Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

2 Versi Pelaris dalam Usaha Makanan, Mana Lebih Bagus?

5 Januari 2023   08:06 Diperbarui: 12 Januari 2023   03:40 1847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menjual makanan oleh SOFCOR dari pixabay.com

Setelah tuntas membagikan keripik, saya nongkrong sejenak di warung Emak. Tumben penjual nasi uduk, gado-gado, dan lontong sayur pada jam sebelas lewat masih buka.

"Namanya juga berjualan. Bisa laris, bisa enggak."

Barang dagangan habis atau tidak habis, warung Emak tutup taklama setelah salat lohor usai. Barang dagangan tidak habis buat apa?

***

Duduk mengelilingi meja ada (nama disamarkan):

  • Pak Dadan, pengusaha bahan dan alat kesehatan;
  • Pak Dudun, rider ojek online;
  • Pak Deden, guru muda mata pelajaran agama di sebuah SD Islam Terpadu.

Pak Dadan yang pertama melontarkan pertanyaan dan pernyataan, "barang dagangan tidak habis buat apa? Makanya, agar usaha lancar pakai jimat pelaris dong, Mak!"

Sejak saat itu obrolan tentang pelaris dalam berdagang makanan berlangsung seru. Masing-masing punya argumen sendiri.

Pelaris Paku Emas

Tahun 2000an penjualan di kafe yang saya kelola konsisten merosot. Salah satu penyebab, usaha kuliner sejenis berkecambah di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Produk dijual relatif sama. Bedanya di soal atmosfer ditawarkan.

Pembeli potensial orangnya itu-itu saja. Ada tempat baru, ramai-ramai ke sana. Berkunjung ke tempat saya setelah sekian lama.

Menghadapi stagnasi penjualan, satu manajer mengusulkan solusi. Bukan jalan penyelesaian menggunakan cara-cara lumrah, tapi menawarkan pemasangan susuk pelaris: jimat paku emas!

Kisahnya dapat dibaca di: Susuk Paku Emas untuk Penglaris

Gambar susuk paku emas oleh Karl-Heinz Lpke dari pixabay.com
Gambar susuk paku emas oleh Karl-Heinz Lpke dari pixabay.com

Singkat cerita, paku emas ditanam pada satu balok kayu penopang atap lantai dua. Harapan semua orang terlibat melambung.

Berhasil mengangkat performa penjualan?

Tidak sama sekali. Tiga bulan omzet flat, malahan cenderung menurun. Tidak kuat menahan deg-degan di dada, saya berikut seluruh pegawai melakukan terobosan dalam pengelolaan. Menggunakan cara-cara rasional.

Upaya tersebut membuahkan hasil. Pelan, tapi pasti, kasir tampak lebih sibuk menginput captain order menjadi bill kepada para tamu. Saya tersenyum. Para pegawai tersenyum.

Pelaris ala Emak

Ada saatnya pengunjung warung Emak ramai. Barang dagangan habis. Gado-gado dan nasi uduk paling laris. Kalau habis, belum jam sebelas warung sudah tutup.

Ada kalanya sepi pembeli. Masih tersisa beberapa jenis makanan. Paling mencolok adalah gorengan.

Sisa sayur gado-gado, nasi uduk, dan lontong sayur dimakan sendiri atau dibagikan kepada tetangga yang dianggap membutuhkan. Sisa gorengan, mi dan mi goreng, dan penganan dengan jumlah layak dilimpahkan kepada pesantren tradisional di pinggir Kota Bogor.

Tidak rugi?

"Enggaklah. Insyaallah barokah. Kelak ada gantinya," Emak meyakinkan saya.

Mind set! Keyakinan bahwa berjualan ada saatnya untung (laris), di lain waktu rugi (barang tidak habis). Keyakinan menguatkan dan membuat bertahan yang kemudian membentuk jiwa dagang Emak.

Dalam praktiknya, jiwa dagang itu diwujudkan dalam bentuk:

  • Buka lebih pagi, dibandingkan dengan pedagang sejenis.
  • Diversifikasi dan inovasi. Untuk ukuran wilayah sekitar, Emak menawarkan banyak pilihan. Gado-gado, nasi uduk, lontong sayur, ketoprak, lontong bumbu, tongkol dicabein, telur balado, buras oncom, ketan serundeng, aneka gorengan, dan kopi seduh. Kadang bikin ubi rebus, ketimus (lemet, olahan singkong parut isi gula merah), perkedel, semur jengkol.
  • Pelayanan ramah yang menyenangkan. Sesekali memberi bonus kepada pembeli dan pemulung yang membeli.
  • Membuat produk berkualitas.
  • Bersyukur.
  • Bersedekah.

Penutup

Pak Deden dengan senyum khasnya membenarkan bahwa keyakinan merupakan kunci keberhasilan dalam berusaha. Selebihnya adalah memohon kepada Sang Maha Pemberi Rezeki. Ikhtiar dan berdoa.

Pak Guru muda nan ganteng kemudian mengilustrasikan sebagai berikut. 

Keinginan agar dagangan laris ibarat orang punya HP hendak mengirim SMS berisi harapan, tapi tidak tahu cara mengirimkan berikut alamat tujuannya.

Bagi yang tidak percaya diri akan pergi ke orang pinter menyampaikan maksud minta pelaris. Orang pinter berbaju serba hitam menggunakan aksesoris berkesan misterius itu pun melakukan ritual:

Mulut komat-kamit sembari menuliskan pesan di telepon genggam, menekan tombol-tombol nomor, dan memencet "send" atau tombol hijau. 

Ritual selesai. "Pasien" membayar jasa dan menerima jimat pelaris.

Berbeda dengan pelaris versi Emak, berupa keyakinan tertanam dalam diri bahwa akan memetik hasil dari kegiatan berjualan, sekaligus siap lahir batin menghadapi risikonya.

Maka, disadari maupun tidak, ia akan berjuang keras untuk menciptakan kondisi agar barang dagangan laris. Kemudian berdoa memohon kelancaran. Juga ikhlas bersedekah.

"Itu kuncinya," kata Pak Deden menutup pembicaraan.

Jadi, pilih pelaris yang mana dalam kegiatan usaha menjual makanan? 

Silakan menentukan preferensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun