Biaya berkenaan dengan perizinan bisa berbeda-beda di tiap daerah.
3. Keyakinan dan survei. Konsep dibuat berdasarkan harapan kuat bahwa tempat akan ramai pengunjung. Produk laku. Penjualan tinggi.
Untuk meyakinkan hal itu, perlu dilakukan penelitian (kecil-kecilan hingga serius) tentang usaha atau penjualan produk sejenis. Juga dilakukan survei selera (asin, manis, tampilan, dan sebagainya) demi memastikan kegemaran pembeli potensial.
Ada satu ujaran:Â "kita bisa menjual makanan bagi selera banyak orang, kendati kita sendiri tidak menyukainya."
4. Disain Produk. Setelah menentukan konsep produk dan melakukan riset atasnya, tentukan format makanan minuman. Meliputi aroma, rasa, penampilan, kemasan/wadah, cara penyajian. Bakery diketahui dari harumnya aroma roti di-oven.
5. Menyiapkan Peralatan. Meliputi peralatan untuk mengolah produk, alat saji (piring, sendok, gelas, antiskid tray, dan seterusnya). Jenis dan jumlah peralatan tergantung skala usaha kuliner.
Untuk ukuran usaha rumahan, bolehlah memakai peralatan yang ada. Tidak usah dulu beli.
4. Promosi. Ini penting. Bukan berarti yang mahal, tetapi bisa menggunakan cara-cara promosi tradisional. Misalnya mengundang kerabat, tetangga, teman untuk meramaikan. Bila pengunjung menikmati sajian, maka mereka akan mempengaruhi orang lain dari mulut ke mulut.
Jangan lupa, cetak menu dan spanduk yang mengilustrasikan produk dijual. Ini dapat mengundang minat calon pembeli untuk berkunjung.
6. Memiliki Jiwa Melayani. Ingat! Bisnis kuliner bukan sekadar menjual makanan dan minuman, tetapi jasa (services dengan "s").
Jiwa melayani dengan standar sama untuk semua orang merupakan modal kuat, tercermin di dalam pelayanan. Bayangkan, apabila kita memesan makanan di satu rumah makan, tapi pelayanan tidak baik, bisa bisa selera makan jadi ambyar.