Mohon tunggu...
Sudut Kritis Budi
Sudut Kritis Budi Mohon Tunggu... Entrepreneur dan Penulis

Penulis opini hukum dan isu-isu publik. Menyuarakan kritik konstruktif berbasis hukum dan nilai keadilan. Karena negara hukum bukan sekadar jargon.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Negara Gagal Jaga WNI: 699 Terjebak TPPO Online di Myanmar

23 Juli 2025   04:32 Diperbarui: 23 Juli 2025   07:32 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Ilustrasi dibuat dengan AI (ChatGPT / DALL-E, OpenAI)"

Pemulangan 699 Warga Negara Indonesia (WNI) dari Myanmar akibat praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berbasis online scam bukan sekadar catatan diplomasi. Ini adalah cermin kegagalan negara dalam melindungi rakyatnya sejak dari hulu.

Mereka bukan korban bencana alam, bukan pula korban perang. Mereka korban kejahatan perdagangan orang modern berbasis digital, jebakan pekerjaan palsu yang sudah sering terjadi namun terus berulang.

Ironisnya, sebagian dari mereka  bahkan 116 orang di antaranya  adalah korban yang pernah terjebak sebelumnya. Bukankah ini bukti nyata negara gagal mencegah secara sistematis?

🔍 Modus Lama, Teknologi Baru: Negara Tertinggal
Modus ini bukan hal baru. Para korban dijanjikan pekerjaan sebagai customer service di Thailand, gaji besar, fasilitas nyaman, biaya ditanggung.
Tapi kenyataannya mereka justru dikirim ke wilayah konflik Myawaddy, Myanmar, dan dipaksa menjadi pekerja ilegal di pusat kejahatan online internasional.

Mereka bukan dipekerjakan secara sah, melainkan dipaksa melakukan penipuan online, mengincar korban baru dari berbagai negara.
Bentuk eksploitasi ini memenuhi unsur Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO: perekrutan, pengangkutan, penampungan, dan eksploitasi.

Celakanya, negara lambat membaca perubahan modus. Meski kejahatannya makin canggih memanfaatkan teknologi, pengawasan pemerintah tetap berjalan dengan pola lama.

🚩 Hulu yang Bocor: Negara Tak Serius Cegah di Awal
Kasus ini membuktikan pencegahan di hulu masih sangat lemah.
Rekrutmen dilakukan secara terang-terangan via Facebook, Instagram, Telegram. Tapi negara tak kunjung membangun sistem pengawasan yang kuat terhadap iklan kerja bodong.

Di sisi lain, literasi masyarakat soal migrasi aman sangat rendah. Janji gaji besar lebih cepat dipercaya dibanding edukasi hukum yang minim disosialisasikan pemerintah.
Inilah celah yang terus dimanfaatkan sindikat.

Padahal sudah jelas dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), pemerintah wajib melakukan pencegahan dan edukasi secara menyeluruh. Kenyataannya, langkah ini lebih banyak retorika daripada aksi nyata.

⚖️ Penegakan Hukum: Baru Menyentuh Akar Rumput, Bukan Sindikat
Penegakan hukum dalam kasus ini baru menyentuh perekrut kecil. Tersangka HR (27), karyawan swasta, dijerat Pasal 4 UU TPPO dan Pasal 81 UU PPMI dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Namun, pertanyaannya:
Di mana pelaku utamanya?
Siapa penyandang dana?
Mengapa sindikat besar lintas negara tak tersentuh?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun