Mohon tunggu...
Brata Jaya
Brata Jaya Mohon Tunggu... -

Mengabdi Dengan Kerendahan Hati, Seperti Penyaji Suguhkan Secangkir Kopi.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Bukan karena Kemang Pindah

26 Maret 2015   11:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:59 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Di Jakarta, siapapun tak ingin bepergian ketika jam kerja usai, kita akan temui pemandangan seragam, yakni kendaraan menyemut penuhi jalanan. Seperti  kala  itu, ketika lampu jalanan mulai menyala, kami resah melihat langkah jarum jam yang  bergerak cepat, kalahkan laju Metromini 75 yang kami tumpangi, yang tak bergerak maju. Dirasa banyak membuang waktu, untuk mecapai Pasar Santa lebih cepat, kami berdua memilih jalan kaki, kalau saja dengan kekasih, sore itu mungkin moment romantis, sehabis gerimis dalam temaram lampu kota, bukankah waktunya syahdu  untuk memacu rindu ? akh tidak...  kami hanya dua lelaki yang hari itu, isi perut senasib dengan kondisi dompet, kering tak berisi.

“ Satu kilo lagi !”. Dari  gadgetnya, kawanku memberi informasi jarak yang harus kami tempuh. Kami putuskan untuk lanjutkan berjalan kaki, dahului mobil-mobil yang merangkak pelan. Selain berjubelnya kendaraan, proses pembangunan jalan layang menjelang Pasar Santa pun ternyata menjadi penyebab macet.

Bercucuran peluh, tibalah kami di Pasar Santa, karena kehabisan pulsa, kuminta kawanku mengontak jemputan. Jemputan datang, berdua dibonceng dengan satu motor, lalui gang-gang sempit, kami tiba di sebuah rumah.

“Kami di dzalimi !”.  Itulah kalimat yang aku dengar,  dari beberapa pria yang duduk bersila, mereka adalah pedagang kaki lima di sekitar Pasar Santa, menamakan diri JS 33, yang digusur pemkot Jakarta Selatan, Maret 2015 ini.

Karena Seorang Lady

Setelah puas ngaler ngidul, utamanya kopi panas telah tersaji di atas meja, kami mulai mendengar apa yang terjadi pada JS 33 Pasar Santa.


Di tahun 1969, Pasar Santa bukanlah apa-apa, pasar tradisional yang menyediakan sayur mayur dan kebutuhan pangan bagi warga sekitar. Pasar Santa sangat sepi. Di luar komplek pasar, para pedagang kaki lima, yang bergerak di bidang jasa seperti tukang cukur, alat-alat listrik, bengkel sepeda dan sebagian kuliner, turut berkontribusi supaya Pasar Santa tak mati suri.

Karena pedagang terpencar-pencar, RT setempat namanya Bu Lady, berinisiatif mengumpulkan para pedagang untuk berjualn di satu tempat, yaitu di jalan Cipaku, Bu Lady juga berusaha mengurus perizinan usaha serta menjadi binaaan Dinas Koperasi dan  UMKM. Maka terbentuklah kepungurusan JS 33 beranggotakan 43 KK dan jumlah lapak 83. Usaha pun membuahkan hasil, mendapat izin usaha melaui SK Gubernur tahun 1969.

Pengembang dan PD Pasar Jaya selalu alami jalan buntu untuk memajukan Pasar Santa. Namun setelah kemunculan komunitas-komunitas kopi yang kreatif merancang Pasar Santa agar tampil memikat. Perlahan, Pasar Santa mulai dikenal dan di kunjungi banyak orang. Dalam hal ini, JS 33 menjalin hubungan baik dengan komunitas kopi tersebut. Dan karena  naik daun, Santa bikil ngiler pemodal besar.

Skenario Penggusuran JS 33

Alasan Pemkot Jakarta Selatan menggusur JS 33, selain di tuding menjadi biang kemacetan, Jalan Cipaku juga akan di bangun saluran air dan taman. Itu propaganda pemerintah, namun seperti biasa, selalu ada cerita lain di balik itu.

Penggusuran JS 33 di duga kuat untuk memperluas bisnis parkiran yang menurut sumber omsetnya semakin pesat. Di atas lahan parkiran akan dikembangkan bisnis kuliner, tujuannya, Pasar Santa akan dibangun, menduplikasi beberapa pasar modern di Thailand, Melbroune dll. Sejak tahun 2007, pengembang bekerjasama dengan PD Pasar Jaya berupaya membujuk JS 33 untuk pindah ke dalam kios-kios Pasar Santa, yang biaya sewanya tak terjangkau pedagang kecil.

Karena berbagai upaya menemui kegagalan, skenario baru pun di susun, dimulai dengan alasan banyaknya kendaraan yang menyemuti jalan-jalan tikus di sekitar Pasar Santa, kebetulan salah satu jalan tikus itu melewati rumah seorang pejabat penting.

“ Ia merasa terganggu, jangankan suara klakson, toa mesjid yang sedang adzan pun minta dimatikan,alasannya  istirahat Bos terganggu”.

Kemudian si Bos ini ngontak koleganya, untuk membangun jalan layang di dekat Pasar Santa, jika layang terbangun, rencananya, melalui pihak kelurahan jalan-jalan tikus tersebut akan dibangun Portal.

“Padahal menurut saya yang lahir di sini, dengan dibangunnya jalan layang justru akan memperparah kemacetan, pembangunannya sama sekali tak relevan kecuali alasan proyek semata”. Tutur sumber.

"berkembangnya restoran-restoran korea di sekitar Santa, turut berkontribusi jalan tikus dipadati kendaraan".

“ Tidak apa-apa toch, ini Jakarta, bising itu resiko, lagian ini kawasan usaha, masa kaki lima tak boleh jualan”.

Alasan penggusuran JS 33 semakin absurd, selain Cipaku bukan jalan protokol, JS 33 selama ini mengantongi SIUP yang berkontribusi terhdadap PAD Jakarta. Menjelang penggusuran, SIUP mereka dinyatakan habis, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. JS 33 selama ini berhasil menata lapak agar indah di pandang dan terintegrasi dengan taman, mereka merawat pohon, tanaman dan bunga-bunga. bahkan mantan  Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra betah kongkow di JS 33.https://twitter.com/yusrilihza_mhd/status/320833953688858624

JS 33 kini tinggal kenangan, eks pedagang hanya bisa bergumul di lokasi, malam hari yang dilakukan hanyalah main kartu. Dampak penggusuran, karena shock sebagian pedagang masuk rumah sakit dan harus hidup dalam ketidakpastian.

“Bukan JS 33 yang bikin macet, bukan pula saudara-saudara kami yang mengembangkan Pasar Gaul di dalam kios sana, namun hanya karena seseorang yang berpengaruh, berkolaborasi dengan pengembang, kami di singkirkan, kami bertahan di sini ketika tempat ini seperti kuburan, kami bertahan dan mengembangkannya, namun hanya karena hal tak jelas, kami di buang. Kami legal, bukan binatang liar”.

Obrolan kami dengan pedagang JS 33 terhambat karena jarum jam sudah bergeser ke angka 12 malam. Setelah pamit, mereka  bersedia. Dengan penuh harap, mereka tawarkan makan, seperti bisa menebak perut kami yang tak berisi, kami menolak dengan halus, tak kuasa membebani mereka yang sedang menderita. Di sebuah tempat, kawanku menghutang Mie Rebus dari PKL, jaminannya kepercayaan, ya hanya dengan pedagang kecil kami bisa hutang….termasuk Yusril, dengan sepuluh ribu perak, ia bisa rapikan rambutnya di JS 33, yang tak mungkin ia dapat di Salon Rudy Hadisuwarno.

#PertahankanJS33#

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun