Rencananya, saya hanya ingin jajan dua atau tiga gorengan, karena ingat di tas ada lembaran dua ribu dan seribu. Namun, demi mendengar bahwa pembeli sepi, saya akhirnya memesan lontong bumbu plus dua bakwan/bala-bala.
Penjual menu sarapan sederhana ini mengeluh, belakangan terasa pembeli berkurang. Penjualan menurun. Ditambah, sulit mencari elpiji 3 kg. Ia tidak mengerti apa yang terjadi.
Saya tidak bisa menjawab, kecuali membayar penganan yang telah digiling oleh sistem pencernaan.
Pada kesempatan berbeda, sehari sebelum Acara Bedah Buku "60th Diamond Wedding Anniversary Tjiptadinata Effendi & Helena Roselina" di Gedung Perpusnas, pada 8 Februari 2025, saya mampir di sebuah warung.
Rencananya, ngopi sambil membuat draft tulisan pada suasana warung yang adem dan menenangkan.
Bangku kayu di sekitar bangunan warung tampak kosong. Hanya dua orang sedang menatap layar telepon genggam. Di depannya terletak segelas kopi yang sepertinya sudah tidak panas lagi. Biasanya, kedai ramai dengan obrolan pembeli mengelilingi meja-meja.
Saat menghidangkan kopi seduh, meluncur keluhan dari pemilik tentang penurunan penjualan.
Sepintas saya melihat jumlah rencengan kopi saset menggantung berkurang daripada biasanya. Di dalam etalase terlihat beberapa telur dadar, satu telur ceplok, tiga iris ikan cue (pindang), capjay dalam pinggan, dan tumis kacang yang tetap panjang kendati dipotong pendek.
Melihat ke dapur, tergeletak baskom berisi potongan ayam yang telah diungkep.
"Ayam kampung. Dapet motong. Mau digorengkan?"