Platform seperti Twitter, Facebook, dan YouTube memberi individu akses yang belum pernah ada sebelumnya terhadap informasi real-time dan beragam perspektif mengenai peristiwa global.Â
Namun, media sosial juga memperkuat ruang gema dan gelembung filter, di mana pengguna terutama terpapar pada konten yang selaras dengan keyakinan dan preferensi mereka.
Selain itu, sifat viral media sosial dapat menyebabkan penyebaran informasi yang salah dan propaganda dengan cepat, sehingga semakin memperumit pemahaman masyarakat mengenai isu-isu kebijakan luar negeri.Â
Dalam kondisi ini, peran media tradisional sebagai penjaga informasi semakin mendapat tantangan, karena individu bergantung pada perpaduan jurnalisme profesional dan konten buatan pengguna untuk membentuk opini mereka.
Tantangan dan Peluang
Meskipun media massa memainkan peran penting dalam membentuk opini publik mengenai kebijakan luar negeri, hal ini bukannya tanpa tantangan.Â
Kepentingan komersial organisasi media, tekanan politik, dan bias ideologis dapat mendistorsi informasi yang disajikan kepada publik, sehingga menghambat pengambilan keputusan yang tepat.Â
Selain itu, maraknya berita palsu dan kampanye disinformasi menimbulkan ancaman terhadap integritas wacana publik mengenai urusan internasional.
Namun, di tengah tantangan-tantangan ini terdapat peluang untuk keterlibatan konstruktif dan pemikiran kritis.Â
Dengan mendiversifikasi sumber informasi dan secara aktif mencari berbagai perspektif, individu dapat mengurangi pengaruh bias media dan membuat penilaian yang lebih tepat mengenai isu-isu kebijakan luar negeri.Â
Selain itu, kemajuan dalam literasi digital dan pendidikan literasi media dapat memberdayakan masyarakat untuk menavigasi lanskap media yang kompleks secara efektif.