Mohon tunggu...
Budi Purba
Budi Purba Mohon Tunggu...

sarjana hukum unika atma jaya, aku hanya ingin menuliskan apa yang menjadi kegundahanku, pertanyaanku,ketertarikanku dan pikiranku!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kritis Menyikapi Sosmed Agar Tidak Jadi Korban Cuci Otak

31 Januari 2016   10:08 Diperbarui: 16 Juni 2016   14:58 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sosial media adalah kekuatan yang tidak dapat dinafikan lagi. Kekuatan sosial media membawa angin segar bagi demokratisasi dan pembaruan. Banyak informasi yang bisa kemudian kita peroleh secara cepat, tanpa dibatasi ruang dan waktu, kita bisa berinteraksi dengan siapa saja, dimana saja dan kapan saja.

Kemudian kita dibawa kedalam era dimana informasi mejadi tidak terbatas, dalam hal positif kemudian kita menjadi manusia yang melek informasi jika dibandingkan dengan era terdahulu ini adalah sebuah kemajuan, dahulu informasi sangat terbatas dan informasi hanya menjadi corong pemerintah untuk memberitakan apa yang hanya dianggap perlu oleh pemerintah untuk menjaga dan memastikan kelanggengan rezim kekuasaan.

Kini siapa saja bisa menyuarakan apa yang menjadi pikirannya tanpa harus dihantui rasa takut karena menyampaikan kebenaran, tanpa harus dianggap melawan pemerintah dan dituduhkan pasal subversif, betapa indah dan nikmatnya era demokrasi dan keterbukaan informasi publik.

Namun nyatanya keterbukaan ini tidak selamanya berbuah manis, ada juga beberapa efek negatif yang kita dapatkan. Karena dengan keterbukaan ini tidak sedikit kemudian orang orang yang memanfaatkan keterbukaan ini secara tidak bertangung jawab. Salah satunya banyak informasi yang dibuat seolah olah merupakan kebenaran hanya untuk menyerang dan menjelekan pihak lain, untuk menebarkan kebencian dan informasi palsu yang menyesatkan.

Bahkan, tidak sedikit juga pihak yang tidak bertanggung jawab menyebarkan ujaran kebencian melalui sosial media. Belakangan banyak perdebatan mengenai ujaran kebencian apakah ujaran kebencian, apakah bedanya dengan kritik apakah hal ini tidak bisa dijadikan dasar membunuh demokrasi? Bagi saya ujaran kebencian adalah hasutan yang mengarahkan orang untuk membenci orang atau pihak tertentu sampai disini semua jelas dan pasti kita sepakat untuk memidanakan orang yang menyebarkan hal tersebut karena hanya menimbulkan perpecahan diantara kita.

Namun yang sangat berbahaya diera keterbukaan informasi dan sosial media adalah siapa saja dimana saja dapat memberikan informasi menyesatkan dengan tujuan tertentu tidak secara langsung menghasut namun lebih bahaya lagi karena mengarahkan pola pikir kita kearah sesat dan menyesatkan dan akhirnya kita dengan kesadaran yang telah terenggut menanamkan hal itu kepikiran kita yang kemudian berpengaruh dikehidupan nyata dalam ucap dan perilaku.

Sekarang banyak bermunculan media online yang tidak pernah kita ketahui siapa pengurusnya dan dimana keberadaannya dan mereka seringkali memuat berita yang kabur dan menyesatkan bahkan berita yang sifatnya tendensius, dengan memungut sedikit kebenaran dan dibumbui dengan kebohongan demi kepentingannya dan justru mengaburkan kebenaran dari suatu kejadian atau bahkan sama sekali berita bohong namun dikemas secara baik dan tidak jarang disisipkan gambar yang juga biasanya palsu dan ini yang dinamakan hoax.

Sayang sungguh sayang seringkali kita justru dengan menggebu gebu ikut berperan serta aktif dalam turut serta menyebarkan kebohongan tersebut melalui media sosial kita atau aplikasi pesan yang kita miliki tanpa kita uji berita tersebut. Sikap kita tersebut membuat kebohongan seolah menjadi kebenaran, dan akhirnya menjadi kebohongan masal yang diamini dan dipercayai oleh banyak orang.

Salah satunya pasti kita pernah membaca teori bahwa bom sarinah adalah rekayasa pengalihan isu, berita tersebut memuat potongan gambar yang cocok dengan konstruksi berita bohong yang akan disampaikan sedemikian baik dan seolah olah berita tersebut adalah benar. Dan tidak sedikit diantara kita dengan bangga dan secara cepat merespon berita tersebut dengan turut menyebarkannya melalui media sosial atau aplikasi pesan yang kita miliki. Dan tanpa sadar kita telah menyakiti keluarga dan orang orang yang menjadi korban tragedi tersebut.

Andai saja kita mau menjadi pembaca yang lebih kritis tentunya kita akan mencerna terlebih dahulu apakah benar sebegitu mudahnya merekayasa teror bom yang mengakibatkan kehilangan nyawa saudara saudara kita hanya untuk pengalihan issu. Belum lagi beberapa berita media online yang menyebarkan berita tentang penerimaan PNS yang beredar dan menyesatkan dan akhirnya menyebabkan semakin banyak korban penipuan CPNS yang tersebar dari sabang sampai merauke.

Belum lagi berita yang memuat perang tentang agama atau apapun tentang agama yang lebih bayak kebohongannya daripada kebenaran. Tentu para penyebar berita ini bukanlah orang iseng yang memuat dan menyebarkan berita kebohongan ini tanpa maksud dan tujuan tertentu, pasti mereka sedang membangun dan menanamkan pola pikirnya kepada kita dengan maksud dan tujuan tertentu. Hati hati!

Lantas mengapakah hal ini seringkali terjadi? Mengapa kebohongan dapat menjadi kebenaran? Ini semua terjadi karena kita adalah orang orang apatis yang lebih senang dengan kebohongan yang kelihatannya manis daripada kebenaran yang kelihatannya pahit. kebanyakan kita hanya menjadi bangsa yang tidak mau susah payah berfikir dan menguji sebuah kebenaran dan alih alih menguji kebenaran kita lebih memilih dan senang menjadi manusia latah yang turut serta menyebarkan kebohongan dengan rasa kebanggaan.

Memang ada sebagian kita yang polos ikut menyebarkan kebohongan dengan niat baik dengan menyebarkan informasi agar semua jadi tahu kebenaran padahal yang disebarkan tidak lain adalah kebohongan yang kelihatan manis. Karena niat baik saja tidak cukup kita harus menjadi masyarakat yang kritis, karena dengan demikian kita membangun manusia dan bangsa yang cerdas dan besar, karena bangsa yang mudah dipecah belah adalah bangsa yang tidak mau berfikir kritis alih alih menjadi kritis dan rasional kita lebih memilih mempercayai kebohongan yang kelihatan manis karena sesuai dengan apa yang mau kita percaya. Dan semakin lama kita hidup dengan kondisi ini maka semakin tertinggalah kita di dunia karena bagaimana kita mau membangun kalau kita sangat mudah diadu domba dan dijajah oleh para pencuci otak yang bertebaran di sosial media maupun media online yang ada.

Marilah mawas diri kekuatan bangsa selain sumber daya alam adalah SDM dan SDM yang menjadi kekayaan suatu bangsa adalah SDM yang memiliki kekuatan pikiran yang baik, karena dengan pola pikir yang sehat, kritis, logis dan rasional maka kita akan selalu mencari kebenaran bahkan jika kebenaran itu tersembunyi akan kita temukan! Dan dengan pola pikir seperti itu maka adu domba diantara kita tidak akan mudah dilakukan. Dan kita akan mampu membangun bangsa indonesia menjadi bangsa yang besar dimata dunia.

Marilaah menjadi orang yang kritis, rasional dan logis dalam menyikapi kebohongan yang ada di media online ataupun sosial media, marilah terapkan pola pikir yang sehat dalam segala tindak laku kita baik dimasyarakat, kampus, lingkungan kerja niscaya kita akan menjadi manusia yang unggul dan mampu bersaing disegala bidang. Kami adalah manusia yang cerdas dan bukan pion yang bisa kalian arahkan pikiran kami demi kesenagan dan kepentingan kalian, jadi berjuta beerita palsu yang kalian sebarkan, berjuta kali akan kami uji kebenarannya sehingga teori kebohongan yang berjuta kali diucapkan akan menjadi kebenaran tidak berlaku bagi kami, dan kebenaran akan selalui menemui jalannya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun