Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pajak Hiburan Naik, Pengusaha Teriak

18 Januari 2024   07:09 Diperbarui: 18 Januari 2024   14:31 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto kenaikan tarif pajak hiburan oleh Nataliya Vaitkevich dari pexels.com4

Pengusaha teriak protes atas kenaikan tarif pajak hiburan. Buntut pemberlakuan kenaikan, pengusaha jasa hiburan teriak protes.

Penyanyi dangdut, sekaligus pemilik tempat hiburan karaoke Inul Vizta, memprotes penetapan pajak hiburan menjadi 40 hingga 75 persen.

Melalui akun X miliknya, Inul Daratista menyampaikan keberatan, "Pajak hiburan naik dari 25% ke 40-75% sing nggawe aturan mau ngajak modyar tah!!!"

Tangkapan layar akun X Inul Daratista @daratista_inul (dokumen pribadi)
Tangkapan layar akun X Inul Daratista @daratista_inul (dokumen pribadi)

Dengan kenaikan menjadi sebesar itu, Inul merasa bahwa tarif pajak hiburan yang sekarang dianggap dapat mematikan bisnisnya.


Pengusaha karaoke itu mengeluh, kenaikan harga jasa sepuluh ribu saja membuat tamu teriak-teriak (maksudnya, protes). Apalagi dibebani tambahan pajak 40-75%.

Ia khawatir kenaikan akan membuat usaha karaoke makin terbebani. Tambah sulit cari untung. Kenaikan pajak tinggi dapat membuat usaha karaoke tutup alias mati.

Jasa Kesenian dan Hiburan yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah, adalah jasa penyelenggaraan/penyediaan tontonan, pertunjukan, permainan, ketangkasan, keramaian untuk dinikmati.

Kegiatan tersebut masuk dalam objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), mencakup:

  • Tontonan audio visual.
  • Kontes kecantikan.
  • Kontes binaraga.
  • Pameran.
  • Pertunjukan sirkus, akrobat, sulap.
  • Pacuan kuda, balap kendaraan bermotor.
  • Permainan ketangkasan.
  • Olahraga permainan.
  • Rekreasi, pemancingan, agrowisata, kebun binatang.
  • Panti pijat dan refleksi.
  • Diskotek, karaoke, kelab malam, bar, mandi uap/spa.

Yang dikecualikan dari Jasa Kesenian dan Hiburan dalam pengertian di atas adalah: promosi budaya tradisional tanpa memungut biaya, kegiatan layanan masyarakat yang gratis, dan acara kesenian dan hiburan lain yang diatur dengan Perda.

Tarif pajak (PBJT) atas Jasa Kesenian dan Hiburan paling tinggi adalah 10%, kecuali untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Jasa hiburan khusus tersebut dikenakan tarif PBJT paling rendah 40%, paling tinggi 75%.

Undang-Undang tersebut berlaku sejak diundangkan tanggal 5 Januari 2022. Aturan pelaksanaannya ditetapkan paling lama 2 tahun setelahnya.

Isi lengkap UU Nomor 1 Tahun 2022 dapat dilihat di djpk.kemenkeu.go.id.

Sebagian besar pengusaha hiburan lainnya tenang-tenang saja, karena mereka kena pajak hiburan paling tinggi 10%.

Mengutip kompas.com, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan menegaskan, justru sebagian besar usaha jasa hiburan mengalami penurunan tarif pajak, dari sebelumnya maksimal 35% menjadi paling tinggi 10% (sumber).

Artinya, tidak semua jasa hiburan terkena tarif pajak hiburan tinggi.

Pengusaha jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa (Sanitas per Aquam) inilah yang keberatan. Mereka terkena pajak hiburan 40-75%.

Mencuplik berita detik.com, DKI Jakarta sejak tanggal 5 Januari 2024 resmi menaikkan pajak hiburan menjadi 40%, pada jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Sebelumnya berlaku tarif pajak sebesar 25% bagi diskotek, karaoke, kelab malam, pub, bar, musik hidup (live music), musik dengan disk jockey (DJ) dan sejenisnya. Sedangkan panti pijat, mandi uap/spa dikenakan tarif pajak hiburan 35% (sumber).

Di DKI Jakarta jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar mengalami kenaikan pajak hiburan sebesar 15%. Sementara hiburan mandi uap/spa menghadapi eskalasi tarif pajak sebesar 5%.

Bagi beberapa pengusaha jasa hiburan khusus, kenaikan tarif pajak hiburan dirasa memberatkan. Tidak mengherankan, pemilik karaoke berteriak memprotesnya.

Bagaimanapun aturan telah diundangkan dan berlaku. Mengikat wajib pajak untuk mematuhinya.

Kita tinggalkan sejenak protes pengusaha jasa hiburan karaoke di atas.

Beberapa pengusaha menggabungkan jasa hiburan kelab malam, bar, karaoke, spa, diskotek dalam satu tempat. Disebut executive club.

Selama bergaul di dunia malam (sebab tuntutan pekerjaan sebagai pengelola kafe) pada tahun 2000an, saya enggan memasuki executive club.

Pertama, perlu dana "lebih dari cukup" untuk mendapatkan hiburan di sana. Bukan kelas saya yang tergolong kelas menengah.

Kedua, executive club bukan lingkungan yang terlalu saya suka. Umumnya pengunjungnya "bapak-bapak" kelas atas mapan. Atau para pejabat yang memperoleh fasilitas entertainment dari pengusaha.

Ke tempat karaoke jarang. Datang pun karena diundang teman. Pada dasarnya saya tidak bisa menyanyi. Hehehehe...

Saya rasa untuk pergi ke tempat karaoke perlu biaya tidak sedikit, meliputi sewa room dan pembelian makanan minuman yang harganya di atas pasaran.

Kalau berkunjung ke diskotek di kawasan Jakarta Selatan lumayan sering. Sekali lagi, lingkungan pekerjaan menyeret saya bergaul dengan orang-orang dunia malam.

Selain untuk survey market dan "menarik" calon konsumen ke kafe yang saya kelola, diskotek adalah lingkungan familier bagi saya. Sebagian pengunjungnya saya kenal. Bisa jadi memang pengunjung diskotek orangnya itu-itu saja.

Mereka adalah kaum pekerja usia 40an dengan penghasilan di atas rata-rata, dan anak muda yang memiliki uang lebih dari cukup.

Bagaimana tidak perlu uang banyak untuk masuk diskotek?

Saat itu, segelas softdrink seharga Rp15 ribu. Sesloki/segelas minuman beralkohol (cocktail, spirit, liqueur) Rp45-75 ribu. Dalam semalam tidak mungkin minum cuma segelas. Pasti lebih.

Bila datang dengan lebih dari lima orang, lebih hemat beli sebotol minuman harga Rp750 ribu.

Maka, satu pengunjung bisa menghabiskan uang ratusan ribu hingga jutaan rupiah dalam semalam. Setidaknya dalam seminggu seorang pengunjung setia mendatangi diskotek satu kali.

Pengguna jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa adalah konsumen berduit. Sepertinya warga umum dengan penghasilan pas-pasan akan berpikir dua kali, untuk menggunakan jasa hiburan semacam itu.

Mungkin konsumen jasa hiburan khusus itu adalah manajer dengan penghasilan besar. Atau pengusaha kaya. Atau anak orang tua berharta. Atau bahkan wanita simpanan pejabat/pengusaha.

Mereka memiliki cukup uang untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat mewah dan untuk prestise. Kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan serta kebutuhan sekunder mestinya sudah terpenuhi.

Menurut hemat saya, mereka adalah konsumen yang gusar sebentar mengetahui harga jasa hiburan naik akibat kenaikan tarif pajak. Namun kemudian memaklumi bahwa kenaikan itu berlaku umum di industri serupa.

Lalu mereka kembali ke dunia jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Seperti biasa, membelanjakan uang ratusan ribu atau jutaan rupiah per orang dalam semalam.

Memang saat ini pengusaha hiburan berteriak memprotes penetapan tarif pajak yang dirasa tinggi, dan menganggap berpotensi mematikan bisnisnya. Namun nantinya kegalauan itu akan reda dengan sendirinya. 

Konsumen menerima harga baru. Bisnis kembali seperti biasa. 

Demikian perkiraan saya, atas gonjang-ganjing di kalangan pengusaha jasa hiburan terkait kenaikan tarif pajak hiburan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun