Mohon tunggu...
Brigitta Merylla
Brigitta Merylla Mohon Tunggu... -

Faculty of Civil and Environmetal Engineering '14

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Miris! Potret Pendidikan Pelosok Negeri

28 September 2016   14:15 Diperbarui: 28 September 2016   14:27 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah 71 tahun bangsa Indonesia merdeka. Itu secara historis. Lalu bagaimana dengan rakyat Indonesia kini? Berapa jumlah rakyat yang berada di garis kemiskinan? Jika ditelusur dari rekam jejak kemerdekaan Indonesia sampai sekarang, banyak peristiwa yang terjadi menuai pro dan kontra. Namun, apa reaksi pemerintah? Toh, pemerintah hanya berdiam saja kan. Sebagai contoh, ambil satu aspek yang fundamental, PENDIDIKAN. Bagaimana rupa pendidikan di Indonesia sekarang?

Muncul isu akan diberlakukan ‘Full Day School’ pada sistem pendidikan di Indonesia. Baru isu saja sudah dapat sindiran dan komentar sana sini, apa yang terjadi jika benar-benar diberlakukan? Sebelum membahas isu itu, cobalah ingat bagaimana dengan pendidikan di pelosok sana? Apakah sarana dan prasarana mereka terjamin?

21 hari aku tinggal di desa Mekarwangi, kecamatan Talegong, Kabupaten Garut. Sungguh indah pemandangan alam di sana, namun sayang tak seindah perjalanan hidup warganya, terutama anak-anak di sana. Bisa dibilang hanya segelintir warga yang memang sadar pentingnya pendidikan, dan itu hanya mereka yang berprofesi sebagai PNS. Sedangkan warga lainnya hanya mengikuti apa yang biasanya terjadi. Memang, rata-rata anak di desa itu berencana menikah setelah lulus SMP dan tidak melanjutkan sekolah. Jika ditanya alasannya mereka hanya menjawab “Kalau sudah punya pacar ya dinikahkan saja biar halal daripada kebablasan.” Si anak disuruh nikah mau dan tidak menolak, dan orang tua malah menyuruh anak nikah bukan belajar cari ilmu biar sukses. Kalau seperti ini siapa yang akan disalahkan?

Untungnya, masih ada segelintir anak yang bersemangat untuk sekolah. Di desa itu hanya ada 2 sekolah dengan jarak yang lumayan jauh. Setiap pagi mereka harus berangkat lebih awal agar tidak terlambat sampai di sekolah, dan jalan yang ditempuh bukan jalan aspal melainkan jalan berbatu yang terjal dan menanjak. Belum lagi mereka yang berangkat dari desa sebelah, harus melalui jembatan usang yang rentan rapuh. Merekalah calon penerus bangsa dengan mimpi dan harapan bagi bangsa Indonesia. Dalam perjuangan ini, tersimpan cita-cita mulia, guru, dokter, perawat, polisi, tentara, dan lainnya. Semangat mereka untuk bisa lanjut sampai kuliah sangat tinggi. Namun tak jarang, diantara mereka murung karena mengingat betapa susahnya hidup sehingga semangat itu redup ketika tak ada uang yang bisa membiayai sampai kuliah nantinya.

Masih ingat mengenai KIP? Yap, program pemerintah mengenai pendidikan. Beberapa anak memang telah terdaftar, namun kendalanya kartu itu belum berfungsi, bahkan kartu itu masih ada di pihak sekolah dan belum dibagikan kepada yang bersangkutan. Entahlah, birokrasi macam apa ini. Ada juga yang seharusnya layak mendapat KIP, nyatanya malah tidak terdaftar. Bagi mereka yang sadar pentingnya pendidikan pasti akan langsung mengurusnya, sedangkan yang tidak, mungkin akan bersikap acuh tak acuh.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun