Bila senja adalah muara rinduku, maka aku akan tenggelam bersamanya dan menghanyutkan diri...
Wahai perempuanku, aku selalu kesepian manakala senja mendatangi diriku. Ia, bersama sisa kehangatan matahari selalu saja mengetuk pintu kamarku. Membaluri dinding-dinding kamar dengan warna jingganya yang menawan. Kadang memaksaku untuk menikmati kepergiannya menuju haribaannya di ujung barat.
Perempuanku, kamu mungkin tidak pernah menyangka jika aku adalah penikmat senja. Sebelum dan sesudah hadirnya dirimu aku adalah kawan seiringan senja dalam bermalasan bersama penghuni alam menyandarkan lelah kepada malam yang jelaganya mampu menyenyakkan.
Perempuanku, kini kau dan aku sudah menjadi bagian dari senja. Bersama menikmati pergeseran waktu yang tak sepanjang ujung kuku. Biasnya adalah ketenangan, dan aku yakin saat melewatkan senja tanpamu adalah kegilaan yang menyakitkan.
Perempuanku, bilamana hati t'lah tertaut pada keindahan senja, rasanya tak salah jika aku harus mengajakmu serta. Aku ingin membagi hangatnya senja bersamamu tanpa setitik bayangpun menghalanginya. Dan jika itu terjadi, kerinduanku telah mencapai kesempurnaannya. Menuju muaranya, senjamu yang lebih berwarna dari hanya jingga.
Titik titik emas yang bertaburan tertimpa cahaya redup senja mampu mengukirkan arti dari kerinduanku akan hadirmu, bukan sebagai pengganti atau pelengkap sepi. Namun menjadi bagian yang tak terpisahkan dari apa yang dinamakan muara rindu.