Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menolak Tawaran Rokok Bukan Sebab Anti, tapi Takut Ketagihan

11 Januari 2023   06:55 Diperbarui: 11 Januari 2023   07:00 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang merokok (dokumen pribadi)

Seorang tukang becak dari atas sadel menyodorkan sebungkus rokok.

“Polisi cepek” yang sedang duduk di buk)* mengambil sebatang.

Penjual akik di sampingnya mengambil satu batang. Pekerja serabutan yang berdiri di belakang mereka juga menarik sebatang.

Pria berusia 74 duduk di samping mengambil satu batang, sembari menawarkan kepada saya yang menggelengkan kepala.

“Gak apa-apa ya saya merokok?”

Saya tidak anti rokok. Sebelum sakit saya terbiasa merokok dua bungkus sehari. Satu dalam kemasan kertas mengkilap berwarna hijau kekuningan. Satu lagi dalam kotak karton berwarna biru.

Rokok kretek dinikmati saat memiliki selang waktu panjang, misalnya sedang santai. Jenis mild diisap saat terburu-buru ditunggu oleh waktu. Tidak lebih dari sepuluh menit.

Saya hafal, bagaimana cara menikmati rokok. Kendati baru belajar merokok setelah berusia 20 tahun, saya sudah mencoba beragam jenis olahan tembakau dari bermacam merek.

Kemudian gangguan pada paru-paru mengantar saya menginap di rumah sakit. Dari itu sempat berhenti beberapa bulan.

Frasa “sempat berhenti “ melayang akibat mencoba satu dua isap asap rokok. Saya kembali ketagihan. Peringatan bahaya dan pembatasan tempat merokok tidak menghalangi kebiasaan yang dapat mengganggu kesehatan tersebut.

Diketahui, pemerintah telah membuat skema pengendalian rokok demi perlindungan kesehatan bagi masyarakat, antara lain:

  • Pencantuman peringatan bahaya bergambar pada kemasan rokok.
  • Pengembangan kawasan tanpa rokok.
  • Pembatasan iklan rokok
  • Belakangan, peningkatan tarif cukai rokok yang berpengaruh terhadap kenaikan harga.
  • Kemudian rencana larangan penjualan rokok ketengan pada tahun ini (2023).

Saya tidak tahu pasti harga rokok per bungkus sekarang. Bisa jadi 20 hingga 40 ribu rupiah per bungkus, tergantung jenis dan merek.

Sewaktu ke warung kelontong untuk membeli sesuatu, saya mendengar seorang ibu-ibu sedang membawa karung dan pengait besi membeli rokok. Sebungkus, saya baru mengenali mereknya, harga Rp 10 ribu.

Lebih mencengangkan, harga rokok yang dibagikan oleh tukang becak tersebut di atas adalah Rp 8 ribu. Sebungkus isi 12 batang itu juga merupakan merek baru bagi saya.

Apakah rokok ilegal? Mungkin saja.

Patut diduga tingginya harga rokok membuka celah bagi rokok lebih murah (harga 8-10 ribu rupiah) untuk bersaing di pasar rokok.

Larangan membeli rokok ketengan pun bisa disiasati dengan patungan membayar sebungkus rokok murah, lalu dibagi-bagi.

Kalau mau sedikit capek, beli tembakau kiloan tanpa cukai dengan pilihan beragam rasa rokok terkemuka, sekalian beli alat gulung rokok (dari kayu, harga terjangkau) dan papir, lalu linting sendiri di rumah.

Tukang becak di atas membeli sebungkus rokok (tidak tampak jelas pakai cukai atau tidak). Demi pergaulan ia berbagi kepada kawan-kawannya. Termasuk menyodorkan kepada saya yang berada di sana agar menikmati asap bareng-bareng. 

Ilustrasi bareng-bareng merokok (dokumen pribadi)
Ilustrasi bareng-bareng merokok (dokumen pribadi)
Saya harus menolaknya. Bukan tidak mau menerima tawaran, tapi ada alasan:
  • Sudah empat tahun –sekarang berjalan lima tahun—berhenti merokok.
  • Sekali mencoba, walaupun cuma sebatang, dijamin akan kumat merokok lagi.
  • Rasa rokok diisap masih melekat di ingatan. Terngiang, bagaimana nikmatnya merokok sambil ngopi, ngobrol, atau setelah makan.
  • Ketergantungan terhadap rokok pernah melubangi dompet dan paru-paru saya.

Maka dari itu, saya tidak pernah mau mencoba barang satu isap. Bakal ketagihan rokok lagi bila sekali mencoba.

)* buk adalah konstruksi beton pengaman jalan dengan parit yang bisa dan biasa dipakai untuk tempat duduk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun