Mohon tunggu...
Angra Bramagara
Angra Bramagara Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Orang biasa yang sedang belajar menulis, dan belajar menggali ide, ungkapkan pemikiran dalam tulisan | twitter: @angrab

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Posisi Netflix dan Operator, Serta Permasalahannya

28 Januari 2016   22:12 Diperbarui: 28 Januari 2016   22:38 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Baru-baru ini operator penyedia internet di Indonesia memblokir Netflix. Berita ini menghebohkan berbagai pihak terutama dari komunitas internet di Indonesia baik para netizen, praktisi internet hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).

Netflix merupakan perusahaan asal Amerika yang menyediakan aplikasi streaming video dimana konten produknya adalah film. Ratusan film dapat ditonton oleh para netizen dengan cara berlangganan. Konten film yang disajikan oleh Netflix merupakan film yang diproduksi oleh berbagai rumah produksi, dimana Netflix membeli hak dari film tersebut atau melakukan kerjasama (kontrak) dengan rumah produksi. Walaupun Netflix dididirikan sudah lama dan hanya dapat dinikmati di Amerika, namun di Indonesia baru satu bulan ini Netflix bisa dinikmati oleh para netizen terutama yang memiliki akses internet cepat dan stabil. Tidak hanya di Indonesia, namun juga di banyak negara sebagaimana kebijakan manajemen Netflix untuk memperluas akses penjualannya.

Salah satu harapan dari hadirnya Netflix ini adalah menekan aksi pembajakan, karena dengan hanya membayar biaya bulanan maka berbagai film yang jumlahnya ratusan dapat ditonton oleh netizen secara legal. Bisa saja nanti para sineas Indonesia bisa mamanfaatkan Netflix untuk memasarkan karyanya ke seluruh dunia. Dari sisi ini, sebenarnya hadirnya aplkiasi semacam Netflix dengan jangkauan yang begitu luas cukup menguntungkan bagi pekarya film dan penikmat film di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Posisi Netflix dan Operator, serta Permasalahannya

Netflix merupakan perusahaan digital karena semua produk dagangannya berupa produk digital, namun aliran cara kerja penjualan produknya mirip dengan berdagang barang fisik.

Dipandang dari jaringan bisnis model internet, maka Netflix bisa dikategorikan sebagai marketplace alias pasar. Diibaratkan seperti pasar retail barang-barang kelontong atau toko DVD film yang banyak ditemui di Indonesia, namun yang berbeda hanyalah dari produk yang didagangkan serta cara mengkonsumsinya. Toko DVD mejual piringan DVD yang di dalamnya tersimpan konten film dimana jika ingin menonton filmnya maka piringan DVD tersebut harus diputar melalui DVD player, sedangkan Netflix hanya menjual konten filmnya saja dimana jika ingin menontonnya harus melalui fasilitas streaming internet (di download) di komputer atau smartphone. Tentu saja untuk era sekarang, orang lebih memilih untuk mendownload saja daripada harus memutar DVD.

Sedangkan operator dalam bisnis model internet berperan sebagai pihak yang mendistribusikan konten digital. Kalau diibaratkan seperti pihak logistik atau kurir dalam bisnis perdagangan barang berwujud fisik. Jika dalam perdagangan barang fisik, barang yang dihantarkan  menggunakan alat transportasi seperti truk, kapal, kereta api, pesawat adalah barang-barang yang dapat diraba atau disentuh, namun dalam model bisnis digital yang dihantar adalah bit-bit digital dalam bentuk elektron-elektron listrik yang tidak dapat diraba dengan media pengantar berupa gelombang udara, optik bahkan tembaga.

Konten-konten film yang disajikan dalam bentuk digital tersebut disimpan di dalam perangkat komputer yang sering disebut dengan server dimana terhubung pada media penyimpanan elektronika (hardisk), sedangkan barang fisik disimpan dalam ruangan yang disebut dengan gudang. Server dalam dunia e-commerce produk digital bisa juga dianalogikan selain sebagai gudang juga sebagai pasar untuk menyajikan barang dagangan, dimana semua konten digital yang akan dijual diletakkan di sana. Jika server nya di luar negeri berarti lokasi pasarnya berada di luar negeri. Permasalahan yang sering melanda berbagai negara termasuk di Indonesia adalah lokasi penyimpanan objek barang dagangan tersebut. Jika barang dagangannya berupa fisik maka dimanapun gudangnya, tidak menjadi masalah. Namun jika barang jualan berupa digital, lokasi server menjadi permasalahan terutama jika letak server berada di luar negeri.

Jika netizen di Indonesia ingin menikmati konten yang letak servernya di luar negeri, berarti mereka harus mendownloadnya, maka ini berarti peran netizen di Indonesia pada prinsipnya sama dengan peran importir pada perdagangan barang fisik. Bedanya, yang diimport adalah bit-bit digital berupa elektron-elektron listrik, dimana bit-bit itu berjalan menyeberang negara. Kalau disamakan dengan importir pada perdagangan barang fisik, maka bit-bit yang masuk itu harus lah dikenai biaya-biaya (cukai) layaknya biaya yang dibebankan dalam proses ekspor import. Kalau di perdagangan fisik, mungkin dihitung berdasarkan pada jenis produknya dan jumlah produknya, namun pada perdagangan digital mungkin bisa dihitung berdasarkan bit yang masuk (per KB, MB. GB, Terrabyte, dst). Cara seperti ini barangkali bisa diterapkan oleh pemerintah Indonesia dan para operator. Selama ini biaya per bit yang dibayarkan oleh konsumen operator sama saja antara bit yang berasal dari akses server dalam negeri maupun akses server dari luar negeri.

Operator barangkali sering mengeluh dengan hadirnya aplikasi aplikasi yang membanjiri dunia internet di seluruh dunia saat ini. Aplikasi-aplikasi seperti facebook, twitter, instagram, youtube, dan juga netflix dinamakan OTT (Over The Top), dimana mereka tidak membayar apa-apa kepada operator dimana bit-bit yang berasal dari server mereka lalu lalang melewati jaringan operator secara free. Di sinilah bedanya antara perdagangan fisik dan digital. Kalau pada perdagangan fisik, kurir atau pihak logistik dibayar oleh pengirim untuk menggunakan jasa nya, sedangkan pada perdagangan digital tidak lah demikian. Isu lain yang membuat operator bisa saja was-was adalah tersainginya produk mereka dengan kehadiran produk dari aplikasi perusahaan lain apalagi dari luar negeri yang kualitas nya memang diakui di atas rata-rata.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun