Mohon tunggu...
Budhiman Prakoso
Budhiman Prakoso Mohon Tunggu... Human Resources - DATTEBAYO !!!!

Penikmat Ilmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Ritel Modern di Indonesia: Dari Kemunculan hingga Eksistensinya di Masyarakat

22 Oktober 2020   12:43 Diperbarui: 25 Mei 2021   08:51 12401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejarah bisnis ritel di Indonesia. | Kompas

Selain itu dengan adanya Kepres no 99 th 1998 yang membuat ritel-ritel asing banyak berdatangan ke Indonesia ditandai dengan berdirinya ‘Sogo’ (1990) di Indonesia yang merupakan ritel dari Jepang, Circle K  dari Amerika (1987), serta Mark dan Spencer  asal inggris (1992). Pada periode ini juga berdiri Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) yang berdiri pada tahun 1994 sebagai wadah dari ritel-ritel yang ada di Indonesia.

Kemudian, pada tahun 1998 Orde baru runtuh dengan terjadinya krisis moneter 1998 yang tinggi yang menyebabkan keadaan ekonomi dan politik menjadi kacau. Lalu, pada pemerintahan era Reformasi permasalahan inflasi dapat teratasi sehingga pemulihan keadaan ekonomi dan politik dapat dilakukan. Hal ini juga ditandai membaiknya pengeluaran masyarakat dari sisi konsumsi.

Baca juga: Daripada Terkena "Jebakan Batman" Investasi Bodong, Lebih Baik Coba Berinvestasi Surat Berharga Negara Ritel Milik Pemerintah

Kemudian, dengan ditetapkannya UU No.25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, ditandatanganinya letter of inten yang mensyaratkan adanya deregulasi kebijakan ekonomi yang kemudian dikeluarkan Keppres No.96/2000 yang menggolongkan ritel sebagai bidang usaha terbuka bagi penanaman modal asing dan swasta nasional, adanya peningkatan daya beli masyarakat, timbulnya golongan kelas menengah kedua, hal-hal tersebut membuat ritel modern semakin berkembang.

Alhasil, dari tahun 2000-2010 ritel modern di Indonesia baik lokal maupun internasional semakin menggurita dan bahkan menyasar kalangan kelas menengah ke bawah. Pada era ini ritel modern di Indonesia muncul dengan format hypermarket dan perkenalan e-retailing. Era ini ditandai dengan hadirnya Carrefour di Glodok Plaza (1998) dengan format hypermarket dan hadirnya Lippo-Shop.

Format ritel modern saat ini terdiri dari supermarket, minimarket, hypermarket, specialty store/convinience store, dan department store berdasarkan pepres no 112 tahun 2007. 


Namun, pada saat ini ritel modern yang perkembangannya paling pesat yaitu Minimarket (Indomaret dan Alfamart), Supermarket (Hero, Ramayana, dan Yogya + Griya Supermarket), dan Hypermarket(Carrefour, Matahari, Giant, Yogta, Superindo). Luas lahan usaha dan lahan parkir, jumlah item dan jenis produk yang diperdagangkan, dan modal usaha yang dibutuhkan merupakan unsur pembeda diantara ketiga ritel modern tersebut.

Persaingan ritel modern di Indonesia pada awalnya didominasi oleh beberapa ritel ternama seperti  Hero, Indomaret, Ramayana, Matahari, dan Alfa. Namun  sejak periode tahun 2000-an hipermarket(Carrefour dan Ramayana) mulai masuk ke Indonesia dan menjadikan persaingan bisnis ritel modern menjadi makin sengit. 

Selain itu, masyarakat juga mulai banyak yang tertarik ke  hipermarket dikarenakan lahan yang luas, display yang lega, pilihan barang yang sangat bervariatif dan serba ada. Ramainya persaingan  industri ritel modern di Indonesia  juga diikuti dengan adanya ritel-ritel asing seperti Makro (Belanda), Carrefour (Piterancis), dan Giant (Malaysia, yang kemudian juga digandeng oleh PT Hero Supermarket Tbk), yang tersebar di kota-kota besar.

Carrefour masuk ke Indonesia  pada awal tahun 1998 dan mulai melalukan ekspansi bisnisnya dibeberapa kota di Indonesia. Carrefour merupakan ritel modern dari negeri Perancis. Dengan pengalaman internasional serta modal yang besar membuat Carrefour memiliki nilai lebih dalam bersaingan dengan ritel-ritel modern lokal.  Oleh sebab itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga adanya kemungkinan Carrefour akan memonopoli pasar Retail Indonesia. Hal ini tentunya dapat memunculkan potensi gulung tikar bagi pengusaha domestik, bahkan lebih jauh akan mengkanibalisasi pasar tradisional.

Senada dengan KPPU, AC Nielsen mengemukakan dari tahun ke tahun mulai 2000 pangsa pasar pasar retail tradisional terus menurun. Pada awal 2000 pangsa pasar tradisional 78,3% dan makin berkurang menjadi 70,5% di tahun 2005. Carrefour dengan ekspansi bisnisnya yang semakin menggurita patut diwaspadai akan mengganggu ritel-ritel modern lokal bahkan ritel tradisional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun