Bagaimana rasanya hidup di negara hukum tapi melihat vonis pengadilan yang final, tetap, dan mengikat tak dijalankan selama bertahun-tahun?
Itulah yang terjadi dalam kasus Silfester Matutina, Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) sekaligus mantan relawan garis depan Jokowi.
Sudah divonis 1,5 tahun penjara oleh Mahkamah Agung pada 2019, tapi hingga 2025, Silfester masih beraktivitas bebas, bahkan sempat diangkat sebagai komisaris BUMN ID Food oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
Publik pun bertanya-tanya: ke mana negara ketika keadilan menunggu dijalankan?
⏳ Kronologi Kasus Silfester: Fitnah, Vonis, tapi Tak Dieksekusi
Kasus ini bermula dari orasi politik Silfester pada Mei 2017 yang menyerang Wapres ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK).
Dalam video yang viral, Silfester menyebut JK sebagai akar masalah bangsa, menudingnya menggunakan isu SARA dalam Pilkada DKI 2017, dan menyebut JK memperkaya keluarga lewat kekuasaan.
Laporan polisi dilayangkan ke Bareskrim. Silfester dijerat dengan Pasal 310 dan 311 KUHP (fitnah dan pencemaran nama baik).
Proses hukum berlangsung:
🔹 30 Juli 2018: Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 1 tahun penjara
🔹 17 Oktober 2018: Pengadilan Tinggi DKI menolak banding Silfester
🔹 20 Mei 2019: Mahkamah Agung menolak kasasi dan memperberat hukuman menjadi 1,5 tahun
Putusan ini telah inkrah dan tidak bisa dibantah secara hukum. Tapi anehnya, hingga 2025, eksekusi belum dilakukan oleh Kejaksaan.
⚖️ Hukum Sudah Bicara, Tapi Jaksa Diam: Ada Apa?
Dalam sistem hukum Indonesia, eksekusi putusan pengadilan adalah tugas Kejaksaan, sebagaimana diatur dalam:
🔖 Pasal 270 KUHAP:
"Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa."
Artinya, Kejaksaan wajib mengeksekusi Silfester segera setelah vonis inkrah.
Namun fakta menunjukkan, selama 6 tahun vonis ini mengendap, Silfester malah semakin aktif dalam aktivitas publik dan politik.
Baru setelah publik menyoroti kasus ini lagi, Kejagung angkat suara dan menyatakan Silfester akan diperiksa dan ditahan.
Tapi pertanyaannya: Mengapa baru sekarang?
🗯️ Rekayasa Narasi Damai: Upaya Membelokkan Opini Publik?
Saat kasus kembali mencuat, Silfester mengklaim bahwa hubungannya dengan JK sudah damai, bahkan mengaku beberapa kali bertemu dan diterima baik oleh Jusuf Kalla.
Namun klaim ini dibantah keras oleh pihak JK:
Juru bicara JK menyatakan,
“Pak JK tidak pernah mengenal atau bertemu Silfester.”
Putri JK, Muchlisa Kalla, menyebut,
“Pembohong. Tidak pernah bertemu Bapak. Dia buronan.”
Lebih tegas lagi, pernyataan pihak JK menekankan bahwa tidak pernah ada perdamaian, dan proses hukum harus tetap jalan.