Mohon tunggu...
Deddy Daryan
Deddy Daryan Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati pendidikan, menulis fiksi

HIdup ini singkat, wariskan yang terbaik demi anak-cucu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Seandainya Tuhan "Cuek" Sama Kita

26 Februari 2021   10:56 Diperbarui: 26 Februari 2021   11:07 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saudaraku sebangsa dan setanah air (maaf, aku pinjam gaya presiden dan ketua majelis dewan), kali ini aku ingin mengatakan dalam tulisan ini, bahwa Allah SWT, begitu sayangnya sama kita sebagai makhluk ciptaanNYA yang paling sempurna di alam semesta ini. Coba kita bandingkan dengan ciptaanNYA yang lain, yang rada-rada mirip dengan kita; sebut saja monyet bin kera dan sebangsanya.

Kita berdiri di depan cermin sedikit agak lama, perhatikanlah segala instrumen pancaindra yang ada pada kita dengan seksama. Mulai dari telapak kaki sampai ujung kepala. Adakah masalah di sana? Seumpama dengan garis alis mata kita yang kepanjangan sebelah, misalnya?

Dalam Surat AT-Tin ayat 4, yuk kita simak; "Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya."

Tentu saja bukan hanya faktor fisik saja yang membuat manusia menjadi sempurna, tetapi juga ia diberi oleh Allah akal-pikiran, hawa nafsu, keinginan untuk berbuat baik (fitrah), dan lain sebagainya, termasuk diberi kemampuan untuk berkomunikasi secara sempurna dengan instrumen bahasa yang sempurna pula. Hal terakhir inilah yang membedakan manusia dengan hewan, secara kultural dan spiritual.

Bagi yang pernah berpergian melalui udara, entah itu untuk kepentingan keluarga; pulang mudik dari libur kuliah/kerja, setelah sekian lama di lokasi perkebunan/tempat usaha, atau di kota besar yang padat dan kompleks atau hanya untuk bersenang-senang ke suatu tempat/destinasi wisata yang paling banyak dikunjungi orang. Atau menunaikan ibadah haji/umroh sekalipun, sekian lama kita berada dalam kapsul kapal terbang dalam keheningan, melayang-layang kita menyusuri angkasa dengan ketinggian puluhan kilometer, takut-takut cemas kita kalau terjadi apa-apa. Berseliweran bayangan menari-nari dalam batok kepala kita. Degup jantung pun kala itu, terasa sedikit naik frekwensinya. Belum lagi kita membayangkan tidak sedikit kecelakaan transportasi udara terjadi.

Semua bayangan itu boleh dipastikan berupa bayang-bayang yang mengerikan, terutama yang baru sekali-dua bepergian melalui udara. Kita berdoa' sepanjang perjalanan itu, agar tidak terjadi apa-apa, termasuk kepada sang pilot kita berharap jangan sampai ngantuk, atau ingat istrinya yang lagi hamil tua di rumah, jika sampai gagal fokus gede urusannya.

Lalu kita menengok melalui jendela pesawat, tampak di luar hanya awan bak gumpalan raksasa kapas putih berarak-arakan menyelimuti kapsul besi terbang yang di dalamnya ada kita. Begitu luasnya alam semesta ini, tak terhingga dalam pandangan kita, dan betapa kecilnya kita, barangkali hanya sebesar debu yang menempel di pulpen atau di atas taplak meja, yang tidak tampak secara kasat mata. Itulah kita yang bernama makhluk manusia, yang sering berlagak dan bertingkah. Tapi tentu yang kumaksud bukan kamu! Karena kamu sedang membaca tulisan ini. Boleh senyum sedikit...

Saudaraku sesama makhluk Tuhan yang disayangiNYA, perasaan kita baru lega dan merasa tentram ketika pesawat landing dengan sempurna. Pesawat berjalan pelan-pelan menuju terminal sementara kita siap-siap untuk keluar dari kapsul besi dengan kecepatan jelajah lebih dari 800 km/jam. Alhamdulillah, tidak terjadi apa-apa.

Demikianlah perjalanan hidup kita, yang merupakan rangkaian momen-momen kecil dengan durasi waktu tertentu, sesuai dengan karakteristik momen yang kita jalani sepanjang hidup kita. Momen-momen itu menyatu ketika kita bekerja sesuai dengan profesi kita masing-masing, ketika kita menjalankan kewajiban-kewajiban lainnya, baik secara individual maupun sosial, baik dalam konteks lokal, nasional, maupun global.

Adakalanya momen-momen itu aman-aman saja kita lakoni. Adakalanya sedikit genting, tegang, mengharukan, menyedihkan dan bahkan membahayakan kita. Namun semua itu masih dalam batas kenormalan, dengan catatan bahwa kita masih berada dalam koridor kemanusiaan yang diberi kelebihan dan kelemahan. Semuanya berjalan dengan baik.

Menyikapi apa yang diutarakan di atas, terkadang kita jarang berpikir sedikit mendalam, bahwa apa yang kita kerjakan melalui momen-momen tadi, sesungguhnya karena kemurahan dan rasa sayangNYA Yang di Atas terhadap makhlukNYA, yaitu kita. Seandainya Tuhan cuek sama kita, selesailah kita. Dia tidak butuh kita, apa urusanNYA, sebab Dia Maha kaya, Maha Segalanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun