Mohon tunggu...
Khoirul Muttaqin
Khoirul Muttaqin Mohon Tunggu... Wiraswasta - IG: @bukutaqin

Halo 🙌 Semoga tulisan-tulisan di sini cukup bagus untuk kamu, yaa 😘🤗

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Pertunjukan yang Meriah dan Tidak Menghibur

11 Juni 2022   18:10 Diperbarui: 11 Juni 2022   18:37 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pexels.com by Mart Production

Di depan kami, terlihat lima orang menghadang jalan. Beberapa di antaranya membawa alat pukul kayu, besi, dan perkakas keras untuk menjadi senjata. Hanya satu orang saja yang terlihat berdiri dengan tangan kosong, namun dengan tatapan mata yang nyalang dan menantang.

Sorak-sorai terdengar dari mereka menyambut kedatangan kami. Ada yang melambai, ada yang memaki, dan ada yang terlihat tenang. Namun aku paham kalau mereka ingin menghajar kami. Membunuh kami, atau menyiksa kami hingga mati beberapa detik lagi.

"Bagaimana ini Reez? Aku takut," tanya Silvi dengan tubuh yang terlihat gemetar.

"Kita harus melewati mereka."

"Tapi tidak ada jalan lain. di kanan kiri kita hutan dan jurang. Jalanan tidak rata dan penuh batu dan kayu berserakan."


"Kembali hanya akan membuat kita disiksa seperti Aery. Aku akan berbicara pada mereka. kamu jaga Aery. Tidak ada pilihan lain." Reezky berjalan menemui lima lelaki yang ada di depan kami. Meski yang dilakukan bukan pilihan bagus namun dia tetap maju.

Aku merasa malu dengan diriku karena tidak berdaya untuk bergerak lincah. Meski sudah bisa bicara, berjalan saja masih sempoyongan dan tidak kuat seimbang dalam waktu lama. tidak bisa membantu. Sedangkan Reezky mempertaruhkan nyawanya menemui para lelaki itu agar diberi jalan.

Andai saja aku bisa berlari. Kami bisa menghindari mereka dengan berlari lewat hutan.

Sial.

Alih-alih dipersilahkan lewat, Reezky justru terlihat sedang adu pukul dengan satu orang musuh. Empat lelaki lainnya bersorak gembira seolah sedang melakukan adu ayam. Mengambil posisi sebagai penonton melingkari Reezky yang sedang baku hantam sambil menyemangati perkelahian.

Tiga pukulan mengenai wajah Reezky. Sedangkan Reezky hanya mampu membalas satu pukulan di tubuh musuhnya. Saat Reezky hampir menghantam muka lawannya, salah seorang yang lainnya melempari kaki Reezky dengan batu dan membuatnya kesakitan. Hanntaman keras berada tepat ke wajah Reezky.

Darah .... beberapa tetes keluar dari kulitnya.

"Aku tidak kuat Aery, aku akan menemani Reezky ke depan menghadapi mereka."

"Jangan, Silvi!" balasku kaget dengan perkataannya karena sejak tadi Silvi terlihat gemetar ketakutan dan lelah.

Namun pecuma, dia tetap berjalan tanpa menghiraukan. Meninggalkanku sendiri di samping motor dengan keadaan yang masih sakit dan lemas.

"Setidaknya, aku tidak akan menyesali perbuatanku."

"Tunggu! Silvi! Jangan! Kamu hanya akan menjadi bulan-bulanan mereka!"

Berkali-kali kuteriaki Silvi untuk kembali namun sama sekali tidak berarti. Silvi tetap berjalan mendatangi para bedebah yang senang menyakiti kami.

Aku berusaha berdiri dan berjalan membantu mereka. Namun hanya beberapa langkah saja tubuhku ambruk. Tidak kuat berdiri menuju Reezky dan Silvi yang mengorbankan dirinya demi menyelamatkanku.

Kini, aku hanya bisa mengutuk diri yang terlampau payah dan tidak berguna di saat situasi begitu mendesak. Reezky dan Silvi terlihat tidak kuat melawan mereka.

Musuh terlalu banyak dengan senjata yang lengkap di tangan masing-masing. Menghantam Reezky ..., menghantam Silvi .... silih berganti dan membuat luka-luka berdarah.

Sedangkan aku hanya bisa menangis di hadapan dua orang yang aku sayangi dihancurkan.

"Kalau sedang nonton itu harusnya sambil minum, nona. Duduklah, jangan tiduran di lantai. Kita minum bersama melihat pemandangan yang indah."

"Diam kamu! Pergi dari sini!" Teriakku kesal sambil berusaha menolak seorang laki-laki di antara mereka membangunkanku.

Sakit ..., kesal ..., dan sedih.

Orang yang datang menyelamatku justru dihajar habis-habisan di depan mataku sendiri.

Tak mampu berdiri, aku tetap berusaha mendekati Reezky dan Silvi yang kini sama-sama berdarah dan dipermainkan mereka.

Namun bajingan di dekatku justru duduk di atas tubuhku.

Hanya rintihan tangis yang saat ini bisa aku lakukan. Sambil menunggu datangnya giliran untuk dihajar mereka, dibunuh perlahan-lahan.

"Siapa mereka?!" lelaki di sebelahku tiba-tiba berteriak dengan nada kaget.

Terlihat sebuah mobil datang mendekati kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun