aneka ternak, ayam, bebek, kambing 😂. 

Hoo, tapi jangan salah, bagi pecintanya, saya 🖐️, kereta KRD jalur Tanahabang - Rangkas/Merak merupakan moda transportasi andalan menuju pusat kota. Bagi kami yang tinggal di wilayah sub urban, penyangga ibukota, ga masalah berdesak-desakan, bersimbah keringat, mencium berbagai aroma "syedap", dan kadang sulit menjejakkan kaki 😂. 


Bahkan di jaman itu, kereta yang jadwalnya sangat jarang (dulu 30-40 menit sekali udah rekor terdekat), banyak yang terpaksa naik di atap, nyempil di jendela, atau bahkan berdiri di lokomotif saking penuhnya. 

Kenapa ga menunggu jadwal berikutnya? 

Hoo, jangan bayangkan commuter masa kini yang gerbongnya lebih banyak, dan jadwalnya tiap 10-15 menit sekali. Pada era 90an, kami harus menunggu 1-2 jam baru ada kereta berikutnya, jalur rel masih single track. Kereta bergantian satu rangkaian berjalan sampai ke stasiun berikutnya, baru rangkaian arah sebaliknya boleh berjalan, supaya tidak tabrakan, pun hanya ada 5-6 gerbong dalam satu rangkaian kereta! Bandingkan dengan sekarang yang saat rush hour bisa 12 gerbong. 

Dengan kondisi gerbong terbatas, dan jadwal kereta yang lumayan jauh jaraknya, 1-2 jam, apakah rela menunggu jadwal berikutnya? 

Membayangkan naik moda transportasi lain bakal jauh lebih lama, sementara menunggu hingga 1 jam jadwal kereta berikutnya sudah pasti terlambat! Ga heran jika banyak yang memaksakan diri masuk, terpaksa mendorong, memaksa nyempil walau hanya mampu menjejakkan satu kaki, naik ke atap, dsb.

Cerita KAI Commuter di Masa Kini

Tapi itu cerita masa lalu. Cerita sejarah berpuluh tahun silam. 

Saya melihat dan merasakan sendiri transformasi KAI Commuter dari tahun ke tahun. Dari masih KRD jaman saya kuliah, menjadi kereta rel listrik (KRL) ekonomi, kereta ekspress, jalur rel double track, kereta commuter ekonomi AC yang bersih dan nyaman seperti sekarang, hingga berbagai perubahan stasiun dari masa ke masa.

Sekarang, orang mau buang sampah di dalam gerbong pun sungkan, saking bersihnya. Padahal di dalam gerbong tak ada tong sampah. Petugas kebersihan memang selalu mondar mandir membersihkan tiap sampai di stasiun tujuan. Tapi saat membersihkan pun kondisinya masih bersih. Kalau ada yang punya habit jelek mau buang sampah sembarangan di dalam gerbong, sanksi sosial lah yang berlaku, dipelototi atau ditegur oleh sesama penumpang 😆, bukan petugas lagi yang beraksi 😅.

Pada masa kini, jadwal kereta sudah lebih banyak, bahkan di rush hour jadwalnya bisa 10 menit sekali, jumlah gerbongnya pun jauh lebih banyak, dalam 1 rangkaian kereta bisa 10-12 gerbong. Dengan kondisi begini, penumpang yang terangkut lebih banyak, mengurangi tumpukan penumpang di stasiun dan di gerbong. Saya merasakan sendiri akhir-akhir ini, gerbong rasanya lebih longgar, bisa menjejakkan kaki dengan leluasa, dan nyaman bergerak, tak lagi berdesakan.

Banyak kaum urban, pekerja masa kini yang bekerja di wilayah Sudirman, Thamrin, Kuningan dan tinggal di wilayah sub urban semacam Bintaro, BSD, dst memilih naik commuter dengan alasan lebih praktis dan cepat. Mereka bahkan naik mobil pribadi untuk parkir di stasiun, lanjut naik commuter sampai stasiun terdekat tujuan, lanjut naik bus atau ojek. 

Tak jarang kaum urban ini berangkat dengan pakaian rapi, wangi, menggunakan jas, bergaya smart casual, atau wanita mengenakan blazer, outer. Ada juga yang menggunakan sepatu berhak tinggi berujung runcing, high heels! 

Bahkan belakangan saya amati, di saat weekend ada yang menuju tempat acara atau kondangan menggunakan kereta commuter. Kog tahu? Hahaha nebak aja sih, melihat ada yang menggunakan kebaya lengkap dengan wastra Indonesia, memakai selop berhak tinggi, tas kecil berwarna gold atau silver berhias manik-manik, dsb, asesoris yang biasa digunakan saat menghadiri resepsi pernikahan atau acara resmi semacam wisuda atau gala dinner. Saya pernah begini 🤭.

Mengapa Secinta itu sama KAI Commuter?

Saya dulu bagian dari pejuang anker yang naik tiap pagi siang untuk berangkat dan pulang kuliah dari Salemba. Bayangkan rumah di Tangerang Selatan, kuliah nun di Jakarta Pusat. Masuk kuliah jam 8 pagi. 

Kalau mengandalkan moda transportasi lain, saya harus menyisihkan 2-3 jam sebelumnya. Berarti harus berangkat sejak subuh. 

Kenapa ga kos aja? 

Kan ada kereta 😆. Saya lebih suka naik commuter, bisa jalan santai dari rumah jam 6.15 atau 6.30, sampai di kampus jam 8 kurang. Cepat dan hemat waktu kan?

Ya, walau jaman itu harus rela bercucuran keringat, terpaksa mendorong-dorong orang untuk bisa masuk dan terangkut, agar tak terlambat kuliah.

Ketika akhirnya mulai kerja di daerah Kampung Melayu, saya tetap memilih kereta! 

Lah dengan naik kereta saya bisa saving time 1-3 jam saat pulang dan pergi, ngapain kos? Saya bisa hemat waktu, hemat uang, hemat tenaga. Uangnya bisa saya manfaatkan untuk makan, jajan, beli keperluan lain.

Saya memang secinta itu dengan KAI commuter. Ke mana pun pergi, commuter line selalu jadi andalan. Ke Ancol jalan-jalan, ke Jatinegara nyari kacamata, atau ke GBK lari pagi pun naik commuter. 

Kami naik Commuter dari Tangerang Selatan buat cari Kacamata di Jatinegara, Jakarta Timur (Dokumen Pribadi)
Kami naik Commuter dari Tangerang Selatan buat cari Kacamata di Jatinegara, Jakarta Timur (Dokumen Pribadi)

Kami pernah sekeluarga menghadiri wisuda di Senayan JCC menggunakan commuter dengan alasan praktis dan cepat! Kalau menggunakan mobil pribadi, kami harus jalan sejak pukul 6 pagi, sementara dengan KAI Commuter, jam 7 pagi pun kami masih bisa sampai sebelum jam 8. Ga pusing dan riweuh cari parkir, ga stress macet-macetan di jalan!

Pengalaman baru-baru ini saat menghadiri KAI Commuter Hijaukan Indonesia di Muara Tawar Bekasi, saya gunakan commuter juga. Naik kereta jam 05. 40 dari Sudimara transit di Tanahabang, sampai stasiun Bekasi pukul 06.50, lanjut angkot dan ojol. Selain melalui Bekasi, bisa via stasiun Tj. Priok.

Pengalaman lain, dengan commuter line saya bisa sampai GBK cuma setengah jam! Sementara kalau naik moda transportasi lain, paling cepat 1,5-2 jam! Dengan kondisi jalanan ibukota yang makin padat kendaraan, baik mobil pribadi dan motor, naik KAI commuter jadi lebih praktis! Ga capek di jalan, bisa numpang tidur kalau kebagian duduk, ga kepanasan kehujanan, pokoknya nyaman, cepat, efisien, aman. 

Aman? Asal selalu waspada, InsyaAllah aman, dekap tas di bagian depan, jika menggunakan backpack, pindahkan, gendong ke depan, tidak mengantongi hp disaku baju atau celana, dsb. 

Tukang Kompor?

Oh ya, setelah sekian puluh tahun terbiasa dan selalu merasa nyaman naik commuter, saya hampir selalu "meracuni" teman-teman untuk merasakan cepat dan nyamannya naik moda yang sama. Jadi, kalau ada yang bertanya angkutan menuju suatu lokasi, maka moda transportasi pertama yang selalu saya sarankan ya commuter. 

Ada teman yang mau ke Jiexpo Kemayoran, saya sarankan naik commuter hingga stasiun Juanda (jalur Depok/Bogor) atau stasiun Rajawali yang sangat dekat dengan Jiexpo, tinggal sambung angkot atau ojol. Mau ke Kelapa Gading, Bekasi, Tangerang, Gading Serpong, dsb, angkutan pertama yang akan saya suggest ya commuter, tinggal sambung angkot atau ojol.

Ada temen yang tadinya selalu naik bis atau angkutan umum lain saat menuju Blok M dari Ciputat, saya sarankan naik commuter dari Sudimara sampai Kebayoran. Awalnya sih menolak, "ngga ah mba, jauh ke stasiun

Tapi sekali waktu akhirnya jalan bareng karena beliau ga tahu jalan, saya ajak naik commuter pulang pergi. Baru deh komen

"ih iya ya mba, naik commuter cuma setengah jam udah sampai, kalau tadi aku naik angkot, bisa 1,5-2 jam di jalan

"Nah!"

Jadi jelas toh, kenapa saya secinta itu sama KAI Commuter dan sampai segitu ngototnya menginfluence orang-orang untuk naik moda transportasi ini. KAI commuter itu punya lintasan khusus, hampir bisa disebut bebas hambatan. Paling hanya 1-2 kali terhambat jika ada gangguan listrik aliran atas, tapi selebihnya, hampir selalu lancar menembus kemacetan ibukota 😆.

So, kalau ada yang memaksa-maksa naik transportasi lain, saya tetap pilih KAI commuter. Teman saya sering merayu untuk menemaninya pulang naik mobil pribadi. Kalau mikirin nyaman, AC, kursi empuk, ga capek gonta ganti angkutan, saya mungkin tergiur ajakannya. Tapi saya lebih suka lari-larian mengejar kereta biar cepat sampai di rumah, daripada menghabiskan berjam-jam, macet-macetan di jalan, dengan mobil nyaman sekalipun! Waktu 1-2 jam yang saya hemat bisa digunakan untuk leyeh-leyeh  sambil menemani anak-anak dan suami makan dan ngobrol.

So, yuk naik KAI commuter, cepat, hemat (waktu & biaya), praktis, efisien, aman,  nyaman, ramah lingkungan & bebas polusi. 

KAI commuter Ramah Lingkungan 

Ramah lingkungan? Mengurangi Polusi? Yes, kalau ada sekian puluh orang yang memilih naik commuter dan meninggalkan motor dan mobil pribadinya, berapa banyak polusi dan emisi karbon yang bisa dikurangi? 

Kita bisa bersama-sama mengurangi dampak perubahan iklim! Karena salah satu pemicu perubahan iklim adalah emisi karbon yang dihasilkan kendaraan bermotor! 

So, ingin langit biru bebas polusi dan mencegah mencegah perubahan iklim? Kuy, naik commuter!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun