Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kelambu Kelabu

5 Oktober 2022   05:55 Diperbarui: 5 Oktober 2022   06:41 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh Andres_Osorio dari pixabay.com

"Kerabat Abah. Iis dari kampung yang jauh, ditinggalkan suami yang minggat dengan wanita lain."

"Mosok sih Mak? Badannya tipis masih seperti gadis."

"Ealah, dikasih tahu gak percaya. Sudah punya anak satu, tahu! Memang usianya baru dua puluh empat."

Cakrawala pemikiran di dalam jiwa Kasto terbentang. Harapan mengembang. Hati dingin menghangat. Gagasan-gagasan untuk memulai pembicaraan bermunculan.

Hari-hari berikutnya diisi pembuka obrolan. Semakin kemari semakin akrab. Dalam diri Kasto tiada lagi sekat pembatas harapan mendekati Iis.

Taman hati kedua insan bersemi. Bunga-bunga memekar memancarkan wangi. Langit cerah tanpa awan. Dunia indah.

Pada satu kesempatan memperoleh cuti dari tempat kerjanya, Kasto menengok kampung halaman. Selain melepaskan rindu kepada adik-adiknya, ia menyampaikan rencana membangun mahligai rumah tangga dengan wanita berbeda suku. Sudah punya anak pula.

Sontak kedua orang tuanya menampik. Keberatan dengan pilihan putranya dengan berbagai alasan yang bisa membatalkan. Namun tutur bahasa lembut lama-lama meluluhkan hati mereka.

Setelah berpikir lama, akhirnya orang tua Kasto merestui. Lagi pula anak lanang tersebut melajang hingga usianya hendak menyentuh kepala tiga.

Seminggu di kampung halaman menerbitkan rindu. Hati berdebar-debar, tidak sabar menjumpai pujaan hati. Pertama menjejakkan kaki kembali di kota kecil itu, jiwa melesat ke warung Emak. Tubuhnya berlari mengikuti dengan menumpang ojek daring.

"Emak! Seperti biasa, nasi setengah, tumis kangkung, dan tongkol balado," seru Kasto gembira sambil mencomot tempe goreng berselimut terigu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun