TANGKI AIR oranye pada halaman belakang rumah menarik perhatian beberapa tamu. Beragam pertanyaan muncul di kepala mereka, kok toren ditaruh di bawah?
Biasanya, ia diletakkan lebih tinggi dari bangunan. Namun, tandon air di tempat tinggal saya malah berada sedikit di atas tanah, terletak di dekat ember plastik bekas cat dan adukan semen.
Buat apa? Ya untuk memanen air hujan. Boso londo Inggrisnya, Rain Water Harvesting (RWH). Terjemahannya, Pemanenan Air Hujan.
Mengutip www.energy.gov, air hujan dipanen menjadi sumber air alternatif sebagai penyeimbang kebutuhan air permukaan dan air bawah tanah (sumber).
Air permukaan berada atau mengalir di muka bumi, seperti telaga, rawa, sungai, dan sebagainya. Sedangkan air bawah tanah berada di lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan bumi.
Pemanenan Air Hujan adalah upaya menadah air hujan yang jatuh di atap, lalu menyimpannya dalam penampungan. Nantinya, digunakan untuk menyiram tanaman, mencuci, mengisi kolam, hingga membilas kakus dan urinoar.
Memahami Pemanenan Air Hujan belumlah lama. Satu atau dua tahun, saya lupa. Namun, sebelum mengenal istilah tersebut saya sudah lama menampung air hujan.
Caranya sederhana dan dengan memanfaatkan wadah bekas.
Semula menggunakan gentong tanah liat. Bertambah dengan adanya wadah bekas cat dan ember eks pembawa adukan semen, serta tong biru bekas wadah beragam cairan.
Terakhir, memanfaatkan toren 300liter yang sudah tidak terpakai. Bagian dalam berlumut, tapi tidak bocor.