Mohon tunggu...
bucek molen
bucek molen Mohon Tunggu... Konsultan

Pernah tinggal di banyak kota, mencintai beberapa orang, dan menyesali hampir semuanya. Menulis bukan untuk didengar, tapi agar suara-suara dalam kepala tak meledak diam-diam. Tidak sedang mencari pengakuan, hanya menaruh serpihan hidup di tempat yang tidak terlalu ramai.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ribetnya Capricorn

13 Oktober 2025   22:14 Diperbarui: 14 Oktober 2025   04:58 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia tersenyum tipis, separuh geli, separuh serius,
"Eh, berubah untuk yang bagus masa nggak boleh?"

Aku mengangguk pelan. Dalam hati, aku tahu: untuk yang ini aku ga setuju.

Bagi Capricorn seperti aku, menyukai seseorang bukan sekadar soal penampilan atau niat baik. Yang paling penting adalah autentisitas --- kejujuran dan konsistensi antara siapa seseorang sebenarnya dan bagaimana dia mengekspresikan dirinya.
Ketika orang yang aku suka berubah demi memberi impresi, aku merasakan incongruence --- ketidaksesuaian antara versi asli yang aku kenal dan versi baru yang dibuat-buat.
Ini bukan soal bosan atau orang ketiga, tapi soal menjaga integritas emosional. Jadi aku mundur pelan-pelan, tetap peduli, tapi mengurangi frekuensi interaksi untuk menetapkan batas emosional dan melindungi diri.

Aku masih ketemu dia di kampus, masih anter dia pulang, masih telpon tiap malam. Tapi frekuensi aku kurangi.
Bukan berarti berhenti peduli. Tapi ini cara menjaga diri dan tetap menghargai ketulusan --- baik milikku maupun milik dia. Iya Ribet, aku tahu.

Pernah setelah kekosongan tanpa bertemu seperti rutinitas sebelumnya, aku menelfon dan dia bilang, "basi lo cek!"

Tahun berjalan. Kantorku dekat SCBD, shift pagi jam 6.
Siang itu ada lunch meeting di PP. Selesai meeting, aku mau langsung pulang karena jam on duty ku sudah selesai.
Keluar dari restoran, antri lift, dan... orang yang pertama keluar dari lift adalah Tiar.

Bucek? Dunia serasa sempit seketika.

Aku menahan senyum, "Lama nggak berjumpa."

Muka Tiar sumringah.
Bukan karena ketemu aku, tapi seperti ada sesuatu yang menyenangkan datang hari itu.
"Baru dapet bonus, ya?" aku menebak.
Dia ngakak. "Iya, yukk... aku traktir ngopi."

Kami duduk di sudut kafe, aroma kopi, suara denting gelas, dan dengungan konstan mesin espresso di latar.

Cerita tentang zaman kuliah, pekerjaan dia, ternyata kantor nya disebelah ku persis, cerita keluarga nya, anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun