Mohon tunggu...
Bryan Eduardus
Bryan Eduardus Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Warga Negara yang Bersuara Lewat Kata-Kata! | https://telemisi.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

"Rebranding" Koperasi dan Kalangan Muda

23 Juni 2018   23:15 Diperbarui: 23 Juni 2018   23:31 1302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bryan E. C. Hardi (prolegal.id)

Bahkan ada yang bicara, "Ganti kepala sekolah kali!" Ngaco dia! Ada lagi yang berkomentar, "Bukan kepala sekolah, ketua OSIS kali!" Walaupun ngaco juga, saya aminin!

Soal dagangan, tidak ada sesuatu yang sangat berbeda. Tetap ada alat tulis, dan mulai kita rambah snack secara perlahan sambil membaca pasar dan mencari jalan tengah dengan pedagang di kantin yang juga berjualan makanan ringan. Bahkan, di akhir-akhir masa jabatan kami, koperasi kami sudah menjangkau pasar yang cukup luas. Tidak hanya SMA, tetapi juga SMP hingga SD!

Ini cerita saya, tapi apakah koperasi hanya perkara jual-beli di sekolah? Tidak! Koperasi sudah dikenal sejak dahulu, dan bahkan sudah sangat mengakar pada jati diri bangsa Indonesia.

Koperasi adalah sebuah badan usaha yang melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang beradasarkan atas dasar asas kekeluargaan. Dr. Muhammad Hatta, dalam bukunya yang berjudul, "The Movement in Indonesia" mengemukakan bahwa koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan asas tolong-menolong, sehingga koperasi tidak dapat terlepas dari Indonesia.

Ini seharusnya menjadi sesuatu yang membanggakan, bukan? Namun, karena persepsi bahwa koperasi ini sudah sangat lama, ini melambangkan unsur "tua" pada hal ini, dan membuat anak muda malas menyentuh dan berurusan dengan hal-hal yang berkaitan dengan koperasi.

Kalau kita lewat, dan di pinggir jalan ada ayam bakar sejak 1980, anak-anak muda mungkin akan mengganggap ini kuno. Mereka akan lebih memilih makan di kafe, yang menawarkan 'rasa' muda, baru, dan lebih dinamis. Padahal, belum tentu lebih enak dibandingkan ayam bakar!

Saat ini, kita mencari segala sesuatu yang kita banget, yang benar-benar mencerminkan diri kita. Kebetulan, saya baru saja berliburan ke Singapura. Contoh nyata adalah penjual es krim di daerah Orchard. Es krim yang terkenal itu. 

Disaat saya lewat, saya berniat membeli dan saya liat menu pilihan rasa yang ada, bukannya tercerahkan, justru semakin bingung, "Beli yang mana, ya?" Ada 12 rasa!

Kenapa? Karena penjual mencoba selalu menawarkan sesuatu yang spesifik, dan sangat sesuai dengan keinginan konsumen. Saya ingat banget, salah satu rasa yang ada adalah durian. Jujur, saya tidak suka banget! Tetapi, mama dan nenek saya membeli rasa itu.

Kembali soal kasus ayam bakar tadi, mereka mungkin bisa mengemas nama mereka dan produk mereka dengan sedikit berbeda agar lebih dekat dengan para kalangan millenials! Bisa dengan mengubah nama restoran dengan menghilangkan tahunnya, atau cara-cara lainnya. John Steinbeck sempat menyatakan:

"Kemajuan merupakan kata yang merdu, tetapi perubahanlah penggeraknya dan perubahan mempunyai banyak musuh."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun